Politik

Politisi Hanura Sanggah Tudingan Bahwa Jokowi Pemimpin Diktator, Ini Alasannya

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI, Inas Nasrullah Zubir menanggapi isi tulisan berjudul “Diktator: Earl Warren, Robespierre, Jokowi“. Dalam opini yang ditulis oleh Djoko Edhi Abdurrahman dimulai dengan pernyataan tegas Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas bahwa Presiden Joko Widodo termasuk pemimpin diktator. Djoko Edhi menjelaskan jika tudingan itu lahir bukan dari seorang politisi, melainkan dari sudut pandang hukum. Mengingat, Busyro merupakan ketua KY (Komisi Yudisial) yang pertama sekaligus mantan Ketua KPK (Komisi Pemberantarasan Korupsi).

Djoko Edhi pun menyampaikan jika tudingan presisi Busyro itu telah dibantah oleh Wiranto dan Mahfud MD dalam sebuah acara di salah satu stasiun tv swasta.

Kendati demikian, politisi dari Fraksi Hanura itu menilai tudingan semacam itu jelas dan tegas telah menabrak nalar setiap orang yang membacanya. Sebab, bagi Inas, yang disebut dengan diktator, apabila hal yang bersangkutan menduduki kursi kekuasaan dengan cara kekerasan kemudian melanggengkan kekuasaan itu dengan kekerasan pula.

Baca Juga:  Kumpulkan Kader Potensial, Demokrat Tancap Gas Bahas Persiapan Pilkada Serentak di Jawa Timur

“Seorang diktator biasanya naik tahta dengan menggunakan kekerasan lalu melanggengkan kekuasaan-nya dengan kekerasan juga, tapi ada juga diktator tang naik tahta dengan cara demokratis untuk kemudian melanggengkan kekuasaan-nya dengan kekerasan,” terang Inas dalam konfirmasinya kepada NusantaraNews.co, Senin (14/8/2017).

Inas pun menegaskan, seorang penguasa diktator, demi melanggengkan kekuasaan-nya maka ia akan merubah konstitusi negaranya untuk melegalkan kekuasaan tirani-nya. “Lalu, kalau ada bagaimana mungkin ada diktator ikut pemilihan presiden setiap 5 tahun lalu dibatasi hanya 2 periode?,” imbuhnya.

Lebih lanjut dia menyampaikan, apabila ada yang berpendapat bahwa diktator bisa dipilih setiap 5 tahun sekali lalu dibatasi 2 periode maka nalar orang tersebut bukan hanya menubruk tembok, tapi juga jatuh ketiban tembok yang ditubruknya.

“Busyro Muqqodas nalarnya bukan saja menubruk tembok tapi juga terjun bebas karena gagal paham tentang praktik diktator yang dikaitkan hanya pada perseoalan perppu tentang ormas,” cetus Inas.

Padahal, kata dia, sebagai pakar hukum tentunya dia tahu bahwa jika Jokowi seorang diktator maka perppu tersebut harga mati dan tidak boleh ada proses politik di DPR dan proses hukum di MK, tapi dalam kenyataannya Jokowi akan tetap menyerahkan kepada DPR dan juga diuji di MK.

Baca Juga:  KPU Nunukan Menggelar Pleno Terbuka Rekapitulasi Perolehan Suara Calon DPD RI

“Justru, mereka yang menginginkan konstitusi Indonesia kembali ke UUD 45 sebelum reformasi adalah orang-orang yang menginginkan diktator hidup kembali di Indonesia! Karena pasal 7 dalam UUD 45 sebelum reformasi tidak membatasi periodesasi jabatan Presiden,” terangnya.

“Jadi, ada apa dengan nalarmu Muqqodas?,” tegas Inas dengan tanda tanya besar terhadap Ketua PP Muhammadiyah.

Pewarta/Editor: Ach. Sulaiman

Related Posts

1 of 13