HankamOpini

Memantapkan Wawasan Kebangsaan dalam Menghadapi Perkembangan Global dan Disintegrasi Bangsa

Memantapkan Wawasan Kebangsaan dalam Menghadapi Perkembangan Global dan Disintegrasi Bangsa

Di negara manapun di dunia wawasan kebangsaan merupakan kunci dari tegak dan hancurnya suatu bangsa. Karena dengan dinamika perkembangan lingkungan strategis yang semakin kompleks dan berjalan demikian cepat, telah membawa perubahan yang sangat cepat dalam segenap aspek kehidupan yang berdampak langsung kepada semakin menguatnya kecenderungan dari sebagian anak bangsa, untuk lebih berorientasi pada kepentingan universal dan mengabaikan kepentingan nasional. Hal inilah yang kemudian menimbulkan berbagai konflik dan ketegangan di berbagai strata kehidupan masyarakat yang akhirnya bermuara pada disintegrasi bangsa.
Oleh: Jenderal TNI (Pur) Ryamizard Ryacudu (Bag-1)

 

Situasi Lingkungan strategis

Beberapa dekade lalu, Indonesia pernah mendapat julukan sebagai macan Asia, karena memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, jumlah penduduk terbesar nomor empat di dunia serta kemampuan diplomasi yang tinggi. Namun dalam perjalanannya bangsa Indonesia justru mengarah pada kondisi yang sebaliknya bila dihadapkan dengan perkembangan negara-negara di kawasan Asia Tenggara khususnya dan Asia pada umumnya.

Keanekaragaman Suku, Agama, Ras dan Adat Istiadat yang dulu terjalin kokoh kuat dalam bingkai kebangsaan Indonesia, kini terasa semakin longgar dan rentan terhadap masuknya pengaruh nilai-nilai universal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal sebagai dampak dari perubahan lingkungan yang tidak dapat kita hindari. Kita memang mengakui dan menerima adanya perubahan yang terjadi, karena itu merupakan sebuah keniscayaan. Namun, masuknya nilai-nilai yang tidak sesuai dengan budaya bangsa kita, tidak boleh dipaksakan untuk diterima, karena jika hal itu terjadi, maka akan berakibat fatal bagi bangsa Indonesia sendiri.

Indonesia dengan posisi geostrategi yang unik dan memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah, akan selalu menghadapi tantangan, gangguan dan bahkan ancaman. Secara geografis Indonesia merupakan persimpangan lalu lintas perdagangan dunia, sehingga mengakibatkan keinginan asing untuk menghadirkan kekuatan militernya atau menempatkan pangkalan militer dalam melindungi jalur perdagangan mereka dan sekaligus untuk perimbangan kekuatan militer negara-negara besar. Perlu kita sadari, bahwa posisi Indonesia memang terletak pada simpul perebutan pengaruh atau saling intervensi dari kutub-kutub kekuatan militer dan ekonomi dunia, masih tetap ada. Kekayaan sumber daya alam Indonesia juga merupakan daya tarik tersendiri bagi bangsa lain untuk dieksploitasi secara damai maupun secara paksa.

Penyebab terjadinya perang di kawasan Timur Tengah tidak terlepas dari ambisi negara-negara tertentu untuk menguasai deposit minyak bumi yang sangat besar. Sekalipun perang itu diformat dengan alasan masalah kemanusiaan, terorisme atau senjata pemusnah massal, namun dibalik itu semua, upaya penguasaan sumber daya alam merupakan penyebab utama terjadinya konflik kepentingan dari negara-negara besar.

Sifat agresifitas manusia atau bangsa yang dipicu oleh ambisi kekuasaan dan harga diri yang berlebihan masih ada dan selalu ada serta menjadi penyebab perkembangan lingkungan strategis di tingkat global, regional dan nasional yang tidak kondusif bagi perdamaian dunia maupun pencapaian kepentingan nasional Indonesia.

Perkembangan Lingkungan Strategis Pada Lingkup Global

Fenomena global dewasa ini telah membawa manusia kembali pada kondisi menyerupai zaman purba yang menganut hukum rimba, dimana pihak yang kuat akan menindas pihak yang lemah dalam berbagai bentuk dan spektrum perang yang tidak seimbang. Jadi perang yang diciptakan itu bukanlah bentuk perang sebagaimana lazimnya suatu perang antara dua kekuatan, tetapi lebih merupakan tekanan atau penindasan oleh yang jauh lebih kuat terhadap yang lebih lemah, kecil dan tersisih.

