Kreativitas

Khuldi, Pentas Produksi Teater ESKA: Isu Sosial Pasca Reformasi

NUSANTARANEWS.CO – Teater ESKA akan melaksanakan Pentas Produksi XXXIII di empat kota, yakni Purwokerto, Bandung, Bogor, dan Yogyakarta. Berturut-turut dari tanggal 12, 14, 16 Desember 2016 dan 04 Januari 2017. Di Purwokerto pentas ini dilaksanakan di GSC IAIN Purwokerto, Bandung di Rumentang Siang, Bogor di Auditorium Toyib Hadiwijaya Fakultas Ekologi dan Manusia IPB, dan sementara di Yogyakarta di Concer Hall Taman Budaya Yogyakarta. Seluruh rangkaian pentas dimulai pukul 19.30 WIB di setiap tempat.

Poster Khuldi, Pentas Produksi XXXIII Teater ESKA/Foto: Dok. Teater Eska
Poster Khuldi, Pentas Produksi XXXIII Teater ESKA/Foto: Dok. Teater Eska

Teater yang berdiri sejak 1980-an ini mengangkat isu sosial pasca reformasi dalam pentas berjudul “KHULDI”. Disutradarai oleh Zuhdi Sang dan diciptakan bersama oleh tim kreatif Teater ESKA, dengan penulis naskah Zuhdi Sang dan Ghoz TE, anggota aktif Teater ESKA.

Pentas Produksi ini bekerjasama dengan banyak pihak, salah satunya dengan Sajogyo Institut Bogor dan Fakultas Ekologi dan Manusia IPB, Bogor. Juga Komunitas Teater se-Purwokerto, dan Teater Awal UIN Sunan Gunung Djati Bandung, serta media kampus dan media independen lainnya.

Baca Juga:  Sekjen PERATIN Apresiasi RKFZ Koleksi Beragam Budaya Nusantara

Terkait segmentasi penonton, Ramadan MZ, pimpinan produksi, menyatakan bahwa harapannya KHULDI ditonton semua kalangan, seperti masyarakat umum, pelajar maupun mahasiswa, akademisi atau pemerhati sosial dan sebagainya.

“Sebab isu yang dibawa pentas ini sangat relevan mengingat hari ini marak terjadi konflik horizontal di tubuh masyarakat. Baik konflik beda keyakinan atau agama, beda paham politik atau suku, maupun konflik disebabkan kepentingan ekonomi dan perbedaan klub sepak bola yang didukung. Karena itu KHULDI menjadi penting, sebagai tontonan KHULDI juga tajam membaca fakta sosial,” tutur Ramadan dalam siaran pers yang diterima, Senin (5/12).

“Kita semakin terpecah-pecah justru ketika kebebasan berpendapat yang tak ternilai harganya itu hadir di tengah masyarakat kita. Padahal tidak seperti ketika Orde Baru yang sedikit sekali ruang kebebasan,” sambungnya sekaligus menjelaskan latar belakang KHULDI.

Ramadan menambahkan, faktanya, masyarakat terpecah-pecah karena partikularitas kelompok dan partikularitas nilai yang dianutnya. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa keberagama partikular adalah syarat terbentuknya masyarakat, tetapi jika salah memahami keberagaman, keterpecahan tak lagi terelakkan. Itulah yang terjadi.

Baca Juga:  Sekjen PERATIN Apresiasi RKFZ Koleksi Beragam Budaya Nusantara

“Mengutip pemaparan sutradara, Zuhdi Sang, maka seperti suatu bangunan yang runtuh, kita kembali tergeletak di antara ‘ketiadaan’ sosial dan pertanyaan besar tentang apa itu masyarakat, bagaikan bongkahan batu yang berserak dan bergerak demi menentukan nasib sendiri,” tandas Ramadan. (Habib/red-02)

Related Posts

1 of 2