HukumPolitik

Permasalahan Mutasi Jabatan di Aceh Harus Mengacu pada UUPA

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Anggota DPR RI Fraksi Gerindra, Fadlullah, mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memberikan arahan yang tepat kepada bawahannya dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) agar daerah yang memiliki kekhususan dan keistimewaan dapat diperhatikan dengan lebih baik kewenangannya.

Hal tersebut disampaikan Fadlulah dalam menanggapi konflik yang terjadi di Aceh saat ini akibat ulah dari apa yang dilakukan Kemendagri.

‎”Kepada semua pihak khususnya pemerintah pusat agar dalam menyelesaikan permasalahan di Aceh mengacu pada MoU Helsinki dan UUPA (Undang-Undang Pemerintah Aceh) sebagai turunannya,” ungkapnya kepada wartawan saat dihubungi, Jakarta, Jum’at (17/3/2017).

‎Saat ini, menurut Fadlulah, pasal-pasal yang ada di dalam UUPA telah dikebiri dengan sangat masif dan terstruktur oleh pemerintah pusat. Kewenangan Aceh yang telah di berikan dalam UU bisa dieliminir hanya dengan sebuah surat edaran menteri, ini merupakan penghinaan bagi kekhususan Aceh.

‎”Di Indonesia tidak semua UU dapat di berlakukan atau diterapkan untuk daerah khusus dan istimewa, konstitusi pasal 18 B telah mengatur itu, kalau pemerintah menunjukkan sikap yang tidak menghargai konstitusi maka tidak akan ada jaminan stabilitas politik dan Hukum di Indonesia,” ujarnya tegas.

Baca Juga:  Sumbang Ternak Untuk Modal, Komunitas Pedagang Sapi dan Kambing Dukung Gus Fawait Maju Pilkada Jember

‎Senada dengan Fadlulah, Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Syafaruddin menilai, manuver belasan pejabat di Aceh yang melawan karena dimutasi oleh Gubernur Zaini Abdullah merupakan langkah yang tidak baik.

S‎ebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), lanjut Syafaruddin, seharusnya para pejabat yang dimutasi tersebut sudah siap jika akan ditempatkan dimana saja dan kapan saja.

‎”Kami mempertanyakan perlawanan ini, waktu dilantik kenapa mereka tidak pertanyakan, alasan pencopotan tersebut. Di jajaran birokrasi itu sudah biasa sebagai bagian dari reformasi birokrasi dan alasan lainnya yang dipandang oleh Gubernur perlu, jadi tidak ada permasalahan, justru itu memperlihatkan bahwa mereka seakan tidak rela kehilangan jabatan,” ujarnya.

‎Syafaruddin mengingatkan bahwa sesuai dengan Sumpah Janji PNS, Pasal 26 UU Nomor 8 Tahun 1974, setiap PNS akan tunduk pada aturan yang berlaku dan setia pada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah. “Apa mereka sudah melupakan sumpah jabatan ini?,” katanya seraya bertanya.

Baca Juga:  Gelar Deklarasi, Pemuda Pancasila Sumut Dukung Pemilu Damai 2024

‎Ia melihat, pergantian pejabat tersebut menggunakan aturan yang sah, yakni UUPA. Oleh karena itu, yang perlu dipahami bahwa UUPA itu adalah UU Khusus bagi Aceh, sama seperti DKI Jakarta, Papua dan Yogyakarta.

Untuk itu, Syafaruddin menuturkan, hal ini perlu dijaga bersama oleh rakyat Aceh sepanjang pasal-pasal dalam UUPA tidak bertentangan dengan UUD 1945, terutama DPR Aceh yang selalu menyebutkan Kekhususan Aceh dalam permasalahan Qanun Bendera dan Lambang.

‎”Dalam UUPA juga tidak melarang bahwa Gubernur tidak boleh melakukan pelantikan pejabat, sama seperti pasal 74 UUPA yang menyatakan bahwa Perselisihan Pilkada di Aceh ke Mahkamah Agung, tetapi pasal tersebut tidak berubah dan masih dipakai,” katanya.

Ia menyampaikan, pihaknya dari awal telah meminta kepada Gubernur Aceh untuk menerapkan UUPA dalam setiap kebijakannya yang akan dibuatnya.

‎”YARA dari awal sudah mendorong dan menyarankan kepada Gubernur agar dalam hal pelantikan Pejabat di Aceh harus menggunakan landasan hukum UUPA, ketika ini dilakukan oleh Gubernur maka kami berkewajiban mempertahankan apa yang telah kami sarankan kepada Gubernur,” ungkapnya menambahkan. (DM)

Baca Juga:  KPU Nunukan Gelar Pleno Rekapitulasi Untuk Perolehan Suara Calon Anggota DPR RI

Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 422