Perang yang hingga saat ini masih berkecamuk di beberapa kawasan seperti di Irak dan Afganistan, ketegangan antara Korut dan Korsel, terpecahnya beberapa negara besar menjadi sejumlah negara kecil seperti eks Uni Soviet, Yugoslavia, pecahnya perang saudara yang terjadi di Kamboja, Somalia, Ruwanda dan lain-lain adalah wujud dari sifat agresifitas manusia yang ditunjukkan oleh negara-negara besar dan maju (koalisi global) serta masuknya nilai-nilai, norma dan kepentingan asing yang dipaksakan sehingga menimbulkan konflik dan pecahnya rasa persatuan dan kesatuan serta lunturnya wawasan kebangsaan dari rakyatnya. Contoh negara-negara yang tetap eksis dan tidak tersentuh oleh kekuatan lain karena rakyatnya bersatu-padu, teguh memegang nilai-nilai budaya dan jati diri bangsanya adalah Israel, Vietnam, Cina, Jepang dan India.

Baca Juga:  Transparansi Dana Hibah: Komisi IV DPRD Sumenep Minta Disnaker Selektif dalam Penyaluran Anggaran Rp 4,5 Miliar

Lingkungan Regional

ASEAN adalah organisasi negara-negara Asia Tenggara yang bersifat asosiatif, sehingga tidak menjamin adanya kesepakatan yang bersifat mengikat. Kondisi objektif itu menjadi kendala terwujudnya solidaritas ASEAN dalam mengatasi berbagai permasalahan regional. Penyelesaian kasus Pulau Sipadan dan Ligitan di Mahkamah Internasional, membuktikan bahwa ASEAN gagal mengatasi permasalahan kawasan secara mandiri.

Setiap negara ASEAN bebas melakukan kerjasama militer atau bahkan bergabung dalam pakta pertahanan di luar kawasan. Hal ini mengakibatkan sesama negara ASEAN sendiri berada dalam posisi berhadapan. Berbagai masalah sengketa teritorial, tidak jelas batas antara negara, kejahatan internasional dan kegiatan ilegal lainnya belum mampu diselesaikan oleh ASEAN sendiri. Solusi damai memang menjadi harapan kita semua, namun kita juga memerlukan kekuatan tawar atau Bargaining Power untuk memberikan dampak penangkalan yang efektif. Kemampuan Indonesia untuk Menolong Diri Sendiri perlu segera diwujudkan, karena tidak ada satu negara pun yang secara tulus mau menolong kita. Kata kuncinya, yang menolong kita adalah kita sendiri dalam bentuk Persatuan dan Kesatuan yang Kokoh dan Kuat Dari Segenap Komponen Bangsa Dalam Bingkai Wawasan Kebangsaan Indonesia.

Lingkungan Nasional

Bergulirnya reformasi nasional adalah fakta bahwa bangsa Indonesia menghendaki perubahan-perubahan, sekaligus mengatasi berbagai krisis. Dukungan masyarakat terhadap reformasi timbul, karena diharapkan cita-cita reformasi itu diharapkan kelanjutan dari cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia.

Harapan masyarakat itu diwujudkan dalam sumbangan suara mereka kepada Parpol pada Era Reformasi yang berhasil menggantikan kepemimpinan nasional. Rezim lama yang dinilai gagal mencegah krisis, diposisikan sebagai lawan yang harus dihancurkan, namun rezim pada era reformasi belum berhasil memenuhi harapan seluruh rakyat. Logika demokrasi yang sempit itu juga mengakibatkan menajamnya rivalitas politik, menguatnya isu kedaerahan dan faham federal dalam sistem otonomi. Nasionalisme bangsa Indonesia yang dibangun diatas landasan konsensus pada peristiwa Sumpah Pemuda 1928, terfragmentasi oleh berbagai kepentingan sempit dan sesaat yang tidak searah dengan kepentingan nasional.

Liberalisme yang menyertai isu global dan diakomodasikan dalam penyelenggaraan reformasi nasional semakin meluas pengaruhnya. Apresiasi terhadap Pancasila sebagai ideologi negara semakin menipis dan formalitas belaka. Pancasila sebagai ideologi negara yang lahir dari ide-ide bangsa yang mengandung nilai-nilai hakiki semakin terkikis oleh ideologi asing. Inilah berbagai permasalahan yang kita hadapi dan menjadi tantangan kita bersama.

