KolomOpini

Sakralitas Nasionalisme Masa Kini

Dalam suasana Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 72 tahun ini, sebagai rakyat kita patut bersyukur atas nikmat kemerdekaan. Lalu bagaimana nasib nasionalisme masa kini?

Kontribusi dan konsistensi negara dalam merawat dan melindungi seluruh elemen masyarakat dari Sabang sampai Merauke juga patut diapresiasi. Capaian kemerdekaan merupakan titik awal bagi sebuah bangsa untuk melangkah ke depan dalam mengarungi samudra kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal inilah yang senantiasa membutuhkan dukungan dan perlindungan dari berbagai ancaman di tengah kerasnya zaman, negara dituntut selalu hadir untuk mengawal bangsa dalam menghadapi tantangan nyata di berbagai bidang kehidupan seperti ekonomi, sosial, budaya dan politik.

Spirit kemerdakaan menjadi modal berharga bagi bangsa kita dalam menghadapi segala situasi dan kondisi yang tidak bisa diprediksi. Sebuah bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu mengeluarkan diri dari berbagai macam problematika kehidupan yang menjeratnya, bukan hanya memiliki modal finansial yang melimpah. Ketangguhan bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan-tantangan global sudah teruji sejak sebelum diproklamirkanya kemerdekaan hingga era reformasi saat ini.
Keberanian rakyat berpadu dengan solidaritas rasa cinta terhadap tanah air menjadi pemicu bagi rakyat untuk melakukan perlawanan terhadap segala macam bentuk kolonialisme-imperialisme di masa dahulu.

Baca Juga:  Ketua Lembaga Dakwah PCNU Sumenep Bahas Tradisi Unik Penduduk Indonesia saat Bulan Puasa

Kini zaman telah memasuki masa di mana manusia berada dalam generasi baru atau biasa disebut generasi millennial. Artinya, akan muncul pula dialektika yang pula dan ini sejalan dengan adanya perubahan yang terjadi di berbagai lini kehidupan bernegara. Termasuk dalam bidang pendidikan.

Ruang pendidikan memiliki peran penting dalam membangun sumber daya manusia yang cerdas dan ideal, di samping tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan kita juga tidak terlepas dari peran pendidikan yang membentuk diri mereka menjadi sadar akan kondisi bangsanya. Lembaga pendidikan sejatinya dibangun guna memenuhi hajat pokok bangsa yang berfungsi untuk mencerdaskan masyarakat dan ke depanya diharapkan mampu menjadi generasi yang bisa membangun tatanan negara ke arah yang lebih baik. Namun sejak era reformasi, dunia pendidikan kita masih gagal. Artinya pendidikan di negeri ini masih berkutat pada persoalan sistemik dan prosedural serta minim substansi dari sebuah proses pendidikan yang diharapkan bisa diimplementasikan oleh setiap insan Indonesia.

Baca Juga:  Apa Arti Penyebaran Rudal Jarak Jauh Rusia Bagi Skandinavia?

Nasionalisme hanya menjadi sebuah klaim sakral tatkala seseorang diajarkan untuk bisa menghafal Pancasila, menyanyikan lagu Indonesia Raya, mengikuti upacara bendera dan lain sebagainya. Namun di balik rasa nasionalisme itu sendiri masih tersimpan nilai-nilai yang belum bisa diaktualisasikan ke dalam persoalan berbangsa dan bernegara. Oleh sebab itu, konsep praktis pendidikan tidak hanya berkutat pada parameter apa yang dihafalkan, tapi lebih dalam lagi yakni bagaiamana mengimplementasikannya.

Pendidikan nasionalisme bukan semata-mata sekadar doktrin lisan yang berujung pada sakralitas di alam bawah sadar yang hanya digaungkan ketika perayaan kemerdekaan semata, namun lebih ditekankan pada persoalan pemahaman dan aktualisasi nilai-nilai nasionalisme ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Begitu pula dengan penguatan ideologi Pancasila sebagai basis kekuatan semangat nasionalisme tidak hanya dipahami sebagai simbol semata, melainkan perlu adanya pemahaman secara lebar dan terbuka terkait dengan penafsiranya dan wajib diketahui serta diamalkan oleh seluruh elemen masyarakat Indonesia.

Baca Juga:  Apakah Orban Benar tentang Kegagalan UE yang Tiada Henti?

Penulis: Muhammad Nur, Mahasiswa Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga
Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 61