Puisi

Meja Paling Sudut di Sebuah Perjamuan – Puisi Amrin Tambuse

TUBUHKU  YANG  MENJADI  ABU

Tubuhku telah kau kremasi, jadi abu
padahal katamu aku adalah kenangan
yang tersimpan di buah dadamu
yang tak pernah ranum sedari dulu

tubuhku telah kau leburkan ke udara
bersama rapal mantra paling syuhada
tapi aku tak percaya
sebab kau seperti angin juga
tak berpagut pada haluan semesta

dan aku bukanlah kenanganmu yang menikam
biarkan tubuhku jadi abu
mengembara ke samudera- samudera
tanpa bunga- bunga kamboja

tubuhku telah kau jadikan abu
dari hasratmu yang paling menggebu!

2016

KUPU- KUPU HILANG  SAYAP

Kupu- kupu hilang sayap
tanpa warna gemerlap
terlunta di lorong- lorong biadab

kupu- kupu
tak lagi hinggap di kelopak bunga- bunga
dihempas detak waktu yang nista

nasib tak pernah punya serupa
tak juga membuat engkau berbeda
ia hanya sepenggal kisah luka
dalam kitab- kitab paling durjana

2016

MEJA  PALING  SUDUT  DI  SEBUAH  PERJAMUAN

ini meja paling sudut yang sengaja dipesan, sebelum jauh hari engkau diharuskan datang di sebuah perjamuan makan malam bersama para selir

beringas,  gerimis menghujami wajah- wajah sumringah. Penuh goda. Mata- mata yang terbelalak. Melotot, persis bandot! Mata yang tak berhenti menebar pesan, siapa pun akan mendapat giliran.

Biadab! Itu yang muncrat dari bibirmu yang melengkung penuh gaduh.  Dan hampir saja gelas dengan minuman berkelas, melayang buas. Sepertinya nafasmu menghentak paling bringas

Laknat! Engkau memaki dengan gelegar. Tubuhmu dipaksa giring paling miring. Selir- selir pada micing. Tuan- tuan yang kerasukan berputar layaknya gasing, beraroma pesing. Sinting!

Engkau tak beranjak dari kursi di meja paling sudut. Kau renggut taplaknya hingga bising dari pecahan gelas yang berubah jadi beling. Selir- selir ngacir. Tuan- tuan melintir, ketika bibir, mata dan tanganmu yang mendadak berotot, menjamu dengan kemarahan puncak

Meja paling sudut, di sebuah perjamuan, engkau menjelma mawar, duri- duri di tubuhmu, menusuk. Berdarah. Birahi dari tuan- tuan mendadak musnah

2016

Amrin Tambuse, Lahir di Pangkalan Brandan, 3 Oktober 1968. Penulis cerpen dan puisi. Antologi Puisinya Nuun (2010) dan Yang Membuka Pintu Surga (2016)

__________________________________

Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi karya baik berupa puisi, cerpen, dan esai dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].

Related Posts

1 of 124