Puisi

Naniura, Unte Pangir, dan Sitor Lalu Abadi di Toba Na Sae – Puisi Bresman Marpaung

SITOR LALU ABADI DI TOBA NA SAE
: tanah leluhur

katamu:
atas nama yang belum selesai
mari memanen angin
berisik di perang dua bambu
bergulut kawan kawin
di sisa satu kelambu
berhimpit mencari pertemuan lampau
meski tak mampu menjinakkan arus berlalu

kubilang mari mencari penari
sekencang tabiat mengkhusuk diri
memburu sembunyi mimpi
di sebelah  mekar  rambut padi
meski terguncang gantung bulir susu
bertangkai tak jadi-jadi

kini kemana pintamu dilayang angin
kemana penariku dipunah anai-anai
raib sebanyak rumpun-rumpun
lubang-lubang menganga menulis hampa

kaupun  menyendiri,
aku parasit lupa mantra pembelah diri
angin dan penari anani
gaib diumpan perangai
sebisik-bisik pemaksud tak pasti
bersaji jampi di ladang mati

baik kurayu boraspati
mengawinkan padi-padi
seberahi tarian pemiara dua taji
membuntingkan berani
dari tempatmu mengekalkan sepi
agar berguru aji melebihi kepalang janji
agar tak selalu dibelasah ani-ani

UNTE PANGIR

lonte bangir
tante nyinyir
tubuhmu ditungkup tabir
ruhmu ditangkap tubir
puih! puih  kusembur
cemburu hantu menjulur
gugur!
gugur!
ku uras sialmu jatuh dari empulur

yang bermimpi-mimpi mau permasuri
tangkas dipercik cemburu peri-peri
seorang gadis menanti nasib puteri-puteri
tapi ditangkal  jejal niat nakal satu laki-laki
byur! byur kupancur pangir, semerbak ngarai
melepuh hantu di pantat keladi
tertubalah kau peri-peri berambut keji
menyesal kau laki-laki tak berbulu jadi
byur, byur! hiras pangeranmu menjemput janji

lonte undur
tante uzur
tubuhmu menungging timur
ruhmu ditunggang hantu air
sembunyi menggantung umur
puih! dari cerobong perigi puih kubalur
pemburu dari langit tergodalah menggotong peti
gugur bebal jampimu, mesti gugur kululur
gugur!
ku uras ajalmu jatuh horas menimpa kubur

keterangan:
unte pangir (Batak toba): jeruk purut= citrus hystrix
uras (Batak Toba): menyucikan orang dengan memercikkan tubuhnya dengan jeruk purut
hiras (Batak toba) : berani, gembira, suka cita
pangir : pencuci diri
horas: selamat sejahtera

NANIURA

sebelum kempetai
mengiris kakek mentah-mentah
di pinggir danau toba
nenekku belajar meramu bencana
sejak matanya dapat memandang peristiwa belum jatuh
mengarak bakal kejadian di nampan lidah

rasa kecut tapi harum ini terhidang untuk berjaga-jaga
pendapat ketika kematian tiba: bangkai tak melulu sirna dilalap api
maut tak sia-sia jatuh abu di kalang bumi
nenek menggenang-genang duka dalam bumbu
tak perlu panggang meresapi kenangan lugu nasib hilang sesuatu
tak guna menangisi yang habis dilucuti saudagar zaman si mata biru
yang tersisa bangkai harus diramu seriuh decakan pukau
seperti kebanggaan warna porak-poranda dipusing ke putih suci

si Dai Nippon memang keparat. mengaku  Saudara tapi belagu
ikut-ikut menumpas sisik bapakku hingga tanpa baju
disuruh pulang dari gerbang sekolah zending  tak boleh jadi guru
nenek hilang tiga setengah tahun jadi jugun ianfu
semua peristiwa perih itulah diaduk-aduk sebagai bumbu
menyatukan tiap-tiap pengorbanan tak terasa pilu
mula-mula kami kenang diam-diam sebagai hakikat luka lampau
irisan sembilu sedap bersatu membubung kalbu

Pinggiran danau toba 2016

Keterangan:
Naniura adalah makanan khas tradisional batak biasanya berbahan dasar ikan mas. Diolah  tanpa dimasak, mirip sashimi jepang. Ikan mas tersebut ‘dimatangkan’ dengan perasan sejenis asam yang  di tanah batak disebut unte jungga. Setelah asam meresap sekitar 3-5 jam lalu ditambahi bumbu penyedap lain yang sudah digiling halus seperti kacang tanah, kemiri, jahe, lengkuas, bawang putih, bawang merah, kunyit, cabai, andaliman (shzechuan pepper) dan garam.

Bresman Marpaung
Bresman Marpaung

*Bresman Marpaung dilahirkan di  Pematang Siantar pada tanggal 15 April 1968. Lulusan Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin tahun 1992. Menggeluti  dunia sastra sejak tahun 1984.  Dua kali mengikuti Lomba Cipta Puisi tahun 1985,  Juara Harapan II pada Lomba Cipta Puisi dalam Rangka Hari Kemerdekaan RI, yang diselenggarakan oleh RRI Nusantara I Medan, Juara III pada Lomba Cipa Puisi TK SMTA se Sumatera-Aceh dalam rangka Bulan Bahasa Tahun 1985. Oleh Radio Mercuclan Martapura Kalimantan Selatan (kemudian berganti nama menjadi Bahana Nirmala) menjadi 15 Penyair Terbaik sepanjang Tahun 1988, dengan Dewan Juri bernama  Ajamuddin Tifani (penyair nasional asal Kalimantan Selatan). Puisi, cerpen, esai dan artikel pernah dimuat di Sinar Indonesia Baru, Bukit Barisan, Mimbar Umum, Taruna Baru, Majalah Dunia Wanita,  Analisa Medan, Medan Bisnis, Buletin Jejak FSB, Banjarmasin Post, Harian Cakrawala Makassar, Tabloid Lintas Gayo, Jurnal Sastra Santarang,  Serambi Indonesia, Harian Rakyat Sumbar, Majalah Suara HKBP, Suara Karya, Sumut Pos, Pikiran Rakyat, Tempo dan Kompas. Beberapa puisinya terhimpun dalam  Antologi bersama yaitu dalam Antologi 175 Penyair Dari Negeri Poci 6 dan Antologi puisi Dapur Sastra Jakarta berjudul “PALAGAN SASTRA”. Satu puisiku berjudul Empat Perkabungan Bersinggungan’ terpilih sebagai 39 Puisi Pilihan hasil seleksi 1.441 puisi pada Lomba Cipta Puisi Seni Indonesia Berkabung dengan Dewan Juri Joko Pinurbo, Gunawan Maryanto dan Dr Farouk HT yang akan dibukukan dalam Antologi Puisi Berjudul Di Bawah Payung Hitam. Pada bulan April lalu diundang oleh Majelis Kesenian Medan sebagai salah satu peserta Musyawarah Kesenian Kota Medan dengan Agenda Pemilihan Calon Anggota Dewan Kesenian Medan. Dua puisi saya baru dimuat oleh Harian KOMPAS pada Sabtu tanggal 4 Juni 2016 yang lalu. Saat ini bekerja sebagai PNS di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yaitu sebagai Kepala Seksi Tenurial dan Hutan Adat  pada Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Wilayah Sumatera di Medan. Ikut bergabung dalam Komunitas Omong-Omong Sastra Medan.

Related Posts

1 of 143