Berita Utama

Mencegah Menjadi Negara Vassal (Bag. 1)

Oleh: Sayidiman Suryohadiprojo

Pengertian

Yang dimaksudkan dengan Negara Vassal adalah satu negara yang secara formal merdeka dan berdaulat tetapi dalam kenyataan tunduk kepada negara lain yang bersifat sebagai semacam Negara Induk. Mungkin ada yang menyebutnya Negara Boneka, tetapi bentuk ini sebenarnya lebih rendah dari Negara Vassal. Secara halus sekarang juga dinamakan anggota dari satu Persemakmuran ( Commonwealth) seperti masih ada Persemakmuran Brittania (British Commonwealth). Namun dalam pengertian Persemakmuran ada hubungan masa lalu antara Negara Induk dan Negara Anggota, yaitu Persemakmuran adalah perkembangan dari satu Imperium (British Empire) dengan memberikan otonomi luas kepada bagian-bagian Imperium itu sehingga secara formal ada yang menjadi negara merdeka dan berdaulat. Keterikatan antara Induk dan Bagian dipelihara melalui faktor sejarah dan hubungan rasial. Maka dibanding dengan Negara Vassal satu Negara Anggota Persemakmuran lebih tinggi derajatnya. Kanada dan Australia dalam Persemakmuran Inggeris lebih mempunyai hakikat kemerdekaan dari pada Polandia dan Hongaria terhadap Uni Soviet di masa Persekutuan Blok Komunis yang rontok setelah tahun 1991. Polandia dan Hongaria dalam Blok Komunis lebih cocok dengan arti Negara Vassal. Secara resmi mereka negara merdeka dan berdaulat, tetapi secara nyata tak dapat lepas dari pengendalian oleh Uni Soviet sebagai Negara Induk. Baru setelah Uni Soviet rontok dan Blok Komunis bubar bekas negara anggota Blok Komunis seperti Polandia, Hongaria dll berubah menjadi negara2 yang merdeka dan berdaulat sepenuhnya

Bahaya jadi Negara Vassal

Karena karakteristik NKRI dan bangsa Indonesia maka sejak dahulu kala selalu ada negara-negara yang ingin menjadikan Indonesia sebagai Negara Vassalnya. Potensi aneka ragam Sumberdaya Alamnya, baik dillihat dari keragaman maupun kualitasnya, merupakan sifat Indonesia sejak dahulu kala dan hingga kini pun masih berlaku. Sifat dan jumlah manusia yang menjadi penduduk Indonesia pun amat menarik negara lain untuk menjadikan Indonesia Negara Vassalnya, Dan tak kalah pentingnya adalah faktor geografi yang melekat pada Indonesia, seperti bentuknya sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan pulau-pulau besar serta lautan yang menghubungkannya. Dan Indonesia sebagai Posisi Silang yang terletak antara dua Benua, Asia dan Australia, dan dua Samudera, Pasifik dan Hindia. Karakteristik obyektif ini benar-benar amat mendukung bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk menjadi kuat dan berwibawa secara internasional. Akan tetapi itu hanya mungkin kalau NKRI dipimpin dan dikelola secara benar dan bermutu oleh putera-puterinya. Kalau tidak ada kemampuan untuk mengembangkan kepemimpinan dan pengelolaan yang memadai, maka Indonesia jadi amat menarik bagi negara-negara lain yang berambisi meluaskan kekuasaannya di Dunia.

Baca Juga:  WaKil Bupati Nunukan Buka Musrenbang Kewilayahan Tahun 2024 Pulau Nunukan dan Pulau Sebatik

Sebab itu sejarah Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia merupakan kekuatan yang penting di Dunia ketika kerajaan Sriwijaya dan Majapahit mampu mengembangkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektif. Akan tetapi adalah satu hal yang tak dapat dihindarkan adalah bahwa segala hal di alam ini ada saat berakhirnya. Kehebatan Sriwijaya dan Majapahit pun mengalami saat akhir tanpa ada gantinya yang memadai setelah itu. Maka sejak awal abad ke 16 Indonesia dijajah dan dikuasai sepenuhnya oleh bangsa-bangsa asing. Baru pada pertengahan abad ke 20 bangsa Indonesia berhasil keluar dari penjajahan selama 300 tahun itu ketika pada 17 Agustus 1945 Soekarno dan Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia menyatakan Proklamasi Kemerdekaan. Kemerdekaan itu kemudian masih harus diperjuangkan selama lima tahun untuk benar-benar tegak dan kedaulatan negara baru diakui oleh bangsa-bangsa di dunia. Berdirilah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meluas sepanjang khatulistiwa dan besarnya hampir menyamai wilayah benua Eropa. Sebab itu orang mengatakan bahwa Indonesia adalah satu Benua Maritim yang tiada duanya di dunia.

