Khazanah

Menyapa Tawa Masyarakat Jawa Timur Melalui Kesenian Ludruk

NUSANTARANEWS.CO – Jika Betawi memiliki kesenian Lenong, begitu juga di Jawa Tengah ada Ketoprak, maka di Jawa Timur punya Ludruk. Ludruk merupakan salah satu pentas kesenian tradisional khas Jawa Timur.

Tak hanya mampu memecah gelak tawa, Ludruk juga mampu menjadi media untuk mempererat kesatuan warga Jawa Timur.

Dalam sejarahnya yang panjang, kesenian Ludruk turut mewarnai perkembangan sejarah di Indonesia.  Dilihat dari akar historisnya, kesenian ini lahir dari bentuk perlawanan kaum kelas bawah (proletariat) terhadap kekuasaan penjajah.

Sebelum Indonesia merdeka, pertunjukan ludruk menjadi media propaganda yang efektif untuk melawan tirani.

Dengan model penyajian drama monolog yang satir, pertunjukan kesenian Ludruk terus digandrungi oleh masyarakat Jawa Timur. Bahkan kesenian ini menjadi media bagi masyarakat Jawa Timur untuk menertawakan kehidupan dan kondisi bangsa.

Era 1970-an, pertunjukan Ludruk pernah dibredel karena dinilai terlalu tajam mengkritik pemerintah. Sekalipun demikian, kondisi tersebut tak menyurutkan kesenian khas Jawa Timur ini untuk berhenti berkarya.

Ludruk memiliki karakateristik dialog yang bersifat menghibur. Tak heran jika kesenian tradisional ini begitu sangat digemari. Dengan menggunakan joke-joke khas masyarakat akar rumput, kesenian Ludruk terus eksis sampai saat ini. Sekalipun kenyataannya, banyak anak muda sekarang yang memilih berpaling dari khazanah kesenian tersebut.

Umunya Ludruk menggunakan bahasa Jawa dengan logat khas Suroboyoan. Melalui bahasa yang lugas dan nyentrik, membuat Ludruk mudah dicerna oleh semua kalangan, baik intelektual maupun masyarakat kecil.

Bagi warga Jawa Timur sosok-sosok seperti Cak Kartolo, Bagio, Kirun, dan Cak Kolik adalah deretan nama-nama yang begitu terkenal di sana. Cak Kartolo misalnya, ia adalah sosok yang sangat peduli terhadap eksistensi keberadaan Ludruk.  (Romandhon)

 

Related Posts

1 of 3,050