OpiniTerbaru

Reshuffle Jilid II, Nawacita Rasa Neoliberal

NUSANTARANEWS.CO – Tentu terlalu dini meniliai ke mana arah pembangunan ekonomi pemerintahan Jokowi-JK dengan reshuffle jilid II ini. Akan tetapi, pesimisme terhadap situasi ekonomi seperti yang terjadi sekarang sepertinya akan berlanjut dengan masuknya Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan. Ingatan kita belumlah terlampau banyak lupa dengan apa yang telah dilakukan oleh Sri Mulyani saat menjabat Menteri Keuangan di era pemerintahan SBY. Tak ada yang mampu dilakukannya untuk mengangkat ekonomi ke arah yang lebih baik, yang menurut Ichsanudin Noorsy indeks gini ratio pada saat itu telah mencapai 0,41. Sebuah angka yang mengindikasikan pemerintah sudah mulai harus hati-hati dalam mengelola ketimpangan ekonomi. Selain itu, Sri Mulyani identik dengan kasus Bank Century. Mega skandal Century ini banyak menyeret nama besar di negara ini seperti mantan Wapres Budiono. Dan notabene koalisi partai yang hari ini menjadi pendukung pemerintah adalah partai-partai yang banyak bersuara tentang kasus Century.

Baca Juga:  Dukung Duet Gus Fawait-Anang Hermansyah, Partai Gelora Gelar Deklarasi

Dalam pemaparan Jokowi saat mengumumkan nama-nama baru yang akan masuk kabinet, ada 3 permasalahan awal yang akan menjadi prioritas kerja dalam kabinet kali ini yaitu; harga pangan yang meningkat, secepatnya mengurangi kesenjangan ekonomi antara yang kaya dan miskin serta kesenjangan pembagunan antar wilayah.

Akan tetapi, pemaparan awal kenapa kemudian melakukan reshuffle kabinet dengan nama-nama baru yang masuk ternyata menjadi antiklimaks. Kalau kemudian alasan melakukan reshuffle adalah untuk mengantisipasi harga pangan yang meningkat, kenapa justru Menteri Pertanian, Amran Sulaiman tidak ikut diganti oleh Jokowi, yang beberapa kali kebijakan selalu “blunder” dalam menterjemahkan perintah presiden. Kalau kemudian alasan untuk mengganti adalah mengurangi kesenjangan ekonomi antara si kaya dan si miskin di negara ini kenapa justru memasukan Sri Mulyani yang terbukti gagal dalam mengatasi persoalan ekonomi di jaman pemerintahan SBY? Dan kalau alasan untuk pemerataan infrastruktur kenapa menteri pekerjaan umum (PUPR) justru tidak diganti?

Baca Juga:  Pemdes Jaddung dan Masyarakat Gelar Istighosah Tolak Bala Penyakit, untuk Desa Lebih Baik

Artinya, alasan yang diberikan oleh Jokowi dalam mengganti beberapa nama dalam kabinetnya seakan menjadi klise. Sepertinya ada agenda lain yang menjadi tujuan utama dalam pergantian kabinet kali ini. Publik sudah sangat mahfum dengan posisi Sri Mulyani yang sebelum dilantik kemarin adalah salah satu petinggi Bank Dunia. Sebuah lembaga pemberi pinjaman uang, yang oleh Presiden Jokowi sendiri dalam pidatonya di bulan April 2015, mengatakan bahwa lembaga seperti Bank Dunia, IMF, ADB dan lain-lain adalah lembaga-lembaga yang sudah usang dan tak perlu lagi dijadikan referensi untuk menyelesaikan persoalan ekonomi dunia.

Akankah pemerintahan ini kembali mengajukan pinjaman kepada negara-negara kreditor karena ada sosok Sri Mulyani yang telah punya nama baik di lembaga seperti Bank Dunia? Masihkah Presiden Jokowi mengingat Trisakti dan Nawacita? Jadilah bangsa yang Berkemampuan bukan bangsa yang hanya bisa berkeinginan. (Penulis: Alif Kamal, Wakil Ketua Umum KPP PRD)

Related Posts

1 of 3,050