Pengantin Rokok Dan Kopi
Sepanjang usiaku hanya untuk mengawinkan
sepuntung rokok dan segelas kopi
tak perlu di ruang megah maupun di pesta istemewa
di rentetan meja-meja sunyi kupun luarbisa
Maharnya tak perlu emas ataupun permata
cukup seperangkat rasa hadirkan nikmat pada puncak lidah
Dimana saja diriku menjadi penghulu, di liang sepi pun itu
sebab hanya mulut yang memesona menyatukan cinta keduanya
ijab-kabul tak usah melatih ucap bicara arab cukup legit kata dan puisi
telah mengenang ruap kopi dan asap rokok pada gelambir bibir hitam
kutub, yogyakarta, 2016
Menikmati Kopi
Serbuk-serbuk malam kurendam dalam gelas kopi
dengan hati-hati hati mengaduk sampai kental rasa
merebak dalam jiwa menyingsingkan selengan ilham
Lalu dalam angan mulai kuperah kata dari dedak imaji
sampai menggenang bahasa meluberkan genangan puisi
di lepek pada secangkir kopi
Di dalam hati jauh rindu menepi
dan pada pucuk bibir tak henti-henti mencecapi
sampai gelas kopi surut menyisipkan dedak waktu yang kian larut
kutub, yogyakarta, 2016
Maulid Nabi (1)
Mengenangmu tidak cukup setalam buah-buhan
tetapi seember air air mata tumpah kebibir kering
melemaskan lidah hatiku melafalkan solawat kepadamu
setelah surut air mata bernostalgia denganmu kusimak wajah malam
berobor bintang bulan dengan nur berlayar di samudera langit
menaburkan serbuk-serbuk kudus hatimu di malamku.
cabeyan, 2016
Maulid Nabi (2)
Kini di radio hatiku tak kuputar lagu sendu
selain senandung rindu
Dan berdentam solawat akbar kepadamu
lalu ada yang gugur dari langitku
anak-anak air mata mulai
melukis kenangan luka jiwamu dahulu
dengan keistimewaan taman jannah menanti
Duh, Muhammadku
Jika kawanku menggemari artis-artis di dalam televisi
kuidolakan perjuanganmu sebagai penabur permata hati.
cabeyan, 2016
Cincin Hujan
Serupa lepas cincin, hujan luruh dari jari langit kelabu
lalu becek di lantai musim di udara petir kecil bergeluduk
Bagai denting gitar di petik katak-katak
dalam kegaduhan angin di dekapan dingin
Lalu tiba hujan rehat di langit, di imaji kuyup kata-kata melingkar
serupa cincin puisi yang kelak kupasangkan ke telunjuk hatimu.
Cabean, 2016
Norrahman Alif, lahir di Sumenep, 01 Mei 1995. Menulis puisi, esai, dan keritik sastra. Dan kini bergit di Lesehan Sastra Kutub Yogyakarta. Email: [email protected].