Ekonomi

Negara Tak Hadir, Kejahatan First Travel Diduga Libatkan OJK

Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng. (Foto: Ahmad Hatim/ NUSANTARANEWS.CO)
Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik
Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng. (Foto: Ahmad Hatim/ NUSANTARANEWS.CO)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Menyimak situasi saat ini, pengamat ekonomi Salamuddin Daeng menilai setelah diperas dengan pajak, kini untuk kesekian kalinya negara justru lalai terkait kasus First Travel. Bahkan ia menilai negara tidak hadir dan tidak bertanggungjawab dalam mengamankan rakyatnya dari kejahatan predator ekonomi dan keuangan. Baik predator nasional maupun global, kata dia.

“Bagaimana tidak? First travel adalah perusahaan travel besar dalam mengelola keuangan dalam jumlah sangat besar. Perusahaan ini memiliki jamaah umrah 70 ribu. Itu jumlah yang tidak kecil karena mencakup separuh dari jamaah haji Indonesia setahun,” ujar Koordinator Pusat Kajian Ekonomi Politik Universitas Bung Karno itu dalam keterangan tertulisnya, Rabu (23/8/2017).

Dari umrah saja, kata dia, perusahaan ini bisa mendapatkan Rp.1,5 triliun. Belum termasuk bisnis travel yang lain. Perusahaan juga melakukan investasi lain dalam mengelola keuangan mereka agar menghasilkan keuntungan besar. Keuntungan itu, sambungnya, ditempatkan di perbankkan atau investasi lainnya lagi yang berada di bawah pengawasan otoritas keuangan.

Baca Juga:  Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi UMKM, Pemkab Sumenep Gelar Bazar Takjil Ramadan 2024

“Jadi bagaimana mungkin otoritas keuangan seperti  Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bisa lalai dan tidak tau ada perusahaan travel super murah, memiliki aliran keuntungan sangat besar, dan bahkan konon katanya pembelian kursi  penerbangan yang sangat banyak,  perusahaan ini sanggup menopang saham Qatar Airline,” ungkap Daeng.

Kalau demikian, lanjutnya, semua otoritas keuangan di Indonesia ini benar benar buta, atau pura pura buta, tidak bisa bekerja, dan tidak memiliki kemampuan apa-apa atau pura-pura bodoh. Sementara orang awam sekalipun heran dengan tarif super murah First Travel. “Orang keuangan pasti juga heran dengan perkembangan pesat First Travel yang bagaikan dapat hujan uang dari langit,” ujarnya.

Ditambah lagi perusahaan diduga menggemukkan dana melalui skema bisnis keuangan yang tidak wajar. Maka menurut Daeng, sudah pasti otoritas keuangan mengetahui sinyal adanya skandal keuangan ilegal sangat besar dalam praktik bisnis First Travel.

Baca Juga:  Bupati Nunukan dan OPD Berburu Takjil di Bazar Ramadhan

“Kami yakin dengan nilai transaksi keuangan yang sangat besar, tak mungkin tanpa sepengetahuan otoritas jasa keuangan. Biasanya dalam kejahatan keuangan dengan nilai di atas ratusan milyar sering melibatkan otoritas pengawan jasa keuangan, seperti OJK,” sambung dia.

Sebagai informasi, sesuai dengan UU, OJK memiliki tugas dan fungsi antara lain membuat regulasi. Selanjutnya melakukan pengawasan dan menjatuhkan sanksi. Dan juga memungut iuran dari lembaga keuangan yang diawasinya.

“Pertanyaan, kemana saja OJK selama ini dalam menghadapi kejahatan keuangan yang dilakukan oleh First Travel. Tidak tahu atau pura-pura tidak tahu,” kata Daeng.  Karenanya, Daeng menyarankan agar pihak kepolisian yang  menangani kasus tersebut.

Pewarta/Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 16