Menulis
Keyakinan menjadi subur.
Rapi berbaur.
Pada tempias tempur.
Menatap tanda-tanda.
Deret-deret makna.
Adalah puisi yang kadang mudah kadang susah dipahami.
Tetaplah meluncur pada tetes keringat.
Tetaplah menyiksa otak.
Bila puisimu ingin abadi.
Bantul, 11 Maret 2017
Negeri Sunyi
Luruh pada bilah-bilah besi.
Saling mengisi.
Seperti kiasan yang saling tatap.
Bila itu laut.
Maka besi adalah gelombangnya.
Tegak di tubuh malam.
Biarpun angin tampak marah.
Tapi gending tetap berlalu.
Menggelitik tempias sunyi.
Di sini, kami saling tatap.
Tanpa atap, dengan mantap.
Kini atap dipenuhi gending kesunyian.
Menina bobokan manusia negeri.
Bantul, 11 Maret 2017
Membatik
Tangan tertanam pada indahnya ciptaan
Guratan seni yang menggelora
Awan menelungkup
Pada wanita yang membawa properti berbau sengak
Tangan kembali tertanam
Pada untaian napak tilas
Pada waktu yang terpahat
Hati memahat waktu
Sunyi kian menjadi
Bantul, 11 Maret 2017
Gadis SMA
Gadis-gadis mulai berisi tubuhnya.
Nalar yang mati pun hidup.
Mulai takut pada hujan.
Walau punya payung.
Lelaki selalu mencium langkahnya.
Membungkusnya, membawa pulang agar menjadi kenangan.
Begitulah daya tarik gadis SMA.
Mata sayu, di tengah tangan yang sibuk menelanjangi masa depan.
Bantul, 11 Maret 2017
Risen Dhawuh Abdullah, Lahir di Sleman, 29 September 1998. Sedang menuntut ilmu di SMA N 2 Banguntapan, Yogyakarta. Pelajar yang rajin membaca dan menulis cerpen. Alumni Bengkel Bahasa dan Sastra 2015, kelas cerpen. Bergabung di Komunitas Pecinta Sastra Indonesia (KOMPENSASI). Bermukim di Bantul, Yogyakarta.
__________________________________
Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi/berdonasi karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resinsi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].