Hukum

KPK Tetapkan Kepala BPPN sebagai Tersangka BLBI

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menetapkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syarifuddin Arsyad Temenggung (SAT) sebagai tersangka korupsi.

Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan mengatakan SAT selaku Ketua BPPN, diduga telah menguntungkan diri sendiri, atau orang lain atau korporasi, dalam penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim.

“Sehingga merugikan keuangan negara hingga Rp 3,7 triliun,” ujar Basaria di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa, (25/4/2017).

Basaria menjelaskan, penyelidikan perkara ini sudah dilakukan sejak awal tahun 2014. KPK juga sudah memintai keterangan sejumlah pihak yang relevan seperti ejumlah pejabat BPPN hingga menteri era Presiden Abdurrahman Wahid dan Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri pun telah dimintai keterangannya.

“Setelah meminta keterangan dari pihak-pihak terpenuhilah dua alat bukti, dan KPK sudah melakukan gelar perkara, dan pimpinan serta penyidik menyepakati menaikan penyidikan,” ucap Basaria.

Baca Juga:  KPK Tetapkan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Tersangka Korupsi, AMI Gelar Santunan Anak Yatim

BDNI merupakan milik Sjamsul Nursalim. Bank tersebut merupakan salah satu yang mendapat SKL BLBI senilai Rp 27,4 triliun. Surat lunas tersebut terbit pada April 2004 dengan aset yang diserahkan diantaranya PT Dipasena (laku Rp2,3 triliun), GT Petrochem dan GT Tire (laku Rp 1,83 triliun).

Atas perbuatannya itu Syarifuddin disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagai informasi, pada tahun 1997-1998 Indonesia diterpa krisis Sedikitnya, ada 48 bank yang menerima bantuan Bank Indonesia, dengan total Rp 147,7 triliun.

SKL BLBI sendiri dikeluarkan BPPN di era Megawati, berdasarkan Inpres Nomor 8 Tahun 2002 dan Tap MPR Nomor 6 dan 10. SKL tersebut dipakai Kejaksaan Agung untuk menghentikan penyidikan (Surat Perintah Penghentian Penyidikan/ SP3) terhadap sejumlah debitur bermasalah.

Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan, dari Rp147,7 triliun dana BLBI yang dikucurkan, Rp138,7 triliun dinyatakan merugikan negara.

Baca Juga:  Korban Soegiharto Sebut Terdakwa Rudy D. Muliadi Bohongi Majelis Hakim dan JPU

Pewarta: Restu Fadilah
Editor: Achmad Sulaiman

Related Posts

1 of 204