Ekonomi
Rumput Laut Indonesia Terancam Tidak Bisa Diekspor Ke AS
Published
2 years agoon

NUSANTARANEWS.CO – Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Dirjen Daglu Kemendag), Dody Edward, mengungkapkan bahwa salah satu komoditas andalan kelautan Indonesia, yakni rumput laut, terancam ekspornya ke pasar luar negeri, khususnya pasar Amerika Serikat (AS).
Hal tersebut disebabkan adanya rencana delisting (dikeluarkan) produk rumput laut dari daftar bahan pangan organik Indonesia di AS. Pasalnya, produk rumput laut dinilai tidak lagi layak memenuhi kriteria bahan pangan organik.
“Pemberlakuan delisting berpotensi menurunkan ekspor komoditas rumput laut Indonesia ke AS yang pada 2015 mendekati angka US$1 juta. Hal yang perlu lebih diwaspadai adalah perkembangan ini dapat menjadi preseden bagi negara tujuan ekspor rumput laut lainnya seperti Uni Eropa untuk juga melakukan hal yang sama,” ungkap Dody di Jakarta, Selasa (9/8).
Menurut Dody, Indonesia bahkan berpotensi mengalami kerugian hingga US$160,4 juta apabila semua pasar tujuan ekspor Indonesia memberlakukan hal yang sama seperti AS. “Komoditas rumput laut merupakan prime mover perekonomian masyarakat laut dan pesisir Indonesia. Indonesia merupakan produsen utama rumput laut di dunia serta menyerap banyak tenaga kerja di daerah pesisir dan pulau-pulau terluar Indonesia. Selama ini rumput laut menjadi bahan baku carrageenan dan agar-agar,” ujarnya.
Seperti diketahui, rencana delisting produk rumput laut dari daftar bahan pangan organik tersebut dipicu petisi Joanne K. Tobacman, M.D. (Tobacman) dari University of Illinois, Chicago, pada Juni 2008 kepada US Food and Drug Administration (FDA). Isinya melarang penggunaan carrageenan sebagai bahan tambahan makanan yang terbuat dari rumput laut. Berdasarkan penelitian Tobacman, ditengarai carrageenan dapat menyebabkan peradangan/inflamation yang memicu kanker. Namun, petisi tersebut ditolak US FDA pada Juni 2008.
Kemudian, petisi Tobacman ini diikuti publikasi LSM Cornucopia Institute dari AS pada Maret 2013. LSM ini mendorong publik meminta US National Organic Standards Board (NOSB) agar mengeluarkan carrageenan dari daftar bahan pangan organik.
“Rencananya, pada November 2016 US NOSB akan menentukan apakah carrageenan tetap akan masuk pada National List of Allowed and Prohibited Substances yang diperbolehkan dalam makanan organik atau tidak, setelah sebelumnya mendapat masukan dari berbagai pihak,” kata Dody menjelaskan.
Saat ini, konsumsi pangan organik di dunia menunjukkan peningkatan tren pertumbuhan karena didorong isu-isu kesehatan yang memicu meningkatnya nilai perdagangan produk organik. Apabila produk rumput laut dikeluarkan dari daftar bahan pangan organik, maka hal itu akan merugikan Indonesia. Selama ini, Indonesia merupakan pemasok utama dunia untuk komoditas rumput laut dengan pangsa pasar 41% tahun 2013.
Dody menegaskan, saat ini Direktorat Pengamanan Perdagangan Kemendag secara aktif memantau perkembangan rencana delisting terhadap produk rumput laut tersebut. “Kami harapkan kerja sama dari Kementerian/Lembaga terkait, asosiasi dan akademisi guna membahas langkah-langkah yang dapat membatalkan rencana delisting produk rumput laut tersebut,” ujar Dody.
Selain itu, Dody meminta terus dilakukan pembinaan kepada pelaku usaha produk kelautan Indonesia untuk menjaga kualitas rumput laut sehingga menghasilkan mutu yang baik sebagai bahan pangan organik agar ekspor rumput laut Indonesia di pasar internasional terjaga keberlangsungannya. (deni/red-01)
Komentar
You may like

Meski ISIS di Suriah dan Irak Hancur Lebur, Kelompok Teroris Belum Lenyap

Curi Kotak Amal di Masjid, Dua Pemuda Ditangkap Polisi

19 Mahasiswa Indonesia Menjadi Duta Mengajar Bahasa Arab di Malaysia

Jokowi Belum Penuhi Janjinya Urus Bidang Riset dan Pengembangan

Dari Ponorogo, Pemdes Bancar Dorong Gapoktan Kembangkan Usaha Produktif Kerakyatan

Arab Saudi Paksa Qatar Kirimkan Tentaranya ke Suriah

NKRI Harga Mati Ala Gerakan Pemuda Ansor

Thomas Lembong Ungkap Titik Fokus Investasi Hong Kong dan Cina di Indonesia

Sampaikan Kepada Generasi Penerus, Dulu Indonesia Pernah Menjadi AU Terbesar di Asia Tenggara

Soal Puisi Kontroversial Sukmawati, Gus Sholah Sebut “Adzan” yang Jadi Masalah

Terbitkan Perpres No 20 Tahun 2018, Presiden Dinilai Panik

Sejumlah Negara Kerahkan Peralatan Perang ke Suriah, Termasuk Tiongkok

Wakil Ketua DPR Ungkap Elite Goblok dan Bermental Maling yang Dimaksud Prabowo

Selalu Dituduh PKI, Jokowi Sebut PCNU Solo Punya Data Lengkap Tentang Profil Dirinya

AS, Inggris dan Perancis Telah Memulai Perang Dunia Ketiga

Sukmawati Dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri

Jatuhnya Ghouta Timur, Sekali Lagi Menjadi Kekalahan Telak AS di Suriah

Klarifikasi Puisi Ibu Indonesia, Sukmawati Sebut Dirinya Putri Biologis dan Ideologis Bung Karno

Ahok Pamer Desain Pengembangan Makam Mbah Priok

Bercocok Tanam di Dasar Laut? Ini dia pertanian masa depan

Trotoar dan Wajah Mantan Pabrik Kina Kota Bandung Bikin Susah Move-on

Mengintip Rahasia Donald Trump Lewat Kuas Seorang Kartunis

Koramil 0804/05 Poncol Bahu Membahu Dengan Masyarakat Benahi Pelengsengan

Ini Kondisi Kapal Zahro Express yang Terbakar

Peribadatan Natal di Jember Mendapat Pengamanan Total Dari Kodim 0824 dan Polres Jember

Kirab Budaya Dinsos Jogja Berlangsung Meriah

Pengantre Tiket Final AFF Kelelahan dan Pingsan Karena Cuaca Terik Berdesakan
Terpopuler
- Ekonomi3 days ago
Situasi Indonesia Kini Hampir Mirip Zaman Penjajahan Belanda
- Politik6 days ago
Konsep Revolusi Mental Jokowi Dinilai Lahirkan Karakter Lembek dan Cengeng
- Ekonomi4 days ago
Benarkah Pemerintah Berusaha Menyingkirkan Tenaga Kerja Lokal dari Tanah Tumpah Darahnya Sendiri?
- Politik2 days ago
Simulasi Survei Cawapres 2019, Budi Gunawan Punya Elektabilitas Cukup Tinggi