Pengaruh Lingstra Terhadap Keutuhan NKRI

Adanya tekanan global yang ingin mewujudkan upaya menyatukan negara-negara di dunia ke dalam suatu kutub atau “UNIPOLAR WORLD” ditangan suatu bangsa yang berperan sebagai pemegang supremasi mengakibatkan negara-negara berkembang menjadi tersisih apabila menolak nilai-nilai dan norma yang akan diterapkan, seperti Demokrasi, Hak Azasi Manusia dan Lingkungan Hidup yang merupakan nilai-nilai universal yang sangat baik dan harus kita wujudkan sepanjang penerapannya sungguh-sungguh tanpa dimuati kepentingan-kepentingan dan hanya menguntungkan pihak negara asing.

Nilai-nilai universal tidak selalu harmonis dengan nilai-nilai nasional suatu bangsa sehingga bila nilai tersebut diadopsi begitu saja tanpa terlebih dahulu dikaji secara mendalam, maka yang terjadi adalah timbulnya konflik di berbagai strata kehidupan sosial masyarakat. Malah bisa menjadi pemicu menuguatnya ancaman separatisme seperti di Aceh dan Papua serta konflik di berbagai daerah seperti Maluku dan Poso hingga saat ini masih menjadi persoalan bangsa Indonesia yang belum dapat dituntaskan.

Universalitas yang mewarnai reformasi nasional itu telah menimbulkan berbagai konflik di seluruh penjuru tanah air. Ide separatisme muncul kembali dan dianggap sebagai bagian dari praktek demokrasi yang diartikan dengan logika sempit sebagai kebebasan menentukan nasib sendiri. Upaya-upaya untuk mengatasi SEPARATISME dan ANARKISME dianggap sebagai tindakan anti demokrasi.

Pemahaman kebebasan/demokrasi oleh sebagian masyarakat yang mengarah kepada keinginan melepaskan diri dari NKRI serta mengembangkan pandangan yang sempit di kalangan masyarakat, telah menggejala dan dimunculkan sebagai wacana. Hal ini telah mengakibatkan semakin longgarnya ikatan yang kokoh dan kuat yang selama ini telah susah payah dibangun bersama oleh segenap komponen bangsa Indonesia menjadi semakin rentan dan mudah diprovokasi oleh pihak-pihak dari dalam dan luar negeri yang memang tidak menginginkan NKRI, utuh dan kuat.

Baca Juga:  Drone AS Tidak Berguna di Ukraina

Demokrasi bukanlah tujuan utama, tetapi sebagai wahana untuk mewujudkan kepentingan nasional. Bukan sebaliknya kepentingan nasional dikorbankan untuk sekedar mempraktekkan demokrasi. Tegak atau hancurnya suatu bangsa sangat tergantung kepada bangsa itu sendiri. Intervensi asing yang akan menjadi penyebab lenyapnya Indonesia dari peta-peta kalangan bangsa terhormat di dunia harus kita lawan bersama.

Bahayanya Perang Modern

Dalam konteks menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Perang ini merupakan perang masa kini yang tidak harus berbentuk invasi militer seperti masa lalu yaitu penghancuran secara total. Namun, perang ini menggunakan potensi dalam suatu negara serta cybernetic sehingga akibat yang ditimbulkannya jauh lebih dahsyat dari perang masa lalu. Karena yang diserang dan dirusak seluruh aspek kehidupan meliputi IPOLEKSOSBUD dan militer.

Pentahapannya diawali dengan merubah paradigma berfikir dan selanjutnya akan berdampak pada aspek lainnya dengan memanfaatkan kelemahan dan celah rentannya kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kemudian dengan memanfaatkan sel-sel perlawanan dan mengibarkan separatisme serta mengadu domba dan memecah belah kekuatan dari komponen bangsa yang ada sehingga kekuatan tentaranya menjadi lemah dan selanjutnya negara menjadi lemah pada akhirnya negara terpecah atau setidak-tidaknya timbul ketergantungan kepada negara lain.

Keadaan seperti ini akan sangat mungkin terjadi di negara ini bila ikatan kesatuan dan persatuan kita semakin longgar sehingga pertikaian antar sesama anak bangsa terus berlangsung, tidak segera menyadari serta mengambil sikap untuk melawannya.

