Ekonomi

Lemahnya Bulog Akibat Jokowi Kalah Dengan Para Kartel

ILUSTRASI: Mafia Pangan
ILUSTRASI: Mafia Pangan

NUSANTARANEWS.CO – Lemahnya Bulog Akibat Jokowi Kalah Dengan Para Kartel. Dalam rangka melakukan stabilisasi harga sembako, pemerintah dinilai telah memeperlakukan Badan Urusan Logistik alias Bulog sebagai pemadam kebakaran sehingga tak mampu melakukan tindakan prefentif. Bulog justru tidak difungsikan oleh pemerintah sebagai sarana stabilitas harga sembako.

“Perkuat institusi yang ada. Jangan sampai Bulog dijadikan pemadam kebakaran dan tidak mampu melakukan tindakan preventif,” demikian pernyataan Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Herman Khaeron di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Senin (27/6/2016). Padahal, kata dia, Bulog harus diperkuat bukan malah justru dilemahkan.
Sebab, Herman menegaskan, pemerintah harus memperkuat lembaga yang bergerak di sektor pangan tersebut. Baca: Pangan adalah Kebutuhan Primer Suatu Bangsa

Herman mengkritik sikap Presiden Joko Widodo yang tampak tidak ingin mengembalikan fungsi Bulog sebagaimana mestinya. Harusnya, fungsi Bulog adalah mengendalikan 11 komoditas pangan sehingga peran Bulog tidak kalah dengan kuatnya permainan kartel di tingkat operasional di lapangan.

Baca Juga:  Pemdes Jaddung Salurkan Bansos Beras 10 kg untuk 983 KPM Guna Meringankan Beban Ekonomi

“Keinginan Presiden Jokowi mengembalikan Bulog ke khittah-nya sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 18 tahun 2012, ternyata masih kalah dengan sangat kuatnya kartel di tingkat operasional lapangan. Jadi, kita serahkan kepada Presiden Jokowi untuk memperkuat Bulog. Bukannya malah diperlemah,” ujar Herman.

Kartel mafia itu, lanjut Herman, akan selalu hadir selama negara tidak hadir. Menurutnya, selama ini daging ayam dikuasai oleh sekitar 9 perusahaan, gula oleh 7 perusahaan, dan daging sapi oleh 10 perusahaan.

Ia menilai bahwa sektor pangan ini adalah hal yang sangat fundamental untuk menjamin ketersediaan, keterjangkauan harga, dan distribusi. Sebab, kalau tidak mampu, maka sistem perekonomian negara ini dipertanyakan.

“Apakah menganut sistem ekonomi liberal, kapitalis, atau kembali ke Pancasila? Kalau liberal dan kapitalis, maka tidak sejalan dengan Pancasila,” pungkasnya. (Deni)

Related Posts

1 of 3,057