Berita UtamaEkonomi

Sektor Konsumsi Rumah Tangga Penentu Nasib Ekonomi Indonesia

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Menteri Kuangan Sri Mulyani mengaku terkesan dengan pertumbuhan ekonmi Indonesia yang bisa bertahan sekalipun pertumbuhan di sektor ekspor berada di zona kritis (negatif). Dengan melemahnya ekonomi global tak lantas membuat Indonesia ambruk. Dirinya menyimpulkan, Indonesia memiliki daya tahan ekonomi yang baik meskipun ekspor mengalami penurunan negatif mencapai 1,74 persen.

Mengapa demikian? Sri Mulyani menjelaskan bahwa hal ini dikarenakan sektor konsumsi rumah tangga yang besar mampu memperlambat dampak melemahnya ekonomi global. Selain itu kata dia, Indonesia juga diuntungkan dengan jumlah penduduknya yang berusia produktif dengan berpenghasilan menengah yang besar.

Sebagai negara berpenduduk banyak, maka penghasilan menengah pada usia produktif ini bisa menjadi penopang sementara. Itulah alasan mengapa ekonomi Indonesia masih bisa bertahan, meskipun pasar global melemah.

Melihat hal tersebut, Menkeu mengaku optimis. Namun, jika hanya mengandalkan sektor dalam negeri saja, maka akan sampai kapan Indonesia bisa bertahan. Artinya, sektor ekpor juga penting guna menyeimbangkan pendapatan negara. Ekonomi Indonesia tentu tidak bisa hanya defend (bertahan) mengandalkan konsumsi di sektor konsumsi rumah tangga semata.

Baca Juga:  Tradisi Resik Makam: Masyarakat Sumenep Jaga Kebersihan dan Hikmah Spiritual Menyambut Ramadan

Sri Mulyani menjelaskan, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia selama satu dekade sebesar 5,6 persen. Realisasi itu lebih baik dibanding negara-negara atau emerging market lainnya. Tapi, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya lebih rendah dibanding Cina dan India.

Karena kondisi itu, pemerintah perlu menjaga daya beli masyarakat agar tidak turun. Sebab, kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap pertumbuhan ekonomi nasional masih dominan yaitu mencapai lebih dari separuhnya.

Menurut Sri, salah satu upaya menjaga daya beli masyarakat adalah melalui pemerataan penghasilan atau pendapatan. Pasalnya, selama masih ada ketimpangan antara masyarakat berpenghasilan tinggi dan rendah, maka pertumbuhan ekonomi bersifat eksklusif atau tidak bisa dinikmati oleh penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.

Penulis: Romandhon/Richard

Related Posts

1 of 433