Berita UtamaEkonomiPolitik

Pakar: Di dalam ZEE, Tidak Ada Traditional Fishing Ground China

ILUSTRASI: Pulau Natuna, Kepri
ILUSTRASI: Pulau Natuna, Kepri

NUSANTARANEWS.CO – China harus tahu dan mengakui bahwa hak berdaulat Indonesia adalah berlandaskan pada Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan Landas Kontinen. ZEE adalah kawasan yang berjarak 200 mil dari pulau terluar. Di kawasan ZEE ini, Indonesia berhak untuk memanfaatkan segala potensi sumber daya alam yang ada, termasuk ikan. Sedangkan landasan kontinen adalah wilayah dasar laut dan juga tanah di bawahnya yang bersambungan dengan pantai di luar laut teritorial hingga kedalaman 200 meter atau lebih, sepanjang kedalaman kolom air laut di atasnya masih memungkinkan untuk dieksplorasi dan dieksploitasi. Sehingga, traditional fishing ground yang diklaim China di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah hal yang tidak benar.

Demikian kata pakar hukum laut internasional Profesor Hasyim Djalal seperti dilaporkan Antara, Jumat (1/7). “Zona Ekonomi Ekskusif Indonesia (ZEEI) sesuai dengan ketentuan hukum laut internasional. Di dalam ZEEI tidak ada traditional fishing ground China,” kata Hasyim Djalal dalam sebuah forum diskusi.

Baca Juga:  Peduli Sesama, Mahasiswa Insuri Ponorogo Bagikan Beras Untuk Warga Desa Ronosentanan

Untuk itu, ia mengingatkan bahwa dalam Konvensi PBB tentang hukum laut tidak muncul istilah traditional fishing ground, akan tetapi yang ada adalah traditional fishing rights.

Lebih lanjut, menurut Hasyim Jalal, traditional fishing rights harus dirumuskan dengan negara terkait yang memiliki zona ekonomi sehingga kedaulatan sumber daya dapat dimiliki. “Makanya konvensi hukum laut mengatur hak-hak atas zona ekonomi itu,” terang dia. Baca: Indonesia Harus Siap Perang Menghadapi Klaim Cina

Seperti diwartakan sebelumnya, China tercatat sudah tiga kali nelayan China dipergoki, dikejar dan ditangkap di perairan Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia karena mengeksploitasi kekayaan ekonomi perairan itu tanpa ijin resmi Indonesia. Setiap kali China selalu protes karena mereka menggunakan prinsip bahwa perairan itu adalah perairan perikanan tradisional mereka. Kasus terakhir, KRI Imam Bonjol-383 menangkap kapal ikan China ilegal, Han Tan Cou 19038, di Laut Natuna, Jumat (17/6) lalu, yang disertai kawalan kapal Penjaga Pantai China. Kasus terakhir ini berbuntut panjang. Pemerintah China menyampaikan protes resmi kepada pemerintah Indonesia atas insiden penembakan kapal nelayannya oleh kapal TNI Angkatan Laut di perairan Natuna, Jumat lalu. China mengklaim penembakan itu mengakibatkan salah seorang anak buah kapalnya luka. Informasi lain menyebutkan bahwa kapal-kapal nelayan milik negara komunis China itu di-backing kapal militer China (China Coast Guard) tiap kali melakukan aksi pencurian ikan di kawasan perarian Natuna. Baca juga: China Sudah Berani Klaim Perairan Utara dan Barat Laut Kepulauan Natuna. (Dieda/Red)

Related Posts

1 of 3,049