Hukum

KPK Periksa Perdana Saksi Kasus Suap Pejabat Bakamla

NUSANTARANEWS.CO – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap pegawai PT Melati Techno Indonesia (MTI) MAO (Muhammad Adami Okta), Selasa, (20/12/2016). Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang perdana akan dijalani MAO dalam kapasitasnya sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pengadaan satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI Tahun Anggaran (TA) 2016.

“Yang bersangkutan akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka ESH,” tutur Jubir KPK, Febri Diansyah, di Jakarta.

Pantauan dilokasi, saat MAO tiba dilokasi dari mobil tahanan, Ia enggan berkomentar njawab pertanyaan para pewarta sepatah kata pun. Dia lebih memilih melewati awak media dan langsung bergegas menuju ruang pemeriksaan KPK.

Kasus ini berawal pada Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK, pada Rabu, (14/12/2016) kemarin. Dimana dalam OTT tersebut KPK berhasil menetapkan status penyelidikan ke tahap penyidikan seraya dengan penetapan empat orang tersangka.

Empat orang adalah Deputi Informasi dan Hukum Badan Keamanan Laut (Bakamla), berinisial ESH (Eko Susilo Hadi), Direktur PT MTI berinisial FD (Fahmi Darmawansyah), MAO (Muhammad Adami Okta) dan HST (Hardy Stefanus) yang merupakan pegawai PT MTI (Multi Terminal Indonesia).

Baca Juga:  Terkait Tindak Premanisme terhadap Wartawan Cilacap, Oknum Dinas PSDA Disinyalir Terlibat

Tiga diantaranya telah dilakukan oleh KPK di rutan yang berbeda. Dimana ESH ditahan di rutan Polres Jakarta Pusat, HST ditahan di rutan Polres Jakarta Timur, sedangkan MAO ditahan di Rutan KPK Cabang Guntur.

Ketiganya ditahan selama 20 hari kedepan dan mulai terhitung sejak Kamis, (15/12/2016) kemarin. Dengan demikian mereka akan ditahan hingga (4/1/2017).

Akibat dari perbuatannya itu, ESH sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau asal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.

Sedangkan HST, MAO dan FD sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 99 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (Restu)

Related Posts

1 of 230