HukumPolitik

Presidential Threshold 20 Persen Bisa Timbulkan ‘Kawin Paksa’ Capres

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Ahli Hukum Tata Negara, Irman Putra Sidin menganggap langkah DPR dan pemerintah yang meloloskan ambang batas presiden (Presidential Threshold) 20-25 persen telah melanggar putusan Mahkamah Kontitusi (MK) Nomor 14/PUU-XI/2013 dan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945‎.

Menurut dia, ketentuan atau keputusan tersebut sebenarnya akan menjadi syarat ‘menyandera’ presiden yang berkuasa dan justru melemahkan sistem presidensial yang ada.

“Ambang batas (20-25 persen) tersebut sesungguhnya ingin melanggengkan fenomena ‘kawin paksa capres’,” ujar Irman dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (21/7/2017).

Irman menegaskan, keputusan PT 20-25 persen telah menjadikan hak setiap partai politik untuk mengusung calon presiden telah dilanggar. Akibatnya, partai politik tidak bisa memberikan ‘menu prasmanan’ calon alternatif presiden.

Tak hanya itu lanjut Irman, partai politik yang memperoleh kursi di DPR pada 2014, tidak serta merta lagi dapat kursi di Pemilu 2019.

“Sehingga intensitas penguatan presidensial, tidak linear terjadi alias bertentangan dengan dirinya sendiri (contra legem), yang jutsru menyandera dan melemahkan kekuasaan presiden itu sendiri yang sudah dipilih oleh rakyat. Oleh karenanya ambang batas ini adalah inkonstitusional,” ungkapnya.

Baca Juga:  Mengawal Pembangunan: Musrenbangcam 2024 Kecamatan Pragaan dengan Tagline 'Pragaan Gembira'

Pewarta: Richard Andika
Editor: Achmad Sulaiman

Related Posts