Cerpen

Mimpi Buruk Han – Cerpen Risen Dhawuh Abdullah

NUSANTARANEWS.CO – Pintu itu terlihat besar di mata Han. Ukurannya sekitar dua kali pintu pada umumnya. Di tengahnya terdapat ukiran yang megah. Ukiran penuh api. Han menjadi sedikit bingung, mengapa kayunya tidak terbakar. Ia juga tak ingat siapa kiranya yang telah membawanya ke hadapan pintu yang aneh.

Seorang berjubah hitam berjalan menghampiri Han. Han kaget karena sedari tadi ia tidak melihat gerak-geriknya muncul dari mana. Tahu-tahu ia sudah berjalan mendekatinya. Bentuk wajahnya tak begitu jelas, karena lingkar kepalanya hanya warna hitam yang ada. Persis seseorang yang diwawancarai di TV Karena terlibat suatu kasus kejahatan.

Han memandangnya khusyuk. Dilihatnya dari ujung kepala hingga kaki. Aneh! Pikir Han. Semuanya berwarna hitam. Han sungguh tak percaya. Ia memastikan kembali. Ternyata tetap saja hitam. Tubuh Han menjadi gemetar pertanda ketakutan. Apakah itu hantu? Tanyanya dalam hati.

Langkahnya dari tempat Han memandang terlihat pelan. Han tersentak. Tanpa diduga tangannya menepuk Han secepat kilat.

“Siapa kau?” Tanya Han sedikit takut sambil melirik tangan orang yang hitam pekat. Untuk sekian detik belum ada jawaban darinya.

“Hey, kamu apakan aku?” pekik Han lebih berani. Tangannya mencekik pundak Han, semakin kuat. Han mencoba memberi perlawanan. Tapi tak kuasa. Akhirnya tangannya enyah dari pundak Han. Sembari memegangi pundak yang sakit, Han bertanya kembali siapa ia. “Siapa kau?”

“Aku adalah malaikat yang diutus Tuhan untuk datang kepadamu dan menyuruhmu, agar kamu memasuki pintu ini. Sekarang masuklah!” Perintah orang yang mengaku malaikat utusan Tuhan.

“Aku tak percaya kau malaikat. Apa ada malaikat berwarna hitam? Setahuku malaikat itu bercahaya jika dipandang. Tidak seperti kau! Hitam! Pekat! Suram!”

“Sekarang kau masuk saja. Terserah kau mau percaya atau tidak bahwa aku malaikat. Itu urusanmu. Yang penting sekarang ini, turutilah apa yang dikehendaki Tuhanmu. Jangan membuat Tuhan murka atas ngeyelmu! Cepatlah masuk!”. Nada orang misterius itu menunjukan kekesalan. Han malah tertawa-tawa.

“Aku tak akan masuk. Sebelum kau menunjukan identitas aslimu.”

“Apa aku harus memaksamu dengan jalan kekasaran?”

“Dengan kasar pun, aku tak akan menuruti permintaanmu masuk pintu ini!”

Han benar-benar keras kepala. Pintu itu perlahan terbuka. Padahal tak ada seorang pun menyentuh pintu. Dari dalam memancar cahaya putih. Han tidak kuat menatap. Mendadak Han merasakan tubuhnya melayang. Seolah baru saja ada yang melemparnya. Beberapa saat kemudian ia pun sampai di suatu tempat.

Tempat itu banyak didapati pohon rindang yang kokoh berdiri. Ada bunga-bunga yang wanginya sewangi bunga Prancis. Juga kupu-kupu yang sedang terbang mencari cintanya. Danau yang jernih dan masih banyak lagi. Semuanya serba indah. Apakah ini surga? Gumam Han.

Masih dengan satu pertanyaan yang menguasai, Han dikejutkan oleh banyaknya perempuan cantik yang sedang mempertontonkan kecantikan tubuhnya. Begitu indahnya, melebihi tubuh perempuan eropa.

Han datang dengan mata hijau. Penuh nafsu. Otak cabulnya kambuh. Tanpa basa-basi lagi Han langsung menubruk salah satu dari mereka. Persis seekor singa yang lapar menerkam mangsangnya. Nafsu bejat Han sudah sampai ke ubun kepala. Han semakin di atas angin, tatkala perempuan yang didekati menurut saja ketika tangan-tangan liar Han membabi buta melepas satu persatu kain yang menempel di tubuhnya. Han semakin senang dan senang sambil berkata kepada perempuan itu, “Kamu cantik sekali.”

Tapi kesenangan itu hilang, setelah semua yang ada di sekelilingnya berubah menjadi api. Perempuan yang dipelukannya, di kepalanya kini terdapat api. Spontan Han mendorong hingga perempuan itu terjungkal jatuh. Batinnya mengumpat-umpat.

Perempuan tadi dengan wajah garang menghampiri Han dan langsung mencekik leher Han. Sambil membawa kapak yang di peroleh entah dari mana, lalu perempuan itu menyeret Han dan menggantung tubuh Han di sebuah tiang dengan rantai yang panas. Han menjerit-jerit kesakitan.