Sejarah Bangsa Indonesia

Bagi bangsa Indonesia, sejarah perjuangan bangsa khususnya dalam merebut kemerdekaan, telah memberikan nilai-nilai semangat juang yang tinggi dan mampu menggugah dan memotivasi serta menjadi sumber inspirasi bagi generasi demi generasi guna meneruskan perjuangan para pendahulu untuk tetap mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejarah bangsa ini sudah tercatat lima belas abad sebelum masa penjajahan.

Dalam kurun waktu itu, terjadi pergaulan kebudayaan dan perhubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan lain di sekelilingnya. Selama itu, umumnya bangsa kita berkembang menurut kodratnya sendiri, seraya menyesuaikan dengan unsur-unsur kebudayaan asing yang diterimanya sebatas kebutuhan dan sifat-sifatnya.

Apakah yang berkembang selama lima belas abad itu akan tetap merupakan unsur yang penting bagi perkembangan jiwa bangsa kita, meskipun negara dan masyarakat yang hendak kita bangun sesudah proklamasi kemerdekaan berlainan dasarnya daripada negara-negara dan masyarakat yang terdapat dalam sejarah lama.

Tetapi satu hal yang patut kita yakini dan menggugah semangat kebangsaan kita yaitu bahwa sebenar-benarnya bangsa kita, bangsa Indonesia, bangsa yang menghuni nusantara ini merupakan bangsa besar yang tercatat dalam sejarah dunia.

Sekitar tahun 650, di Sumatera telah terbentuk Kerajaan Sriwijaya dan di Jawa Tengah juga terdapat kerajaan besar yakni Kalingga. Kebesaran kerajaan pada masa itu dengan berdirinya Candi Borobudur pada abad delapan.

Kerajaan Sriwijaya pernah mengalami jaman gemilang dan wilayah kekuasaannya meluas sampai ke luar nusantara, antara lain ke daratan Asia Tenggara dan Philipina, namun juga mengalami jaman kemunduran karena menghadapi persaingan dan serangan dari kerajaan-kerajaan yang muncul di Jawa. Kerajaan Sriwijaya hidup terus sampai akhir abad ke empat belas.

Tahun 1293, oleh Raden Wijaya didirikan kerajaan Majapahit yang kuat dan merupakan salah satu puncak kejayaan dalam sejarah lama kita, terutama dibawah pemerintahan Raja Hayam Wuruk, yang berkuasa mulai tahun 1350 sampai tahun 1389.

Sebagian besar kejayaan dan kebesaran Kerajaan Majapahit itu diperoleh berkat andil dan hasil karya Gajah Mada yang menjadi Patih atau Perdana Menteri mulai tahun 1331 sampai 1364 yang berhasil menguasai seluruh nusantara dan beberapa daerah di luarnya.

Namun sesudah raja Hayah Wuruk wafat, pertentangan-pertentangan dan perang saudara berkecamuk, keadaan negara seperti itu dimanfaatkan oleh daerah-daerah untuk menentang kekuasaan dan pengendalian pusat, yang melahirkan kerajaan-kerajaan kecil.

Baca Juga:  Tanah Adat Merupakan Hak Kepemilikan Tertua Yang Sah di Nusantara Menurut Anton Charliyan dan Agustiana dalam Sarasehan Forum Forum S-3

Dengan berkurangnya Majapahit, bangsa Portugis yang disusul dengan bangsa barat lainnya, seperti Belanda, juga bangsa Tiongkok atau Cina masuk dan datang untuk berdagang, bertani dan bahkan sebagai bajak laut, kemudian mereka menetap.

Pada mulanya bangsa Barat sebenarnya bermaksud mengeksploitasi sumber daya alamnya demi kepentingan negara penjajah itu dengan menggunakan politik adu domba, devide et impera, sehingga kerajaan-kerajaan kecil yang terdapat di wilayah Nusantara tidak menjadi besar, bersatu dan kuat. Politik tersebut berhasil, hingga seluruh wilayah Nusantara dijajah selama 3,5 abad.

