Berita UtamaOpiniPolitikTerbaru

Pancasila dan Kebangsaan (Bag. 1)

Pancasila dan Kebangsaan (Bag. 1)
Pancasila dan Kebangsaan
Dua istilah ini mengandung pengertian yang amat penting bagi kehidupan bangsa Indonesia, tetapi sekarang nampak diabaikan oleh bagian besar bangsa kita. Adalah kewajiban kita yang mempunyai rasa tanggungjawab atas masa depan bangsa untuk mengakhiri kondisi sekarang yang amat merugikan bangsa dan kembali menjadikan Pancasila dan Kebangsaan dua hal yang mendapat perhatian penuh dari masyarakat dan bangsa kita.
Oleh: Sayidiman Suryohadiprojo

 

Sebenarnya pemahaman Kebangsaan mendahului Pancasila dalam masyarakat Indonesia. Pada 28 Oktober 1928 dalam Kongres Pemuda II di Jakarta (waktu itu namanya masih Batavia ) para pemuda Indonesia menyatakan bahwa kita bertumpah darah satu Tanah Air Indonesia, berbangsa satu Bangsa Indonesia, dan menjunjung bahasa persatuan Bahasa Indonesia. Sejak itu terwujud Kebangsaan Indonesia.

Sedangkan Pancasila mulai dipahami setelah dikemukakan oleh Ir Sukarno dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada 1 Juni 1945 dan kemudian tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Dasar Negara RI. Namun sebagaimana dinyatakan oleh Bung Karno, beliau bukan pencipta Pancasila. Yang beliau lakukan adalah menggali akar-akar kehidupan bangsa untuk menemukan dasar-dasar yang tepat bagi negara dan bangsa yang akan diproklamasikan kemerdekaannya. Dari penggalian itu Bung Karno menemukan Lima Dasar yang beliau namakan Pancasila, yang kemudian beliau usulkan untuk menjadi Dasar Negara Republik Indonesia. Usul itu diterima dan setelah diadakan diskusi di antara para Pendiri Bangsa (The Founding Fathers of the Republic), Pancasila sebagai Dasar Negara RI dirumuskan sebagai : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.

Maka dapat dikatakan, meskipun Pancasila baru dikemukakan pada tahun 1945, hakikatnya ia sudah ada dalam akar-akar kehidupan bangsa Indonesia sejak permulaan zaman. Jadi sudah ada dalam kondisi belum tergali ketika Sumpah Pemuda dinyatakan pada tahun 1928. Kebangsaan Indonesia merupakan salah satu perwujudan Pancasila dalam kehidupan bangsa Indonesia yang merdeka.

Melihat nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, maka selain Pancasila itu Dasar Negara RI ia juga merupakan Jati Diri bangsa Indonesia. Sebab itu mengabaikan Pancasila dan Kebangsaan seperti yang sekarang banyak terjadi, sama dengan bangsa Indonesia menghilangkan hakikat eksistenisnya.

Baca Juga:  Membanggakan, Pemkab Pamekasan Kembali Raih Anugrah Adipura Tahun 2023

Kebudayaan Pancasila

Karena Pancasila diterima sebagai Dasar Negara RI, maka bangsa Indonesia harus hidup sesuai nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Tidak hanya penting bahwa Pancasila secara formal legal tercantum dalam setiap aspek kehidupan bangsa, melainkan tak kalah penting adalah bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi kenyataan dalam setiap aspek kehidupan bngsa Indonesia.

Bung Karno mengatakan bahwa Pancasila kalau diperas terus menjadi Gotong Royong. Maka kehidupan bangsa Indonesia harus mewujudkan Gotong Royong. Hakekat Gotong Royong adalah Kebersamaan, Kekeluargaan, atau Perbedaan dalam Kesatuan – Kesatuan dalam Perbedaan.

Dalam kehidupan Alam tidak ada dua mahluk yang sama. Bahkan anak kembar tidak sepenuhnya sama sekalipun dilahirkan dari ayah dan ibu sama. Akan tetapi mahluk yang beda itu tak dapat hidup sendiri, sejak lahir manusia perlu dibantu dalam kehidupan bersama dalam Keluarga. Manusia-manusia yang beda satu sama lain perlu hidup dalam kesatuan keluarga. Maka dalam kehidupan ada Kesatuan dalam Perbedaan. Namun di pihak lain, dalam Keluarga setiap anggotanya yang beda itu mengembangkan diri sesuai kondisinya masing-masing. Terjadi Perbedaan dalam Kesatuan.

Maka melaksanakan Pancasila dalam kehidupan berarti mewujudkan Gotong Royong, Kebersamaan, atau Kekeluargaan, yang berarti mewujudkan Perbedaan dalam Kesatuan – Kesatuan dalam Perbedaan. Inilah hakekat kehidupan bangsa Indonesia untuk mencapai Kebahagiaan dan Kesejahteraan Lahir Batin Dunia dan Akhirat, sesuai Jati Dirinya. Dan itu hakekat kehidupan Alam ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.

Itulah inti kebudayaan Pancasila yang selalu menunjukkan Harmoni atau Keselarasan antara Individu dengan Masyarakat di mana ia hidup. Hanya dengan Harmoni itu manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dapat mewujudkan dan mencapai Kebahagiaan dan Kesejahteraan lahir-batin .

