Terbaru

Sembilan Hal Yang Harus Diselesaikan Mentan Untuk Atasi Masalah Petani

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pengamat ekonomi politik Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng merespon fenomena anjloknya harga gabah dibeberapa wilayah di Indonesia seperti di Ciamis hingga Sumbawa Barat Provinsi NTB. Menurutnya, ada beberapa hal mendasar dan pokok yang harus diselesaikan oleh Menteri Pertanian (Mentan).

Dalam rilisnya, Senin (6/3/2017) yang diterima redaksi, Salamuddin Daeng menawarkan hal-hal untuk Mentan dalam menangani masalah pertanian. Berikut ini masalah-masalah yang paling pokok yang harus Mentan selesaikan:

Pertama, petani mengalami tingginya biaya produksi dalam menjalankan kegiatan usaha tani. Biaya pengolahan lahan, biaya bibit, biaya pupuk, biaya tenaga kerja dll. Apalagi pada saat musim tanam dan pada saat panen mengalami peningkatan.

Kedua, petani umumnya tidak ada tabungan modal. Dia biasanya mereka tidak memiliki akses kepada bank.  Untuk mengatasi pembiayaan awal pertanian, maka mereka mengambil utang dengan bunga antara 100 sampai dengan 150 persen. Atau mereka terjebak dalam ijon. Petani juga tidak memiliki aset yang cukup yang bisa digadaikan atau minus aset.

Baca Juga:  Masuk Cagub Terkuat Versi ARCI, Khofifah: Insya Allah Jatim Cettar Jilid Dua

Ketiga, pada saat panen petani berhadapan dengan turunnya harga harga hasil pertanian. Hal ini lebih banyak terjadi pada padi dan Palawija. Kejatuhan harga ini seringkali semangat kejam dan pada tingkat harga yang merugikan petani. Sementara diawali tadi biaya produksi dan biaya bunga meningkat.

Keempat, sekarang tidak ada lagi subsidi pertanian baik subsidi sarana produksi, subsidi bunga dan sistem asuransi hasil pertanian. Bayangkan jika banjir yang marak belakangan ini bisa menyebabkan gagal panen. Ini akan semakin membuat petani tercekik. Sudah bangkrut harus menanggung utang pula. Seharusnya ada mekanisme asuransi gagal panen yang dibiayai oleh negara.

Kelima, sekarang tidak ada lagi mekanisme harga dasar atau harga yang harus diterima petani akibatnya petani menjadi alat permainan Bulog yang juga sudah berubah fungsi sebagai perseroan terbatas dan mencari keuntungan dari bisnis hasil pertanian dan pangan impor. Bulog ini sebaiknya dibubarkan karena melakukan kejahatan ekonomi pada petani.

Baca Juga:  Polres Sumenep Gelar Razia Penyakit Masyarakat di Cafe, 5 Perempuan Diamankan

Keenam, koperasi yang ada tidak mendapatkan dukungan dari pemerintan dan kalah bersaing dengan para toke toke di kecamatan kecamatan. Kalau di Jakarta ada taipan taipan. Di kampung kampung ada toke toke yang menguasai bisnis hasil bumi. Oleh karena itu pemerintah harus memperkuat koperasi agar memiliki kemampuan menyerap hasil bumi.

Ketujuh, institusi seperti Kementrian pertanian, Kementrian desa, kementerian perdagangan, sebetulnya mereka sudah tidak ada manfaatnya bagi petani. Institusi ini tidak memiliki peran langsung dalam memperkuat struktur produksi petani. Penetrasi tengkulak, Bank mikro, touke touke, jauh lebih dalam kepada petani dan pertanian.

Kedelapan, petani sekarang ini mengalami masalah infrastruktur yang sangat parah. Petani tidak memiliki infrastruktur pasca panen seperti infrastruktur tempat penyimpanan hasil bumi, infrastruktur tempat pengeringan, infrastruktur pengolahan hasil bumi. Infrastruktur petani pada era reformasi, terutama dalam era pemerintahan Jokowi adalah yang paling diabaikan. Pemerintah sibuk bikin tol dan bendungan yang bisa dijual ke swasta dam tidak ada kaitan dengan petani.

Baca Juga:  Layak Dikaji Ulang, Kenaikan HPP GKP Masih Menjepit Petani di Jawa Timur

Kesembilan, petani Indonesia adalah kelompok masyarakat mayoritas, hampir separuh jumlah penduduk namun mendapatkan bagian sama sekali dari Anggaran negara. Adanya dana desa yang selama ini dianggarkan oleh rezim pemerintahan ini sama sekali tidak ada kaitan dengan petani. Dana dana desa tersebut adalah sumber ekonomi para kontraktor Project pemerintah yang sebagian besar dibelanjakan untuk barang barang impor.

Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 452