Mancanegara

Mencoba Memahami Perang Yaman

Mencoba Memahami Perang Yaman

NUSANTARANEWS.CO – Mencoba memahami Perang Yaman. Kelompok perlawan Houthi kini semakin mencuat dalam percaturan politik internasional terkait konflik di Yaman. Seperti diberitakan bahwa awal mula konflik terjadi ketika pimpinan Houthi, Abdulmalek al Houthi yang didukung ribuan demonstran turun ke jalan menuntut pemerintah Yaman yang dipimpin presiden Abedrabbo Mansour Hadi untuk membatalkan pencabutan subsidi BBM pada bulan Agustus 2014 lalu.

Al Houthi mengultimatum akan menggulingkan pemerintahan Yaman bila tetap ngotot mencabut subsidi BBM. Seperti dilaporkan Antara News, bahwa pemerintah Yaman mencoba mengembalikan sebagian subsidi bahan bakar minyak yang sebelumnya sempat dicabut untuk meredakan serangkaian demonstrasi anti-pemerintah yang mulai menimbulkan instabilitas.

Ketegangan antara kelompok Houthi melawan presiden Hadi kemudian disa diredakan setelah tercapainya kesepakatan damai lewat mediasi petugas PBB untuk Yaman, Jamal Benomar. Hadi juga mengundang kaum Houthi untuk duduk dalam pemerintahan persatuan nasional. Juga presiden Hadi mengajukan syarat, semua kelompok Houthi agar ditarik dari ibukota Sanaa agar tuntutan dipenuhi.

Baca Juga:  Keingingan Zelensky Meperoleh Rudal Patriot Sebagai Pengubah Permainan Berikutnya?

Sebagai informasi Kelompok Houthi berperan besar dalam penggulingan presiden Ali Abdullah Saleh dan naiknya wakil presiden Mansour Hadi menjadi presiden baru Yaman. Tidak mengherankan bila dalam gerakannya, Al Houthi juga menuntut pemerintah untuk lebih proporsional dalam pembagian kekuasaan dengan mengakomodir perwakilan kelompok etnis, religius dan komunitas dalam pemerintahan.

Namun konflik kembali pecah bulan Januari 2015 saat presiden Hadi mengumumkan rancangan konstitusi baru untuk membentuk enam kawasan federasi Yaman. Langkah pemerintah ini dipandang oleh kelompok Houthi sebagai upaya melemahkan mereka. Tapi Presiden Hadi tetap ngotot dengan rencananya, yang akhirnya kembali memicu konflik terbuka dengan kelompok Houthi.

Konflik akhirnya dimenangkan oleh kelompok Houthi yang dalam waktu singkat bisa menguasai sebagian besar wilayah Yaman dan merebut ibukota Sanaa pada Februari 2015. Presiden Hadi kemudian mengungsi ke Aden dan kemudian menuju ibukota Arab Saudi, Riyadh. Kelompok Houthi bahkan kemudian berhasil merebut pusat kota Aden, kubu pertahanan terakhir presiden Hadi yang didukung oleh koalisi Arab dibawah pimpinan Arab Saudi.

Baca Juga:  Belgia: Inisiatif Otonomi di Sahara Maroko adalah Pondasi Terbaik untuk Solusi bagi Semua Pihak

Keberhasilan kelompok Houthi dalam waktu singkat menguasai Yaman, tidaklah mengherankan bila kita mengenal tradisi dan kearifan lokal masyarakatnya yang merupakan pengikut mazhab Syi’ah yang sudah berakar sejak ribuan tahun lalu. Gerakan Houthi sendiri, sejak awal berdirinya pada awal 1990-an oleh Hussein Badr-al Din al Houthi, visi gerakannya lebih kepada bidang pendidikan dan kebudayaan bagi generasi muda Yaman.

Gerakan pendidikan dan kebudayaan itu kemudian berubah menjadi gerakan bersenjata, setelah pendirinya Hussein al Houthi terbunuh oleh serdadu yang dikirimkan presiden Ali Abdullah Saleeh pada tahun 2004. Ketika itu kaum Huthi mendukung aksi protes terhadap presiden Saleh di sebuah mesjid di Sanaa. Kaum Houthi juga berperan besar dalam gerakan yang menumbangkan presiden Saleh pada 2011.

Para analis politik dari Amerika menyebutkan, sebetulnya kaum Houthi ingin agar Presiden Abedrabbo Mansour Hadi membagi kekuasaan secara proporsional dalam pemerintahan nasional. Di samping diberikannya otonomi yang lebih luas bagi kawasan Saad di utara Yaman. Tapi sikap ngotot presiden Mansour Hadi yang didukung pemerintah Arab Saudi malah memicu terjadinya konflik bersenjata di Yaman. (Banyu)

Related Posts

1 of 3,061