Namun dua faktor yang telah disebut sebelumnya, yaitu Kepemimpinan dan Pengelolaan, tetap berlaku untuk dapat tumbuh berkembang sebagai negara yang kuat berwibawa secara nasional dan internasional serta dapat menciptakan kehidupan yang tenteram damai, maju dan sejahtera bagi rakyatnya. Syarat penting itu juga dihadapi bangsa Indonesia pada abad ke 21 ini. Nampaknya Indonesia sejak akhir abad ke 20 mengalami keadaan yang menunjukkan lemah kepemimpinan. Sejak berakhirnya pemerintahan Presiden Suharto terjadi apa yang dinamakan Gerakan Reformasi. Gerakan ini pada mulanya mendapat dukungan luas karena dianggap perlu untuk mengakhiri praktek-praktek tertentu dari pemerintahan Suharto yang merugikan perkembangan bangsa. Sebab itu Reformasi ada manfaatnya kalau dapat meningkatkan pelaksanaan yang lebih luas dan bermutu dari Pancasila sebagai Dasar Negara. Akan tetapi terbukti para pemimpin yang menggerakkan Reformasi tidak mampu menjalankan kepemimpinan yang cukup bermutu. Maka Reformasi malahan dapat “dibajak” pihak-pihak yang ingin menguasai Indonesia, khususnya yang bersumber dari AS. Maka terjadi perkembangan yang malahan menjauhkan Indonesia dari Pancasila. Keberhasilan para pembajak untuk mengamandemen UUD 1945 empat kali adalah satu contoh.. Sejak itu bangsa Indonesia diatur oleh satu konstitusi yang berantakan, Pembukaan masih tetap seperti yang asli dan berisikan Dasar Negara Pancasila tetapi Batang Tubuhnya berisi fasal-fasal yang bertentangan dengan Pancasila. Hal ini luas akibatnya bagi Indonesia sehingga makin rawan untuk dikendalikan sebagai Negara Vassal.

Baca Juga:  Gandeng Madani Institute Singapura, UNIDA Gontor Gelar Pengabdian Kolaborasi Internasional

Hal lain yang menjadikan bahaya Negara Vassal makin nyata adalah kehadiran kekuatan-kekuatan luar negeri yang berambisi menguasai Indonesia. Perkembangan di Asia dan Dunia menunjukkan bahwa di samping AS yang sejak keunggulannya dalam Perang Dingin berambisi menjadikan seluruh umat manusia dan Dunia mengikuti dan menjalankan kehendak AS, China sejak tahun 1979 telah berkembang sebagai kekuatan politik-ekonomi-militer yang makin andal. Dan dengan kemampuannya yang andal makin kuat ambisinya untuk meluaskan pengaruh dan kuasanya. Hal itu sudah terbukti dari kegiatan China di Afrika dan Amerika latin yang membuatnya makin berpengaruh di dua wilayah itu . Dan sekarang juga dengan usaha untuk menguasai Asia Timur dan Tenggara yang dengan sendiri mencakup Indonesia dengan segala karakteristiknya yang menguntungkan.

Di samping AS dan China kekuatan yang nampak ingin menjadikan Indonesia bagian dari satu ambisi politik yang besar adalah golongan-golongan Arab yang ingin menghidupkan kembali satu Khilafah Islam semacam Khilafah Utsmania di masa lampau. Kemungkinan besar kekuatan finansial yang timbul dari minyak merangsang timbulnya ambisi ini. Mereka melihat Indonesia dengan umat Islam terbesar di dunia sebagai peluang untuk meluaskan pengaruh dan wibawa mereka di Asia Tenggara.