Tubuh Han semakin sakit, manakala perempuan itu mengarahkan kapak kepada dirinya. Tepat di kemaluannya. Han terus menjerit, bahkan berteriak-teriak.

Berkali-kali hantaman terjadi, sampai kemaluannya remuk tak berbentuk. Perempuan itu berhenti mengayunkan kapaknya. Tidak tahu sebab mengapa ia berhenti. Yang jelas di tubuhnya keluar tetes keringat. Tubuh vital Han perlahan kembali ke bentuk semula. Kapak itu melayang kembali. Dan begitu seterusnya. Kapak itu akan kembali melayang saat kemaluannya kembali ke bentuk asalnya. Pipi Han dibanjiri air mata yang mengalir begitu deras. Terus mengalir, tiada henti.

Belum puas memainkan kapak, di tangannya kini tergenggam cambuk yang berkilat api. Cambuk itu siap mendera Han. Sekarang parahnya lagi, Han tidak dapat berkata-kata. Itu artinya ia tidak bisa meminta tolong. Mulutnya benar- benar tidak bisa digerakan. Tubuhnya pun juga tidak mampu untuk bergerak.

Suara cambukannya tidak jauh berbeda dengan suara guntur yang sering mengguncang bumi dikala hujan. Telinga Han menjadi tuli akibat suara hempasan cambuk yang mendarat di tubuhnya. Air mata terus mengalir saja. Pipinya terus basah. Han hanya pasrah menahan sakitnya siksa.

Sesaat setelah puas mengayunkan cambuknya ke tubuh Han, perempuan itu pergi dan membiarkan tubuh Han menggantung di tiang. Walau siksaan sudah selesai, Han tetap saja menangis. Terus menangis. Terus berteriak. Tak henti. Tubuhnya sampai mendidih terkena panas api yang membakar sekelilingnya.

Pipinya tumbuh rambut karena terus menerus tersiram air mata. Pun membasahi tanah sekelilingnya. Semakin banyak, terus mengalir kemana-mana. Han sedikit beruntung. Air matanya bisa sedikit memadamkan api yang berkobar di sekitarnya. Lambat laun air mata terkumpul menjadi sungai-sungai. Namun air matanya sekarang berubah menjadi merah. Tampaknya itu bukan lagi air mata, tapi darah. Ya, Han menangis darah. Volume cairan yang keluar dari mata Han sangat banyak sekali. Kombinasi air mata dengan darah. Karena saking banyaknya, kapal pun sanggup mengambang.

Disaat itulah, seorang berpakaian putih bersinar muncul dari balik api. Orang itu berjalan menghampiri Han dengan wajah penuh kesucian. Han hanya bisa bergumam ; kenapa istriku berada di sini? Apakah ia termasuk orang yang mempunyai banyak dosa?

Keajaiban terjadi. Mulut Han kembali berfungsi normal. Han sedikit gembira.

“Kenapa kau di sini?”

“Aku sungguh kecewa denganmu! Sekarang aku puas melihat kondisimu setelah disiksa. Itulah imbalan yang pantas untuk orang yang suka bermain perempuan. Itulah imbalan yang pantas untuk orang yang suka membuat istrinya menangis. Itulah kepantasanmu sekarang!”

Han betul- betul tak mengenali istrinya yang lembut perangainya. Istrinya telah berubah seratus delapan puluh derajat.

“Jangan pergiii…”

Istri Han tak mempedulikan. Ia terus berjalan meninggalkan suaminya penuh kekecewaan.

“Lailaaa…”

Lalu, Han tergeragap. Nafasnya tak karuan. Laila menghampiri Han. Ia duduk di pinggir ranjang, memandang suaminya yang sekujur tubuhnya dipenuh keringat.

“Ada apa, Mas?” Tanya Laila penuh kelembutan.

Han meraih tubuh Laila dan mendekapnya. Laila bertanya- tanya ada apa kiranya suaminya tiba- tiba memeluknya.

“Barusan aku mimpi buruk.”

“Mimpi apa, Mas?”

“Mimpi disiksa di neraka. Di sana aku diceritakan sebagai lelaki yang suka bermain perempuan dan sering membuat kamu menangis.”

“Astagfirullah…”

“Aku sama sekali tidak seperti itu.”

“Itu hanya mimpi, Mas. Juga peringatan untuk, Mas. Laila percaya, Mas tidak akan melakukannya semua itu.”

Han kemudian termenung. Merenungi mimpinya. Sementara Laila tenggelam dalam dada Han.

 

Risen Dhawuh Abdullah
Risen Dhawuh Abdullah

Bantul, 12 Agustus 2016

*Risen Dhawuh Abdullah, lahir di Sleman pada 29 September 1998. Sedang menuntut ilmu di SMA N 2 Banguntapan. Beberapa karyanya tersiar dibeberapa media cetak dan online. Pelajar yang suka membaca dan menulis cerpen ini tinggal di Bantul, Yogyakarta. Hp: 087738234353

Related Posts

1 of 49