Esai

Pertanggungjawaban Juri Atas Terpilihnya Antologi Puisi Hasan Aspahani Pada Anugerah HPI 2016

NUSANTARANEWS.CO – Memilih buku puisi terbaik tahun 2016 dari 245 buku puisi yang diterima panitia Hari Puisi Indonesia 2016, terasa makin sulit dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Banyak hal yang ditawarkan para penyair kita, dan tawarannya itu, sebagian besar coba keluar dari bentuk-bentuk klise dengan coba menawarkan model estetik yang berbeda, atau, setidak-tidaknya, mereka coba menghindar kelaziman, menawarkan kekhasan, coba bermain dengan gaya bahasa yang lebih segar, dan baru. Dilihat dari estetika puisi, para penyair tampaknya hendak menempatkan puisi sebagai pergulatan bahasa, pemikiran, kecamuk gagasan, dan menegaskan sebuah proses panjang perenungan, meskipun juga tidak sedikit yang cenderung bermain-main dengan bahasa yang cair, tanpa perenungan, tanpa penggalian, tanpa usaha melakukan eksplorasi potensi bahasa. Jadi, secara kualitatif, buku-buku puisi yang diikutsertakan dalam pemilihan Anugerah Hari Puisi tahun ini menunjukkan adanya perkembangan dan secara kualitatif meningkat sangat signifikan.

Dilihat dari kesungguhan para penyair kita menghasilkan karya terbaiknya, pemberian Anugerah Hari Puisi yang dilaksanakan tahun sebelumnya (2013, 2014, 2015), jelas membawa berpengaruh positif. Puisi, bagi para penyair itu, tidak hanya diperlakukan sebagai alat atau saluran ekspresi perasaan yang mewartakan kegalauan cinta, rindu, marah, atau benci, melainkan juga sebagai sarana atau saluran seseorang menyampaikan buah pikiran apa saja yang terjadi dalam kehidupan ini dengan caranya masing-masing. Maka, dari 245 buku puisi yang diterima panitia, kita memperoleh beragam ekspresi, bentuk, style atau gaya pengucapan; ada yang menunjukkan semangat eksperimentasi, penggalian pada kultur leluhur, sejarah, kondisi masyarakat atau mewartakan sebuah perjalanan. Dalam konteks itu, beberapa di antaranya ada kecenderungan beberapa penyair terjebak pada semangat turisme. Seolah-olah sebuah perjalanan itu penting artinya diwartakan. Sayangnya, perenungan dan eksplorasi bahasa tidak dilakukan secara serius. Di luar persoalan itu, ada pula beberapa penyair yang coba nyeleneh; ada yang terkesan main-main, tetapi tidak main-main; dan ada juga yang serius dan lebih serius.

Baca Juga:  Malam Penentuan

‘Sebagaimana pelaksanaan penjurian Anugerah Hari Puisi tahun sebelumnya, Dewan juri kali ini pun menetapkan sejumlah kriteria yang digunakan sebagai dasar penilaian. Jadi Dewan Juri melakukan pemilihan buku-buku puisi terbitan September 2015—September 2016 itu berdasarkan sejumlah alasan dan kriteria yang mendasarinya. Dewan Juri Anugerah Hari Puisi merasa perlu menempatkan kriteria itu sebagai pegangan agar penilaiannya bersifat objektif. Dengan begitu, argumen Dewan Juri dapat dipertanggungjawabkan secara moral, intelektual, dan sosial.

Berdasarkan pemikiran dan pertimbangan itu, Dewan Juri menyepakati dasar-dasar atau kriteria penilaian untuk menentukan buku puisi yang berhak menerima Anugerah Hari Puisi. Adapun kriteria penilaiannya sebagai berikut:

Pertama, secara tematik puisi-puisi yang terhimpun menunjukkan satu wacana tertentu yang disampaikan dengan kesadaran pada konsep estetik puitik. Jadi, buku puisi itu tidak cuma berisi sekumpulan puisi dengan berbagai tema dan cara pengucapannya, melainkan hadirnya sebuah wacana –atau tema besar—yang disampaikan dengan estetika puisi yang menggunakan media bahasa. Eksplorasi pada kekuatan bahasa yang kemudian menghasilkan metafora, paradoks, atau sarana puitik lainnya merupakan hal yang penting dalam penciptaan puisi. Dengan demikian, eksplorasi bahasa itu dapat mengangkat sebuah kata, atau kalimat, atau ungkapan dengan berbagai kekayaan maknanya, dengan berbagai usaha penggalian dan eksplorasi potensi bahasa.

Kedua, kriteria lainnya yang menjadi dasar penilaian menyangkut keberkaitan dan keutuhan buku puisi itu dalam menyampaikan tema-tema puisinya. Bisa saja buku itu menghimpun berbagai tema, tetapi semuanya diikat oleh benang merah yang menghubungkan tema puisi yang satu dengan tema puisi yang lainnya. Adanya keberkaitan dan keutuhan itulah yang memungkinkan tema apa pun yang diangkat dalam sebuah buku puisi, ia tetap akan hadir sebagai totalitas. Dengan demikian, buku puisi itu tidak hanya menunjukkan kekayaan tematik yang diangkat berdasarkan pengalaman sosial atau spiritual penyairnya, tetapi sekaligus juga menunjukkan kepiawaian penyairnya dalam mengelola berbagai bahan itu menjadi puisi. Kembali, permainan dan eksplorasi bahasa sangat menentukan usaha-usaha itu.

