Ekonomi

Membaca Ulang Ekonomi Indonesia Mutakhir

NUSANTARANEWS.CO – Indonesia dengan populasi penduduk sebanyak 250 juta jiwa secara ekonomis jelas merupakan pangsa pasar yang besar. Bila dibanding dengan kelompok negara kekuatan ekonomi baru BRIC (Brazil, Rusia, India dan China), Indonesia memang masih tertinggal dalam soal tenaga berpendidikan tinggi, yang merupakan modal penting dalam menggerakkan perekonomian, terutama dalam pengembangan ekonomi kreatif yang sekarang sedang digembar-gemborkan oleh pemerintah. Oleh karena itu, perlu membaca ulang ekonomi Indonesia mutakhir dari sisi pengembangan ekonomi kreatif.

Industri kreatif memang harus menjadi unggulan karena mampu menggerakkan ekonomi rakyat dengan mengembangkan bakat individu, serta mengeksploitasi daya cipta individu berdasarkan pengetahuan dan informasi. Industri abad ke 21, terutama bagi negara-negara berkembang akan sangat tergantung pada kemampuan produksi pengetahuan melalui kreativitas dan inovasi seperti bidang: arsitektur, desain, fesyen, kerajinan, musik, teknologi informasi, penerbitan dan percetakan, periklanan, riset dan pengembangan, kuliner, TV + radio, seni pertunjukkan, permainan interaktif, film/video/fotografi, dan pasar barang seni.

Baca Juga:  Bupati Nunukan Serahkan Bantuan Sosial Sembako

Dalam konteks pemanfaatan teknologi informasi, internet dan ponsel kerap dijadikan ukuran kemajuan suatu negara. Untuk pengguna internet Indonesia tergolong rendah, yakni 8,7 orang per 100 populasi atau 8,7% dari populasi. Namun masih lebih tinggi dari India, yakni 5,1%. Sedangkan, di China sebanyak 28,5%, Brazil 38,7% dan Rusia 42,4%. Dan untuk pelanggan ponsel, Indonesia tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara BRIC, yakni 69,2%. Indonesia hanya dikalahkan oleh Rusia yang mencapai 163,6% yang berarti satu orang memiliki lebih dari satu ponsel. Sedangkan, Brazil sebesar 89%, China 55% dan India hanya 43,8%.

Masih dalam konteks industri kreatif, nenek moyang kita dahulu telah mewariskan seni budaya tinggi, mulai dari puisi, lagu, tarian sampai seni ukir, seni pahat, pembuatan patung, candi, senjata, benteng bahkan kapal perang. Situs-situs tersebut tersebar dari sabang sampai merauke menjadi warisan sejarah yang tidak ternilai harganya. Ditambah keindahan panorama alam yang masih asri menjadikan Indonesia sebagai salah satu tujuan wisata alam, sejarah dan budaya terbaik dunia. Namun pada kenyataannya dalam urusan pariwisata, Indonesia ditingkat regional masih kalah jauh dari Malaysia, Singapura dan Thailand.

Baca Juga:  Mobilisasi Ekonomi Tinggi, Agung Mulyono: Dukung Pembangunan MRT di Surabaya

Kalau dibandingkan dengan Indonesia, Malaysia dan Singapura tidak ada apa-apanya dalam soal obyek wisata. Tapi kedua negara tersebut mampu mengelola potensi pariwisatanya dengan baik. Dari sektor pariwisata Indonesia baru mampu menyumbang 14,33 % PDB, padahal dengan potensi yang dimiliki seharusnya mampu menyumbang sampai 20% PDB, bahkan mencapai 25% PDB bersama transportasi dan komunikasi bila didukung infrastruktur yang memadai.

Indonesia juga kaya akan sumber daya alam mineral dan energi. Indonesia adalah pemasok sumber daya alam terbesar dunia, sektor ini masih menjadi penyumbang terbesar PDB, yakni 35%. Dengan kebijakan baru pemerintah Indonesia yang melarang segala bentuk ekspor biji mineral mentah sudah tepat dan diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan industri pengolahan dalam negeri sehingga diharapkan mampu meningkatkan pendapatan negara jauh lebih besar lagi.

Demikian pula sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan baru mampu menyumbangkan 14,43% PDB. Indonesia sebagai negara kepulauan tropis yang selalu disinari matahari sepanjang tahun, dengan tanah yang subur seharusnya sektor ini mampu menyumbangkan paling sedikit 20% PDB. Eh pada kenyataannya malah terbalik, Indonesia malah impor 29 komoditas pangan. Lebih aneh lagi Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia sampai impor garam dari Australia, India, Selandia Baru, Jerman, Denmark. Memang aneh tapi nyata. (as)

Related Posts

1 of 10