HukumPolitik

Meninjau Ulang Statemen Ahok

NUSANTARANEWS.CO – Pernyataan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)  bahwa memilih atas dasar agama adalah tindakan melawan konstitusi sangat tak kondusif di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara. Pernyataan yang dikutip sejumlah media itu jelas bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila, di mana di dalamnya menyebutkan Indonesia adalah negara yang berasaskan ketuhanan. Artinya, beragama adalah hak warga negara yang dijamin oleh konstitusi.

Basuki tidak bisa mendikte keyakinan warga negara. Ia juga tak boleh mencampuri keyakinan orang lain yang berbeda. Inilah wujud nyata bahwa Pancasila memang telah diabaikan, tidak dijadikan sebagai landasan berpikir dan bertindak.

Di sini kita perlu merekonstruksi ulang definisi Pancasila. Sudah saatnya Pancasila jangan lagi dipahami sebagai sekedar kaidah moral individual dengan berbagai penafsiran yang justru menghilangkan tujuan dari didirikannya negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila harus mulai dibaca dalam kesatuannya dengan Pembukaan UUD 1945. Bila Pancasila dicopot dari kesatuannya dengan Pembukaan UUD 1945, maka otomatis terputus dari konteks historis tujuan perjuangan bangsa Indonesia.

Baca Juga:  WaKil Bupati Nunukan Buka Musrenbang Kewilayahan Tahun 2024 Pulau Nunukan dan Pulau Sebatik

Reformasi merupakan pelajaran yang bagus untuk memahami arti dicopotnya Pancasila dari kesatuannya dengan Pembukaan UUD 1945 sebagai sebuah dasar tujuan didirikannya NKRI. Sehingga sekarang dapat kita saksikan bahwa Reformasi telah kehilangan arah dan tujuan karena telah terlepas dari kesatuannya dengan pembukaan UUD 1945. Padahal Pembukaan UUD 1945 belum pernah diubah sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia sesungguhnya belum pernah menjalankan Pancasila secara utuh dan konsekuan. Sekali lagi perlu kita tekankan bahwa bangsa Indonesia belum pernah menjalankan Pancasila secara utuh dan konsekuan sebagai satu kesatuan yang utuh dengan Pembukaan UUD 1945.

Kini sudah saatnya kita mulai memahami Pancasila sebagai dasar negara yang mengatur perilakunya negara. Pancasila mengatur “budi pekerti”nya negara, yang terimplementasi dalam praktek dan kebiasaan bertindak para penyelenggara negara. Sehingga rakyat bisa melihat Pancasila melalui perilaku para aparaturnya dalam menjalankan pemerintahan. Dengan kata lain, bukan tugas rakyat untuk menjalankan perintah Pembukaan UUD 1945, sebagaimana yang tercantum dalam alinea keempat, “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejateraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawatan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Baca Juga:  DPC PDIP Nunukan Buka Penjaringan Bakal Calon Kepala Daerah Untuk Pilkada Serentak 2024

Nah, bila wujud nyata Pancasila bisa disaksikan dan dirasakan langsung oleh rakyat, maka rakyat pasti akan mengikuti dan menjalankan budi pekerti Pancasila sebagaimana yang dicontohkan oleh negara.

Bila para aparatur negara, atau para penyelenggara negara tidak menjalankan “budi pekerti” Pancasila atau dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat tidak sesuai dengan perintah pembukaan UUD 1945, maka boleh dikatakan mereka adalah anti Pancasila.

Jadi, sudah saatnya rakyat sadar bahwa Pancasila itu memang wajib dijalankan sesuai dengan perintah pembukaan UUD 1945 sebagai satu kesatuan yang utuh tidak terpisahkan dengan Pembukaan UUD 1945. Dan bila ada aparatur negara atau penyelenggara negara yang tidak menjalankan “budi pekerti” Pancasila dimaksud, mereka bisa digolongkan sebagai antek-antek penerus PKI dan kaum imperialis yang ingin menghancurkan dasar negara NKRI, Pancasila.

Apabila hal ini terus didiamkan dan berjalan, jangan salahkan rakyat bila kemudian marah menuntut haknya sebagai warga negara yang harus dipenuhi oleh penyelenggara negara sebagaimana perintah Pembukaan UUD 1945. Dan jangan salahkan rakyat pula bila suatu saat memutuskan sendiri kepentingannya melalui referendum sebagaimana rakyat Inggris menentukan masa depan negaranya melalui Brexit. Pertanyaannya, apakah rakyat Indonesia harus memilih melalui referendum untuk kembali ke UUD 1945?

Baca Juga:  Masuk Cagub Terkuat Versi ARCI, Khofifah: Insya Allah Jatim Cettar Jilid Dua

Penulis: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 110