Politik

Pemilu Masih Banyak Masalah

NUSANTARANEWS.CO – Pemilu Masih Banyak Masalah. Guru Besar Fakultas Hukum UI, ICW dan Perludem masing-masing memberikan sejumlah catatan tentang pelaksanaan Pemilu di Indonesia. Politik uang, pelanggaran hukum, gugatan Pemilu, kelemahan sistem, dan kampanye negatif merupakan deretan catatan hitam pelaksanaan Pemilu selama ini.

Data ICW , praktek politik uang pada 1999 terdapat 62 kasus, tahun 2004 113 kasus, tahun 2009 150 kasus dan pemilu tahun 2014 313 kasus. Artinya, tren tindakan politik uang atau money politic mengalami peningkatan dalam kurun waktu empat tahun sekali.

“Ini yang hanya kami temukan di atas kertas dan dokumentasi. Tentu faktanya lebih jauh,” kata Koordinator Divisi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz di Jakarta, Jumat (27/5/2016).

Adapun catatan hitam lainnya dari Pemilu selama ini berupa adanya manipulasi penerimaan dana kampanye dan manipulasi pencatatan belanja. “Dana kampanye di Indonesia perlu ditinjau kembali supaya pada laporan pertanggungjawaban kampanye ditulis secara benar dari dana yang diterima juga dikeluarkan oleh pihak setempat,” imbuhnya.

Baca Juga:  Jadi Pembicara Tunggal Prof Abdullah Sanny: Aceh Sudah Saatnya Harus Lebih Maju

Selain itu, Fariz mengutarakan usulannya agar dibentuk lembaga dan kewenangan khusus untuk melakukan pengawasan. Pintunya, kata dia lanjut bisa melalui kodifikasi Undang-undang Pemilu dan revisi UU Partai Politik. Hal ini sebetulnya pernah diucapkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo pada Februari lalu bersamaan dengan revisi UU Pilkada. Menurut Tjahjo, kedua UU tersebut perlu direvisi secara bersamaan untuk mempersiapkan Pilpres 2019.

(Baca juga: RUU Pilkada Mengendap di DPR).

Lebih lanjut, maraknya pelanggaran yang terjadi dalam Pemilu menjadi perhatian guru besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Topo Santoso. Banyaknya pelanggaran dan gugatan sengketa hasil Pemilu mengindikasikan telah terjadinya pelanggaran hukum dalam proses pelaksanaan pesta rakyat.

“Saya memberi dukungan draft ini bisa diterima oleh pemerintah,” ujar Topo.

Terjadinya pelanggaran dan gugatan sengketa Pemilu (Pilkada) menunjukan kelemahan pemerintah dalam menyelesaikan kasus. Topo memilih untuk menyerahkan urusan Pemilu atau Pilkada ke tangan pemerintah yang salah satu tugasnya ialah mensukseskannya.

Baca Juga:  KPU Nunukan Gelar Pleno Rekapitulasi Perhitungan Perolehan Suara Pemilu 2024

Dukungan kodifikasi UU Pemilu, revisi UU Pilkada dan revisi UU Parpol juga disampaikan direktur eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini. Dia lebih menekankan pada aspek kepatuhan dan penegakan hukum Pemilu. Hukuman bagi pelaku-pelaku tindak pidana Pemilu, kata dia harus tegas dan ada mekanisme efektif guna mencegah kejadian serupa terulang kembali. Menurutnya, kerangka hukum pemilu harus diatur sedetail mungkin untuk melindungi hak-hak sipil.

Baik ICW, Perludem maupun Topo Santoso membawa misi melakukan penyempurnaan terhadap sistem Pemilu di Indonesia dengan melakukan penggambungan empat Undang-undang (UU) terkait ke dalam satu UU, yakni UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu, UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum, UU Nomor 1 Tahun 2015 dan UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota (Pilkada). (L. Novita)

Baca juga: Membangun Politik yang Sehat.

Related Posts

1 of 3