Pergerakan Perjuangan

Perjalanan panjang sejarah penjajahan di Nusantara ini, telah mengusik jiwa dan hati nurani anak bangsa, terutama para pemuda untuk bangkit menentang penjajah. Tahun 1908, mulai muncul gerakan kebangsaan Indonesia yang diawali dengan munculnya bermacam-macam pengelompokan yang didasarkan atas rasa solidaritas atau hubungan kesetiakawanan yang terbatas ruang lingkupnya seperti solidaritas kedaerahan, suku bangsa, ras dan agama. Diantaranya kita kenal Budi Utomo yang didasarkan atas rasa solidaritas penduduk di Jawa dan Madura.

Tahun 1912, muncul Indische Partij yang melahirkan perhimpunan-perhimpunan berdasarkan Konsepsi Kebangsaan Indonesia dengan tujuan mempersatukan semua golongan penduduk yang beranekaragam di wilayah Nusantara ini, kemudian tanggal 28 Oktober 1928, sejumlah pemuda mengadakan kongres di Batavia dan menghasilkan kata sepakat yang dikenal sebagai Sumpah Pemuda atau Ikrar Pemuda.

Yang menjadi tekad, sekaligus dasar perjuangan pemuda adalah pemikiran bahwa mereka mempunyai satu tanah air, yaitu tanah Indonesia, satu bangsa, yaitu bangsa Indonesia, dan menjunjung tinggi satu bahasa yaitu bahasa Indonesia.

Hal itu selanjutnya menjadi motivasi dan pemicu bangkitnya rasa kebangsaan Indonesia untuk melawan penjajah. Perjuangan keras itu menghasilkan proklamasi 17 Agustus tahun 1945 dan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke.

Namun, sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, usaha-usaha untuk mengisi kemerdekaan dan membangun bangsa dan negara ini selalu saja mendapat gangguan, hambatan bahkan ancaman dari dalam dan luar negeri.

Upaya mempertahankan proklamasi kemerdekaan bangsa dan negara ini terus dilakukan dengan gigih, melibatkan semua komponen bangsa termasuk TNI yang memang tidak terpisahkan dari sejarah perjuangan bangsa.

Berbagai pemberontakan silih berganti muncul dan kesemuanya dapat ditumpas oleh TNI bersama-sama seluruh rakyat Indonesia, seperti :

  • Pemberontakan PKI tahun 1948 di Madiun oleh Muso mendirikan Negara Soviet Republik Indonesia.
  • DI/TII Jawa Barat tahun 1949 oleh Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo mendirikan negara yang dikepalai seorang imam berdasarkan religi yang fanatik dan dogmatik.
  • Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) 1950 oleh Raymon Piere Westerling menjadikan Indonesia sebagai jajahan Belanda.
  • Andi Aziz tahun 1950 oleh Kapten KNIL Andi Aziz di Makassar mempertahankan Negara Indonesia Timur dan menolak pasukan TNI.
  • RMS tahun 1950 oleh DR CH.R. Soumokil di Maluku mendirikan negara terlepas dari NKRI setelah gagal membantu pemberontakan Andi Aziz.
  • DI/TII Kalimantan Selatan 1950 oleh Ibnu Hajar karena ketidakpuasan Ibnu Hajar pindah ke Kalbar.
  • DI/TII Sulawesi 1953 oleh Kahar Muzakar karena tidak setuju terhadap keputusan masuknya Korps Cadangan Nasional atau CTN ke dalam APRIS secara bertahap.
  • DI/TII Aceh 1953 oleh T. Moch Daud Beureuh karena ketidakpuasan terhadap keputusan peme- rintah yang menjadikan Aceh keresidenan dalam Provinsi Sumut.
  • Permesta 1957 di Makassar karena tidak puas dengan APRIS.
  • PRRI 1958 di Padang oleh Ahmad Husin, Maludin Simbolon, Dahlan Jambek dan Syafrudin Prawiranegara karena ketimpangan pembangunan.
  • Organisasi Papua Merdeka (OPM) 1964 di Ayamaru oleh T.T Aronggear Lodewijk Mandadan dan Ferry Awom dibentuk Belanda melalui putra daerah mendirikan negara Papua.
  • G 30 S/PKI untuk mendirikan negara yang beredio- logi komunis menggantikan ideologi Pancasila.
  • Gerakan Aceh Merdeka (GAM) 4 Desember 1976 oleh Hasan Tiro karena ketimpangan ekonomi dan bermuara kepada pemisahan dari NKRI.***

 

Related Posts

1 of 40