Hukum

KY Sebut Track Record Hakim Tipikor Bengkulu Memang Buruk

NUSANTARANEWS.CO – Dunia peradilan kembali tercoreng setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap Hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu, Janner Purba (JP) dan Toton(T) ditangkap karena diduga menerima suap. Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi mengaku tak heran dengan kedua sosok hakim tersebut karena memang memiliki track record yang buruk sebagai hakim.

Track record buruk kedua hakim tersebut menunjukan kalau JP dan T bukan kali pertama melanggar kode etik sebagai seorang hakim. Farid lantas mengaku heran dengan Mahkamah Agung (MA) yang membiarkan begitu saja JP dan T, bahkan MA justru mempromosikan JP sebagai Ketua Pengadilan Tipikor Bengkulu. “Jadi pertanyaannya mengapa masih mempromosikan yang bersangkutan (Jenner Purba) sebagai Ketua Pengadilan? Padahal track record yang bersangkutan (Jenner Purba) tidak baik,” tegasnya saat dihubungi di Jakarta, Kamis (2/6/2016).

Berdasarkan data yang dikutip dari Pengadilan Tipikor Bengkulu, Kamis (2/6/2016), Janner dan Toton kerap satu majelis mengadili perkara korupsi. Dari ketokan palu keduanya, para terdakwa umumnya mendapat vonis ringan, bahkan sepuluh di antaranya divonis bebas.

Baca Juga:  Gelar Aksi, FPPJ Jawa Timur Beber Kecurangan Pilpres 2024

“Tapi berdasarkan data yang ada di KY Hakim Janner Purba (JP) sudah pernah dilaporkan hanya sebanyak 6 kali ke KY dan 2 di antaranya sampai dengan usul penjatuhan sanksi ringan berupa teguran, sedangkan 4 lainnya tidak terbukti melanggar KEPPH. Sedangkan hakim Toton belum pernah dilaporkan ke KY,” ungkapnya.

Akibat perbuatannya, JP dikenai sanksi ringan berupa teguran saja. sanksi tersebut diusulkan ke MA tahun 2011 silam. “Tetapi untuk yang satu lagi belum terlacak dan untuk laporan selainnya belum saya dapatkan,” sambungnya.

Saat ditanya kenapa sanksi yang diberikan kepada Jenner saat terbukti menerima gratifikasi pada tahun 2011 silam hanya berupa teguran? Farid enggan mengomentarinya.

Sementara itu, terkait laporan yang terbukti tidak melanggar KEPPH, sangat dimungkinkan karena tidak cukup bukti atau tidak dapat dibuktikan karena sulit pembuktiannya saat dipersidangan. Untuk penguatan KY sendiri tambah dia, perlu adanya keselarasan antara kebutuhan KY dan harapan publik maupun lembaga legislasi terkait penguatan kewenangan pengawasan eksternal hakim oleh KY yaitu memberikan kewenangan eksekutorial kepada KY. (Restu F)

Related Posts

1 of 3,053