HukumPolitik

Saatnya Kekuatan Non-Struktural Bergerak Luruskan Haluan Negara

Foto Ilustrasi/FotoIstimewa/Nusantaranews
Foto Ilustrasi/Foto Istimewa/Nusantaranews

NUSANTARANEWS.CO – Seluruh elemen masyarakat Indonesia sudah saatnya membuka mata, hati dan pikiran agar segera membangun kekuatan dan gerakan non-struktural meluruskan haluan negara yang sudah tidak lagi berjalan atas dasar kesejahteraan bersama. Padahal, kesejahteraan sosial adalah tujuan akhir dari seluruh proses bernegara yang berpangkal pada keadilan.

“Ketika kekuatan struktural negara telah disuap, dikooptasi dan dikerangkeng, maka sudah tepat jika kekuatan non-struktural tanpa bentuk bertindak meluruskan haluan negara yang telah menyimpang dengan cara-cara seperti yang pernah dilakukan pra revolusi Kemerdekaan 1945. Bangkitlah pemuda mahasiswa, sipil maupun militer, Islam maupun non Islam, bangun kekuatan dan gerakan non-struktural,” seru pengamat ekonomi politik AEPI Salamuddin Daeng.

Seruan ini berangkat dari sejumlah fakta ketimpangan yang kini menjadi tren pembangunan Indonesia di abad 21. Ketimpangan dan ketidakadilan adalah ciri paling nyata. Negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila, gotong royong dan sosialistik telah berubah haluan menjadi negara kapitalis, individualis dan liberal yang menghisap rakyat.

Baca Juga:  KPU Nunukan Menggelar Pleno Terbuka Rekapitulasi Perolehan Suara Calon DPD RI

“Kenyataannya di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dituduh PKI itu, ternyata kapitalisme tumbuh subur bagaikan jamur di musim hujan. Bahkan kapitalisme untuk kesekian kalinya telah berhasil bersetubuh dengan sangat kuat hingga mencapai orgasmenya,” kata dia.

Salamuddin melihat, negara secara struktural telah dikuasi segelintir taipan kapitalis. “Dari lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif hingga pers, telah dikuasai sepenuhnya oleh segelintir taipan. Akibatnya, tak ada lagi fungsi kontrol parlemen dan penegakan hukum yang menjujung tinggi nilai-nilai keadilan. Bahkan kebijakan pemerintah ekonomi dan politik pemerintah mengabdi pada kepentingan kapitalis taipan,” cetusnya.

Kebijakan ekonomi dibuat dalam rangka melancarkan usaha taipan mengeruk sumber daya alam, melahap APBN, menghisab para pekerja/buruh dan merampas jerih payah petani. Ini jelas ditunjukkan oleh bagaimana pemerintah mengeluarkan berbagai ijin dan konsesi penguasaan tanah oleh para taipan dan korporasi asing hingga penguasaan mereka atas tanah setara dengan 93% luas daratan Indonesia dan kekayaan alam di atas dan di dalamnya.

Baca Juga:  Marthin Billa Kembali Lolos Sebagai Anggota DPD RI di Pemilu 2024

Menurut Prof Dr H. Mochtar Pabottingi, setiap upaya penguasaan dan ekplorasi SDA di Nusantara yang merugikan rakyat adalah sebuah perilaku pengkhianatan yang harus dilawan. Hampir semua sektor migas dan minerba di Bumi Nusantara baik, di wilayah barat hingga kawasan timur, di pulau-pulau besar, kepulauan-kepulauan kecil hingga di laut lepas sudah dikuasai oleh perusahaan asing. Disadari atau tidak, keberadaan perusahaan-perusahaan asing tersebut kini telah sampai pada taraf mengancam kedaulatan Indonesia. Dari total 276 blok migas yang ada, 70% sudah dikuasai dan dikelola oleh kontraktor asing. Bila dengan bahasa geopolitik, saat ini paling sedikit sudah ada 276 pangkalan militer asing yang tersebar di bumi Nusantara.

Dewasa ini sadarkah rakyat Indonesia bahwa 80 persen lahan migas yang tersebar dari Sabang sampai Merauke sudah bukan milik bangsa Indonesia. Sekarang ladang migas Indonesia sudah di zonakan. Indonesia sudah tidak punya apa-apa. Hanya bisa pasrah sebagai administratur yang baik. Sedikit gambaran ini menunjukkan bahwa betapa lemahnya pemerintahan kita selama ini melindungi aset bangsa.

Baca Juga:  Dukung Di Munas Golkar 2024, Satkar Ulama Jawa Timur Beber Dukungan Untuk Airlangga

Salamuddin melanjutkan, lebih dari 43% pendapatan nasional dinikmati 1% orang (koefisien gini) yang artinya hasil produksi/kerja/usaha seluruh rakyat dalam setahun sebanyak 43% langsung menjadi milik taipan dan asing.

“Hasilnya sekarang terlihat. Kekayaan 4 orang setara dengan kekayam 100 juta penduduk. Ketimpangan dalam kekayaan semakin parah seiring lamanya pemerintahan Jokowi berlangsung yang memperlihat identitasnya sebagai sekutu lahir batin para kapitalis taipan dan korporasi asing yang paling setia,” tandasnya.

Penulis: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 123