Kondisi yang memperkuat Bahaya

Kondisi masyarakat dewasa ini serta sifat manusia Indonesia sangat memperkuat bahaya ini. Manusia Indonesia yang punya potensi kecerdasan cukup tinggi membuatnya fleksibel menghadapi berbagai keadaan dan mudah menerima sesuatu dari luar. Dalam sejarah itu dibuktikan dengan masuknya semua agama ke Indonesia dan mendapat pengikut yang cukup banyak dan bermutu. Akan tetapi sayangnya potensi ini kurang diimbangi dengan kemampuan menolak karena pengaruh Alam yang membuat manusia Indonesia terkenal ramah tapi juga menimbulkan sifat manja mental yang berakibat kelemahan daya juang. Keadaan itu merupakan sebab utama mengapa Indonesia dapat dijajah begitu lama ketika setelah sirnanya Majapahit tidak timbul Kepemimpinan yang andal.

Baca Juga:  Banyak Jalan Rusak Parah di Blitar, Heri Romadhon: Tidak Pernah Dapat Perhatian Pemkab

Hal itu juga tampak dalam perjuangan menegakkan kemerdekaan pada tahun 1945 hingga 1950. Sebagian besar bangsa tidak secara aktif turut berjuang dan cenderung ikut kepada pihak yang kuat. Untung saja ada satu golongan sebagai pengecualian dari sifat lemah bangsa; golongan itu secara aktif dan gigih memperjuangkan kemerdekaan negara dan bangsa. Meskipun bersifat minoritas golongan ini berhasil merebut simpati dan dukungan dunia serta di pihak lain mempersulit penjajah membangun kembali kekuasaannya di Indonesia. Golongan yang minoritas itu dapat memaksa penjajah mengakui kemerdekaan bangsa dan kedaulatan negara Indonesia. Namun bekas Penjajah berhasil untuk membuat perumusan yang mengikat negara baru itu menjadi negara vassal Belanda. Kembali karena keuletan dan kegigihan Golongan Pejuang yang minoritas dalam waktu kurang dari satu tahun ikatan yang menjadikan Indonesia vassal Belanda dapat dipatahkan dan berdirilah Republik Indonesia yang sepenuhnya merdeka dan berdaulat. Maka mayoritas bangsa yang nyatanya tidak turut berjuang memperoleh nikmat kemerdekaan sebagai hasil perjuangan. Di samping golongan mayoritas dan golongan Pejuang ada segolongan kecil yang amat setia kepada penjajah dan setelah tahun 1950 meninggalkan Indonesia turut ke Belanda. Inilah sejarah yang nyata dan hingga kini belum ada perubahan dalam kondisi bangsa; golongan pejuang belum menjadi mayoritas.

Kurangnya Semangat Pejuang luas dampaknya dan bahkan mempengaruhi Kepemimpinan. Rencana melakukan Nation and Character Building atau membangun Negara dan Bangsa dengan berkarakter dan berideologi Pancasila tidak dilakukan dengan kesungguhan dan intensitas yang tinggi. Akibatnya adalah bahwa Pancasila tidak kunjung menjadi kenyataan dalam kehidupan masyarakat. Hal ini membuka peluang bagi masuk dan meluasnya pengaruh sikap hidup dunia Barat berupa Individualisme, Liberalisme dan Materialisme, apalagi setelah banyak warga Indonesia menjalankan pendidikan di AS. Juga terbuka peluang bagi komunisme dengan PKI sebagai pembawanya. Padahal sebetulnya adanya Pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948 PKI telah cacad besar dan tidak boleh aktif kembali di Indonesia. Juga terjadi usaha sebagian umat Islam untuk mendirikan Negara Islam dengan jalan kekerasan. Ini semua adalah akibat ketledoran Kepemimpinan Nasional untuk melakukan Pembangunan Negara dan Bangsa secara sungguh-sungguh dan intensif sejak 1950. Hal ini merupakan faktor yang menguntungkan pihak-pihak yang berambisi menjadikan Indonesia satu Negara Vassal bagi kepentingannya. (as/sayidiman.suryohadiprojo.com)

Related Posts

1 of 6