Puisi

Mazhab Cinta Ibu Rumah Tangga – Puisi Eka Retno

Menanam Cinta

menanam cinta tidak seperti menanam pohon, bapak berteriak
tak perlu bersusah payah pergi ke pasar
sekadar sibuk bertukar tawar
karena biji yang baik tak akan pernah ditemukan
dalam keranjang orang berjualan
pokok yang matang tak selalu lahir
dari tunas yang elok tanpa cela
atau seucap doa yang diembuskan lewat mulut orang-orang putih sahaja

cukup niatan yang ala kadarnya, sekadarnya
sependar-pendarnya
sebenar-benarnya

kelak akan menerobos ke dalam perut bumi
tanpa birahi

tanpa birahi?
tanyaku

Mengandung Cinta

mengandung cinta tidak seperti mengandung anak perawan, ibu berbisik
tak perlu rasa kuatir menguras isi kepala
karena setiap langkahnya hanyalah sebuah upaya menuju

beban yang dibawa-bawa bukanlah petaka
ia hanyalah segaris makna yang siap untuk
diperkenalkan, didendangkan, kemudian dipuji-puja
kalaupun ia hilang dan lepas dari buaian
bukan berarti ia berlari untuk pergi dan dikubur
siapa tahu ia hanya ingin sembunyi

tatkala engkau mulai mual dan jengah
sesungguhnya ia tengah memintamu untuk merebah lelah
dan menerjemahkannya sebagai sebuah penunjuk arah
kepada ia yang lama terkandung di dalam sana

ketika pedih dan perihnya tampil sebagai urat dan karat serupa cengkraman setan
kau tahu itu hanyalah pertanda
bahwa seseorang pernah menjamahnya
dan tinggalkan sesuatu yang lebih dalam daripada luka

apakah itu cinta?
aku bertanya

Melahirkan Cinta

hujan apakah yang jatuh dari kejauhan
ketika dua batang kaki merekahkan wangi
membuka sebuah jalan bagi ia yang kelak akan berkejaran
di halaman kekalahan dan kemenangan
bertanya-jawab dengan pepohonan
saling menerka jawaban apa dan jalan keluar yang mana
atas setiap pertanyaan yang sengaja tidak diwariskan
beserta kata kuncinya

kalaupun iya, mungkin ia tertinggal jauh di dalam sana
perlu kekuatan sepuluh tangan untuk
menariknya keluar hingga ia benar-benar tiba dengan selamat
di buaian tangan

jangan! jangan!
jangan terlalu lebar membuka lahan, petuah para tetua

karena cinta tak akan pernah bisa
memaksakan dirinya sendiri untuk keluar
namun kau harus percaya bahwa ia akan tetap lahir
sekalipun tidak lewat dari kedua belah pahamu

kau hanya perlu menangis saja, tambahnya

Menyusui Cinta

diakah cinta yang menangis pada dentang duabelas malam
memberitahu seisi dunia tentang rasa sakit
yang lama dipendamnya
atau didekapnya
sejak ia masih berada dalam buaian

namun seperti apakah rasa sakit itu
jika yang ia rindukan hanyalah sebuah puting susu
tempat segala dahaga menemukan muaranya
sebuah pemberhentian dari segala pencarian, atau pelarian

jangan jauh-jauh, Nak
jangan berjalan terlalu jauh, petuah ibunda guru

karena haus dengan rasa sakit
adalah dua hal yang berbeda
kau bisa menahan salah satunya
namun tidak akan pernah mampu
melepas keduanya
secara bersamaan

ketika ia mengalir masuk melalui setiap sesapnya
sambil kau gumamkan tentang lesapnya
yang menjadi kabur di udara
setelah bergumul dengan aneka curiga

saat itu kau baru tersadar
bahwa yang terasa hangat di mulutmu
bukanlah air susu
melainkan air matamu
yang kau telan sendirian

saat batinmu terasa nyeri
karena tertusuk berulang kali
oleh jarum yang sama

Membesarkan Cinta

ini cinta,
ini cinta!
Ini cinta?

ramai orang berjualan cinta
di pasar, di telinga, di pusaran
namun ketika seorang kanak yang tak terlihat wujudnya bertanya
dengan kalimat tanya yang tidak disuarakan
di telingaku
tak kudengar seucap pun kata dari mulutku
tiba di hatinya

kecuali sebuah api kecil
yang telah tumbuh perlahan di dadaku
sejak pertama kali melahirkan sebuah sapa
kepadanya
tanpa perantara

namun membesarkannya
sama seperti menyuburkan bara,
sekalipun wujudnya tak mampu digenggam tangan
hangatnya tetap saja dapat terasa
menjalar, merasuk, melalap, menghabiskan
setiap bagian yang mampu dijangkau
hingga kemudian aku menjadi patah
dan hancur
sebelum sempat membebaskan diri
dan sembuhkan luka-luka
seusai melahirkannya

sementara aku masih butuh pertolongan
untuk berlari,
menujunya

kau telah kalah
kau telah kalah, sayang
kau telah kalah oleh ketakutanmu sendiri,
bisiknya

dengan sukarela aku terbakar
di pasrahku
dan kesasar

Eka Retno
Eka Retno

Eka Retno lahir di Bandung, 20 Juli 1984. Seorang ibu rumah tangga, sekaligus mahasiswi.

_____________________________

Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi karya baik berupa puisi, cerpen, dan esai dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].

Related Posts

1 of 124