Hal ini berbeda fundamental dengan kebudayaan hidup Manusia Barat setelah terjadi Renaissance atau Pencerahan di dunia Barat pada Abad Pertengahan. Renaissance melahirkan pendapat bahwa Individu-lah yang utama dan terutama di dunia. Individu adalah nilai tertinggi dalam kehidupan manusia dan segala sesuatu yang lain harus tunduk pada Individu. Pikiran ini melihat kebersamaan hanya sebagai sesuatu keperluan Individu, bukan sesuatu yang ada berdampingan dengan Individu. Pendapat Renaissance adalah bahwa dalam melaksanakan kehidupannya Individu bebas sepenuhnya berbuat apa saja untuk mencapai kehendaknya. Sifat serakah bukanlah hal yang harus dijauhi kalau memang dikehendaki Individu. Renaissance itu juga melahirkan Liberalisme atau pandangan bahwa kebebasan penuh berlaku untuk tiap Individu.

Baca Juga:  Aglomerasi RUU DK Jakarta

Ada yang mengatakan bahwa andai kata tidak terjadi Renaissance di Barat, kehidupan di sana juga tak banyak beda dengan Pancasila. Sebab cara hidup berdasar Pancasila itu yang paling sesuai dengan kodrat Alam. Sebab itu juga terlihat di masyarakat dunia yang bukan Barat, seperti Jepang dan banyak bangsa lain di Asia, yang umumnya melihat Individu bukan sebagai nilai tertinggi, melainkan ada dalam kesatuan hidup lebih luas yang memerlukan harmonisasi untuk hidup bersama.

Renaissance juga melahirkan Rationalisme yang mengutamakan Ratio atau Pikiran. Hal itu sangat mengembangkan kemampuan berpikir manusia Barat. Membuat mereka sangat mampu untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), jauh lebih mampu dari manusia di bagian lain dunia. Dengan itu manusia Barat mengembangkan kemampuan memproduksi aneka ragam benda dan alat dan membuat hidupnya lebih maju dan sejahtera. Dengan sikap yang dasarnya Individualisme dan Liberalisme manusia Barat menganggap wajar untuk menundukkan manusia lain dan mendominasi Dunia. Aggresivitas Barat mendatangkan Kolonialisme dan Imperialisme yang menekan masyarakat non-Barat dan memporakporandakan kehidupan mereka, termasuk tanah tumpah darah kita Indonesia.

Kemampuan manusia Barat mencapai kesejahteraan dan kekayaan serta mengungguli bangsa lain menimbulkan pikiran pada sementara manusia Indonesia bahwa untuk mencapai kemajuan manusia Indonesia juga harus punya kemampuan mengembangkan materialisme itu. Untuk itu tidak bisa lain, kata mereka, kita harus juga berpikir dan hidup secara Barat. Hal itulah salah satu sebab mengapa justru setelah Indonesia merdeka, kebudayaan Pancasila sukar berkembang dan malahan terjadi gerak mengabaikan nilai-nilai Pancasila.

Baca Juga:  Komut Tunjuk Plt Dirut, Bank UMKM Jatim Bergejolak

Akan tetapi perkembangan dunia Barat sejak permulaan abad ke 20 menunjukkan bahwa cara berpikir dan hidup Barat tidak hanya membuat masyarakatnya maju dan sejahtera, tetapi juga membuat dunia Barat saling menghancurkan. Setelah Barat menguasai seluruh dunia sikap serakah mendominasi dunia kehabisan obyek non-Barat dan mendorong untuk bersikap agressif terhadap sesama Barat. Bangsa-bangsa Barat yang memang sejak semula bersaing, makin meningkat persaingannya. Maka terjadilah Perang Dunia I dengan korban jutaan orang Barat di medan perang Eropa. Sekalipun para pemimpin Barat sadar akan besarnya kehancuran dan kematian dan mau mencegah terjadinya perang lagi, namun sikap agressif mereka tak bisa dibendung lagi. Tidak lebih dari 20 tahun setelah Perang Dunia I berakhir sudah pecah Perang Dunia II yang mengakibatkan korban yang jauh lebih besar karena teknologi militer makin meningkat kemampuanna. Senjata dan alat berperang makin mampu menimbulkan kehancuran dan kematian besar dengan puncaknya pada senjata nuklir.

Maka para pemikir Barat yang mempunyai rasa tanggungjawab akan masa depan bangsanya, menyadari bahwa ini semua tidak lepas dari cara hidup Barat dengan Individualisme-Liberalisme-Materialisme tanpa batas. Meskipun belum mengakui pentingnya Harmoni antara Individu dan Kesatuan, namun sudah banyak indikasi terjadinya perubahan dalam sikap hidup dan cara berpikir. Sekurangnya timbul kesadaran di Barat bahwa unggulnya Individu dengan kebebasan tanpa batas, perlu ditinjau kembali. Apalagi perkembangan ekonomi Barat setelah akhir abad ke 20 hingga kini menunjukkan kelemahan dalam kapitalisme yang tadinya dianggap serba unggul.

Dengan perkembangan demikian dalam masyarakat Dunia, maka kita yakin bahwa cara hidup dan berpikir berdasar Pancasila adalah jalan yang benar untuk mencapai kesejahteraan lahir bathin. Yang kita perlukan bukan beralih ke cara berpikir Barat, melainkan mengembangkan cara hidup berdasar Pancasila dengan kemampuan mendatangkan kesejahteraan lahir bathin lebih tinggi untuk jutaan rakyat Indonesia. Itu berarti bahwa Kebudayaan Pancasila harus mewujudkan Peradaban Pancasila yang tinggi bagi 250 juta rakyat yang menghuni Bumi Indonesia.(as/sayidiman.suryohadiprojo.com)

Related Posts

1 of 53