Baca Juga:  Malam Penentuan

Ketiga, gaya pengucapan atau style dalam sebuah buku puisi sebenarnya merupakan ekspresi dan representasi kematangan estetik yang ditumpahkan penyair dari suatu fase proses kreatif kepenyairan. Dalam fase tertentu, mungkin penyair gegar pada peristiwa remeh-temeh, berkaitan dengan sejarah, problem sosial, atau bencana alam mahadahsyat yang tanpa disadarinya menggiring kegelisahannya untuk menumpahkannya dalam bentuk puisi. Tentu stylenya akan berbeda ketika penyair itu berhadapan dengan kehidupan yang serba tenang manakala ia merenung di hutan atau di pesawahan. Begitulah, kemampuan gaya pengucapan dan kekayaan style seorang penyair dapat terlihat sebagai sebuah fase proses kreatifnya.

Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut di atas, dewan juri menetapkan 15 buku puisi yang patut dipertimbangkan untuk memperoleh Anugerah Hari Puisi 2016.  Adapun ke-15 nomine tersebut adalah berikut ini (disusun secara alfabetis).

1. Ahmadun Yosi Herfanda, Ketika Rumputan Bertemu Tuhan, (Tangerang Selatan: Pustaka Littera, 2016), 2. Bara Pattyradja, Pacar Gelap Puisi, (Ciputat: Cenale Nusantara, 2016), 3. Candra Malik, Asal Muasal Pelukan, (Yogyakarta: Bentang, Juni 2016), 4. Doddi Ahmad Fauji, Jangjawokan, (Bandung: Situseni, 2016), 5. Fakhrunnas MA Jabbar, Air Mata Musim Gugur, (Bandar Lampung: Siger Publisher, 2016), 6. Hasan Aspahani, Pena Sudah Diangkat, Kertas Sudah Mengering, (Jakarta: Gramedia, 2016), 7. Hidayat Raharja, Kangean, (Yogyakarta: Bening Pustaka, 2016), 8. Iyut Fitra, Baromban, (Yogyakarta: Akar Indonesia, 2016), 9. Mahwi Air Tawar, Tanah Air Puisi, Air Tanah Puisi, Yogyakarta: Arti Bumi Intaran, 2016) 10. Marhalim Zaini, Gazal Hamzah, (Yogyakarta: Ganding Pustaka, 2016), 11. Rini Intama, Kidung Cisadane, (Jakarta: Kosa Kata Kita, 2016), 12. Sosiawan Leak, Wathathitha, (Yogyakarta: Azzagrafika, 2016), 13. Tjahjono Widarmanto, Percakapan Tan dan Riwayat Kuldi Para Pemuja Sajak, (Sidoarjo: Satukata Book@rt Publhiser, 2016), 14. Umi Kulsum, Lukisan Anonim, (Yogyakarta: Interlude, 2016), dan 15. Wayan Jengki Sunarta, Montase, (Tabanan: Pustaka Ekspresi, 2016).

Baca Juga:  Malam Penentuan

Dari ke-15 nomine itu, Dewan Juri mendiskusikan kembali dan menyamakan pandangan berdasarkan kriteria penilaian yang sudah disepakati sambil masing-masing juri menyampaikan pandangan dan argumentasinya.

Untuk memperlancar  proses pemilihan dan penetapan Buku Puisi penerima Anugerah Hari Puisi 2016, dewan juri menyepakati, bahwa sebelum memilih dan menetapkan lima Buku Puisi Terbaik tahun 2016, sempat terjadi perdebatan.

Setelah masing-masing juri memilih dan menentukan Lima Buku Puisi terbaik, akhirnya disepakati bahwa kelima Buku Puisi Terbaik dari 15 (lima belas) buku puisi yang dinominasikan itu adalah berikut ini (disusun secara alfabetis):

1. Ahmadun Yosi Herfanda, Ketika Rumputan Bertemu Tuhan, (Tangerang Selatan: Pustaka Littera, 2016),
2. Rini Intama, Kidung Cisadane, (Jakarta: Kosa Kata Kita, 2016),
3. Sosiawan Leak, Wathathitha, (Yogyakarta: Azzagrafika, 2016),
4. Tjahjono Widarmanto, Percakapan Tan dan Riwayat Kuldi Para Pemuja Sajak, (Sidoarjo: Satukata Book@rt Publhiser, 2016),
5. Umi Kulsum, Lukisan Anonim, (Yogyakarta: Interlude, 2016).

Ketika dilakukan pemilihan dan penetapan Buku Puisi PenerimaAnugerah Hari Puisi 2016 dari 15 (lima belas) buku puisi yang dinominasikan, terpilihlah satu buku puisi terbaik, yaitu: Hasan Aspahani, Pena Sudah Diangkat, Kertas Sudah Mengering, (Jakarta: Gramedia, 2016).

Ditetapkan di Jakarta, 5 Oktober 2016

Dewan Juri: Abdul Hadi WM (Ketua), Sutardji Calzoum Bachri (Anggota), dan Maman S Mahayana (Anggota)

Tulisan ini disalin seutuh-utuhnya dari FB: Hari Puisi, 18 Oktober 2016. (Ed. Red-02)

Related Posts