Politik

Mundurnya Presiden Korsel, Peringatan Penguasa Agar Tak Menyalahgunakan Kekuasaan

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pada Jum’at (10/03/2017) kemarin, Mahkamah Konstitusi Korea Selatan (Korsel) secara resmi mengukuhkan pemberhentian Presiden Park Geun-Hye yang dimakzulkan oleh parlemen. Atas keputusan tersebut, Park Geun-hye kemudian mundur dari jabatannya.

Park Geun-hey dimakzulkan parlemen Korsel karena dugaan keterlibatannya dalam skandal yang melibatkan teman dekatnya, Choi Soon-sil, yang telah didakwa dengan penyuapan dan korupsi karena diduga menekan perusahaan besar untuk memberikan uang sebagai imbalan untuk pemerintah.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon, mengungkapkan bahwa peristiwa ini agar dapat menjadi peringatan bagi setiap penguasa, termasuk penguasa di Indonesia, untuk tidak menyalahgunakan kekuasaannya. Apalagi ketika kekuasaannya digunakan untuk mendatangkan kepentingan bagi sebagian golongan dan juga pribadi.

Fadli Zon juga melihat bahwa meski menimbulkan guncangan, peristiwa di Korsel ini menunjukkan jalannya mekanisme demokrasi di negara tersebut. “Pengawasan, transparansi, dan penegakkan hukum dapat dilakukan terhadap siapa saja. Termasuk juga kepada Presiden sebagai penguasa. Hukum ditegakkan tanpa memandang status politik dan posisi,” ungkapnya kepada wartawan, Jakarta, Sabtu (11/03/2017).

Baca Juga:  JKSN Jatim Deklarasikan Dukungan Khofifah-Emil Dua Periode

Fadli Zon juga menyatakan bahwa fenomena bribe and extortion atau praktik yang lazim disebut dengan crony capitalism, sebagaimana yang menjadi pemicu mundurnya Park Geun-Hye, juga masih massif terjadi di negara-negara berkembang dan maju, termasuk juga di Indonesia.

“Misalnya saja jika kita lihat data yang dirilis The Economist, crony capitalism index di Indonesia masih sangat tinggi. Posisi Indonesia di tahun 2016 meningkat ke peringkat ke-7 di dunia dibanding di tahun 2014 pada posisi ke-8,” ujarnya.

Baca: Lautan Manusia Penuhi Kota Seoul Tuntut Presiden Korsel Lengser

Data tersebut, menurut Politisi dari Partai Gerindra itu, menggambarkan bahwa di Indonesia, praktik bisnis yang memanfaatkan pengaruh lingkaran kekuasaan negara masih cukup tinggi dan bahkan memburuk dalam dua tahun terakhir.

Fadli Zon menuturkan, meningkatnya praktik crony capitalism tersebut juga turut berkontribusi pada tingginya gap kesenjangan di tengah masyarakat Indonesia. Sehingga, meskipun terjadi pertumbuhan ekonomi, namun pertumbuhannya tidak inklusif, dan tidak ada pemerataan kesejahteraan.

Baca Juga:  Aglomerasi RUU DK Jakarta

Berangkat dari peristiwa di Korsel tersebut, Fadli Zon juga mengingatkan agar penguasa di Indonesia tidak menjalankan kekuasaannya di luar mandat yang telah digariskan konstitusi.

“Di era yang semakin terbuka, kontrol politik terhadap penguasa akan semakin kuat. Tidak hanya kontrol dari parlemen, namun juga pengawasan dari masyarakat luas,” katanya menegaskan.

Reporter: Rudi Niwarta

Related Posts

1 of 451