Lintas Nusa

Prajurit TNI Tewas, Pemerintah Diminta Gempur Sisa Kelompok Santoso

NUSANTARANEWS.CO – Pemerintah pusat diminta segera menuntaskan pengejaran sisa-sisa kelompok Santoso yang masih tersisa di pegunungan Poso Pesisir dan sekitarnya. Intensitas pengejaran sisa-sisa kelompok Santoso jangan sampai kendor paska tertembaknya Santoso beberapa waktu lalu.

“Intensitasnya jangan menurun, pemerintah pusat harus tetap prioritaskan penangkapan seluruh sisa-sisa pengikut Santoso di hutan-hutan itu, tetap digempur secara besar-besaran. Jangan kelamaan.

Poso mau membangun, muncul lagi masalah itu-itu saja. Balik lagi ke titik nol kita ini,” ujar Tokoh Muda Poso Rizal Calvary Marimbo dalam keterangannya. Marimbo mengatakan, setelah Santoso tertangkap semestinya diikuti operasi besar-besaran untuk menyelesaikan masalah keamanan di Poso. Sebab setelah Santoso tertangkap, kelompok teroris ini melemah dan kehilangan motivasi. Namun, kelompok ini sempat melakukan konsolidasi sebab banyak ruang gerak terbuka lalu mengadakan perlawanan.

Sebagaimana diberitakan satu anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) tewas dalam kontak senjata antara Tim Nanggala 8 Satuan Tugas Tinombala dan Kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Kampung Maros, Desa Maranda, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Selasa, 20 Desember 2016.

Baca Juga:  Bangun Tol Kediri-Tulungagung, Inilah Cara Pemerintah Sokong Ekonomi Jawa Timur

Anggota TNI tersebut bernama Pratu Yusuf Bahrudin. Satgas Tinombala dibentuk untuk melumpuhkan dan menangkap jaringan teroris Mujahidin Indonesia Timur yang dipimpin Santoso. Santoso sendiri tewas setelah baku tembak dengan satgas pada 18 Juli lalu. Setelah kematian Santoso, anak buahnya berturut-turut turun gunung. Ada yang menyerahkan diri, ada yang ditangkap karena kelelahan, atau tewas.

Rizal mengatakan, Poso akan segera tancap gas untuk membangun. Selama 20 tahun usia konflik horisontal di Poso telah menghancurkan perekonomian rakyat dan sendi-sendi kehidupan, sehingga kabupaten ini menjadi kabupaten termiskin di Sulawesi Tengah. Padahal, sebelum konflik, Poso merupakan episentrum perkembangan ekonomi dan pembangunan di Sulawesi Tengah.

“Dulu, sebanyak 40 persen Pendapatan Asli Daerah Sulawesi Tengah datang dari Kabupaten Poso. Sekarang kita termiskin kedua dan masuk daerah tertinggal,” ucap Marimbo.  Sebab itu, sebaiknya pemerintah pusat benar-benar memahami perasaan rakyat Poso.

Marimbo mengatakan, penumpasan Santoso dan kawan-kawan terlalu memakan waktu yang lama, hampir satu dekade. Padalahal, dulu pemerintah pusat menumpas DII/TII Kahar Muzakar di Sulawesi tak butuh waktu lebih dari lima tahun dengan peralatan perang yang terbatas. “Ini kok lama sekali?” ujar Marimbo. (Sego/Er)

Related Posts

1 of 463