Puisi

Pohon Cahaya: Cahaya di Sepertiga Malam

Puisi HM. Nasruddin Anshoriy Ch

POHON CAHAYA

Menanam padi lalu tumbuh ilalang dan rumput liar itu biasa, tapi jika yang kita tanam itu pohon sedekah maka yang akan tumbuh adalah cahaya.

Sedekah itu laksana pohon cahaya yang akarnya menghunjam ke perut bumi berwujud tali kasih yang memartabatkan manusia, sedangkan ranting dan daun-daunnya berkibar menembus langit untuk menggapai ridla Sang Maha Sempurna.

Hatimu dan hatiku sendiri sebagai saksi, apakah sedekah itu pohon cahaya ataukah topeng berjerawat yang dipoles kosmetika semata.

Menapaki jejak para Nabi, sedekah itu akan menumbuhkan jutaan daun dan buah cahaya, juga menyembuhkan segala penyakit hati yang berupa kikir, rakus dan keserakahan.

Tangan kanan dan tangan kiri bisa berlomba dalam memberi, juga dalam membangun jembatan kebajikan bagi sesama.

Menyumbat sungai-sungai rezeki dengan tembok ketamakan hanya akan mengundang banjir amarah dan badai kehinaan, sebab kekayaan dan kemuliaan sejati adalah bertemunya kasih Ilahi dengan kemesraan kemanusiaan.

Menggandeng orang-orang miskin dan berbagi roti atau ubi tidak akan menjatuhkan martabat dan berbuah kehinaan, tapi dengan kedermawanan itu justru akan melahirkan anak-pinak kemuliaan.

Surga akan berlari mendekati orang-orang yang hidupnya rindu berbagi, sebab singgasana Tuhan itu tempatnya ada dalam doa orang-orang miskin yang tak berdaya.

CAHAYA DI SEPERTIGA MALAM

Subuh tak pernah jauh, tapi sejuk embun belum juga kusentuh.

Kucari akar lapuk dalam jiwaku, doa-doa bergemuruh dari hati yang rapuh dan rindu yang selalu berselingkuh.

Tuhanku, aku terjatuh di dasar sumur yang jauh.

Hasrat yang sarat menggapai pelampungMu, seakan buih dalam luas samudera.

Aku gemetar mengejar fajar, entah tersiksa atau tergoda apalah artinya.

Di sepertiga malam, secangkir zikir telah tumpah dari bibirku, menjadi banjir dalam samudera kasihMu.

 

Gus Nas
Gus Nas

*HM. Nasruddin Anshoriy Ch atau biasa dipanggil Gus Nas mulai menulis puisi sejak masih SMP pada tahun 1979. Tahun 1983, puisinya yang mengritik Orde Baru sempat membuat heboh Indonesia dan melibatkan Emha Ainun Nadjib, HB. Jassin, Mochtar Lubis, WS. Rendra dan Sapardi Djoko Damono menulis komentarnya di berbagai koran nasional. Tahun 1984 mendirikan Lingkaran Sastra Pesantren dan Teater Sakral di Pesantren Tebuireng, Jombang. Pada tahun itu pula tulisannya berupa puisi, esai dan kolom mulai menghiasi halaman berbagai koran dan majalah nasional, seperti Horison, Prisma, Kompas, Sinar Harapan dll.

Gus Nas juga merupakan Pengasuh Pesan Trend Ilmu Giri, Bantul, DIY

__________________________________

Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi karya baik berupa puisi, cerpen, dan esai dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].

Related Posts

1 of 125