HukumPolitik

Penetapan Tersangka Ahok Dinilai Sudah Benar

NUSANTARANEWS.CO – Anggota Komisi III DPR RI, Muhammad Syafi’i, mengungkapkan bahwa penetapan tersangka kepada Gubernur DKI Jakarta Non Aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sudah sangat tepat.

“Tapi yang jelas keputusannya sudah benar Ahok harus tersangka,” ungkapnya kepada wartawan di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Rabu (16/11).

Pasalnya, menurut Syafi’i, apa yang dilakukan oleh Ahok telah melanggar aturan yang tertera dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yakni Pasal 156a.

“Yang pasti setelah pemeriksaan, pemanggilan para saksi, pelapor dan terlapor, kemudian disimpulkan Ahok sebagai tersangka, saya kira itu memang seharusnya, karena kan apa yang dia lakukan itu melanggar delik KUHP,” ujarnya.

Politisi dari Partai Gerindra itu mengatakan, proses penetapan Ahok sebagai tersangka telah melalui tahapan-tahapan hukum yang sudah sesuai dengan harapan masyarakat. Bahkan, gelar perkara kasus itupun dilakukan beda dari biasanya.

“Seandainya ini dilakukan dari awal proses penyelidikan, saya kira kan prosesnya tidak akan sampai terjadi peristiwa tanggal 4 November 2016 dan dengan jadinya Ahok sebagai tersangka kita akan lihat proses selanjutnya,” kata Syafi’i.

Baca Juga:  Aliansi Pro Demokrasi Ponorogo Tolak Hak Angket Pemilu 2024

Ia juga menyebutkan, Pasal 156a KUHP yang disangkakan kepada Ahok berisi ancaman hukuman 5 tahun penjara. Kemudian, lanjut Syafi’i, akan timbul masalah baru, yakni apakah Ahok akan ditahan atau tidak selama menjalani proses hukumnya.

“Kemarin kan seakan-akan ada upaya agar Ahok tidak terjerat dengan pasal penistaan agama. Namun bagi saya, selama proses hukum itu berjalan dengan aturan-aturan yang ada, saya mengapresiasi proses yang ada,” ungkapnya lagi.

Di samping itu, Syafi’i pun mengkritisi rencana pihak Ahok yang sebelumnya akan mendatangkan ahli tafsir dari Mesir. “Kemaren kan ada gonjang ganjing itu karena seperti ada upaya tidak menghormati institusi kita dengan menghadirkan ahli tafsir dari mesir, padahal di kita juga ada Majelis Ulama Indonesia (MUI),” katanya. (Deni)

Related Posts

1 of 15