EkonomiTerbaru

PB PMII Pertanyakan Perjanjian Pertamina-BSM Kalla Grup Soal LNG Bojonegara

NUSANTARANEWS.CO – PB PMII mempertanyakan sikap PT Pertamina (persero) yang dengan nekad menandatangani kesepakatan (head of agreement) dengan anak usaha Kalla Grup, yakni PT Bumi Sarana Migas/BSM soal projek Liquid Natural Gas/LNG (Gas Alam Cair) Bojonegara. Hal ini dianggap oleh PB PMII sikap ceroboh Pertamina sebagai perusahaan plat merah yang keuangannya didanai oleh negara.

“Hal ini tentunya berakibat fatal bagi Pertamina, bila asumsi yang dibangun adalah sebagai kebutuhan mendesak dalam pemenuhan kebutuhan gas bagi wilayah Jawa Barat dan sekitarnya. Pasalnya, kesepakatan yang dibangun dengan PT BSM memposisikan Pertamina sebagai pemegang saham minoritas. Tentunya hal ini akan membuat pertamina kehilangan kendali penuh dalam perjalanan projek tersebut dimasa mendatang,” ungkap Ketua Ketua bidang kajian energi dan sumberdaya mineral PB PMII, Lr. Zulkarnaen, Senin (10/10).

Ia menambahkan, seharusnya Pertamina dapat berhitung dengan matang dan cermat dalam projek bernilai USD$ 500 juta tersebut. Karena, lanjutnya, projek ini dianggap belum mampu sepenuhnya memenuhi kebutuhan daerah Jawa Barat dan sekitarnya dalam pemenuhan kebutuhan Masyarakat terhadap gas cair.

Baca Juga:  Bangun Tol Kediri-Tulungagung, Inilah Cara Pemerintah Sokong Ekonomi Jawa Timur

“Projek jangka panjang ini seharusnya dapat dihitung oleh pertamina sebagai jalan keluar dari permasalahan kebutuhan gas Cair yang dialami negara, bukan hanya sebatas ajang pemenuhan projek dan kepentingan segelintir kelompok tertentu, terlebih apabila ada intervensi dan desakan dari PT BSM sebagai penyodor tawaran projek tersebut,” ungkapnya.

Perlu diketahui, Pertamina telah meneken pokok-pokok kesepakatan (head of agreement/HoA) dengan PT BSM untuk membangun proyek senilai USD 500 juta pada 1 April 2015.

“Apakah projek ini telah final dikaji dengan seksama oleh Pertamina atau belum. Ini juga masih remang-remang. Mulai dari kajian feasibility study, kebijakan amdal dan lainnya. Ditambah bila Pertamina juga dipaksa menjadi penyerap hasil dari projek ini dalam volume tertentu, maka dapat dikatakan dengan jelas bahwa Pertamina tidak melakukan analisis resiko yang sesuai dengn standar Pedoman (standard operating procedure/ SOP) bagi Pertamina dimasa mendatang,” ucap Zulkarnaen.

Ada baiknya, tambahnya, pertamina sebagai perusahaan negara melakukan kajian ulang dalam projek LNG Bojonegara ini, mengingat projek tersebut bukanlah bagian dari masterplan perusahan berplat merah tersebut.

Baca Juga:  Wabup Nunukan Buka Workshop Peningkatan Implementasi Reformasi Birokrasi dan Sistem Akuntabilitasi Instansi Pemerintah

Bila Pertamina menginginkan solusi dari menjawab kebutuhan domestik masyarakat terhadap gas alam cair, sudah selayaknya Pertamina melakukan kalkulasi yang terukur sebelum menandatangani perjanjian projek tersebut, jangan sampai pertamina hanya membangun bangkai yang tak jelas arah dan tujuannya atas nama bangsa dan negara.

Sementara itu, Dirut Pertamina Dwi Soetjipto menyatakan, pihaknya tak mau mundur dari proyek ini karena terjadi defisit gas di wilayah Jawa Barat. Proyek terminal LNG ini semakin krusial karena sebagian besar aktivitas industri di Indonesia terpusat di Jawa Barat.

Pertamina memerkirakan defisit gas di Jawa Barat akan semakin membengkak jika tak segera dicarikan solusinya. Apabila pada 2013 defisit gas di Jawa Barat sebesar 349 MMscfd, maka pada 2020 diprediksi akan melebar menjadi 753 MMscfd.

Direktur Gas, Energi Baru dan Terbarukan Pertamina Yenni Andayani juga pernah mengatakan, PT BSM menawarkan kerja sama pembangunan LNG Receiving Terminal sejak awal 2014. Kemudian, dengan pertimbangan sejalan dengan rencana bisnis, Pertamina menyambut tawaran itu.

Baca Juga:  Bupati Nunukan Resmikan Ruang Baru SDN 002 Sembakung

“Bila memang alasannya adalah pemenuhan defisit kebutuhan masyarakat domestik terhadap gas alam cair, lalu apakah Pertamina sudah memperhitungkan secara matang segala aspek dari kontrak projek tersebut. Dalam hal ini pertamina harusnya mempertimbangkan dengan matang resiko resiko dalam perjanjian projek tersebut, ditambah lagi perusahaan yang digandeng pertamina dalam hal ini adalah perusahaan orang nomor 2 dinegara ini,” papar Zulkarnaen.

PB PMII sangat prihatin bila Pertamina hanya dijadikan sebagai alat oleh kelompok tertentu atas nama pemenuhan hajat hidup masyarakat luas. Maka sudah selayaknya pertamina perlu berbenah secara kebijakan. Jangan sampai niat baik pertamina hanya menjadi angin lalu bagi masyarakat luas.

“Apalagi anggaran yang digelontorkan untuk projek ini pun tak sedikit nilainya. Sebaiknya Pertamina berbenah, dan sudah saatnya masyarakar ikut memperhatikan dan mengawasi apa apa yang menjadi kebijakan Pertamina dimasa mendatang,” tutur Zulkarnaen. (Deni)

Related Posts

1 of 10