HukumPolitik

Peneliti LSI: Secara Yurisprudensi, Umumnya Kasus itu (Ahok) Berakhir di Penjara

NUSANTARANEWS.CO – Peneliti LSI Denny JA mengungkapkan dalam tulisannya bahwa spirit mengalahkan Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) itu sehat untuk demokrasi dan sebagai cara melanjutkan tradisi Good Governance (pemerintahan yang baik). Sebelumnya telah disebutkan bahwa bagi Denny JA, mengalahkan Ahok dalam pilkada 2017 adalah spirit politik yang dibolehkan dalam aturan main demokratis.

“Bagi yang tak suka Ahok, mereka bisa menafsir mengalahkan Ahok itu justru membuat demokrasi tambah sehat untuk dua alasan. Pertama, mengalahkan Ahok yang sudah menjadi tersangka itu melanjutkan tradisi good governance: best practises pemerintahan yang baik,” tulis Denny seperti dikutip dari laman go.shr.lc, Sabtu (26/11/2016)

Alasan kedua, lanjut Denny, ialah mengalahkan Ahok menghindari kemungkinan, sekali lagi menghindari kemungkinan kebohongan publik. “Mengapa? Karena pendukungnya mengkampanyekan Ahok sebagai Gubernur. Padahal jika terpilih, yang menjadi gubernur bukan Ahok tapi Djarot karena Ahok diproses hukum,” ungkapnya.

Sebagai tersangka, kata Denny, Ahok selalu mungkin diputus bersalah ataupun tak bersalah. Ada kemungkinan Ahok diputus bersalah, dipenjara dan tak bisa menjadi gubernur. Kemungkinan itu tidak NOL, bahkan besar.

Baca Juga:  Survei Prabowo-Gibran di Jawa Timur Tembus 60,1 Persen, Inilah Penyebabnya

“Melihat kasus penistaan agama, secara yurisprudensi umumnya kasus itu berakhir di penjara. Lihatlah mulai dari kasus Arswendo, Lia Eden, Tajul Muluk dan Antonius Bawengan. Bahkan dari perspektif hukum murni, yurisprudensi ini menyulitkan Ahok untuk lolos dari penjara, walau kemungkinan lolos penjara dari sisi hukum murni tetap ada,” terang Denny lagi.

Apalagi, sambungnya, jika faktor reaksi sosial ikut diperhitungkan oleh hakim. Bahkan tokoh sekelas Dien Syamsuddin sudah membuat pernyataan publik. Ia sendiri yang akan terjun memimpin perlawanan jika Ahok dibebaskan dari hukum.

“Bisa kita bayangkan, baru menuntut Ahok diadili saja bisa berkumpul sekitar satu juta manusia pada tanggal 4 November 2016 di Jakarta. Tak terhitung di daerah lain. Apa yang terjadi jika Ahok dibebaskan? Pastilah dibebaskannya Ahok tak pernah ditafsir sebagai “proses hukum murni” bagi mereka yang tak setuju. Di era social media, aneka fakta segera bercampur dengan gosip, opini bahkan fitnah. Celakanya, itu akan dipercayai oleh mereka yang memang mudah percaya,” paparnya.

Baca Juga:  Silaturrahim Kebangsaan di Hambalang, Khofifah Sebut Jatim Jantung Kemenangan Prabowo-Gibran

Denny menambahkan, besar kemungkinan gerakan yang lebih besar dan lebih liar akan muncul jika Ahok dibebaskan. Kepentingan bangsa yang lebih luas terancam oleh kasus seorang Ahok.

“Mengalahkan Ahok menjadi sehat karena menghindarkan Jakarta bahkan Indonesia dari kemungkinan serba salah itu. Juga menghindari “kebohongan publik” (sekali lagi diberi tanda kutip karena ia hanya seolah -olah kebohongan publik),” tegas Dennya lagi.

Dimana “kebohongan publiknya?”, tanya Denny. Di sini; mengkampanyekan Ahok menjadi gubernur. Padahal jikapun terpilih, selalu ada kemungkinan, sekali lagi, selalu ada kemungkinan yang menjadi gubernur adalah Djarot, bukan Ahok,  karena Ahok sedang diproses hukum dan tak bisa bertindak sebagai gubernur de facto ataupun de jure. (kiana/red-02)

Related Posts

1 of 10