OpiniPolitik

Kata Letjend Marinir (Purn) Suharto: Ketahanan Ideologi Kita Paling Rapuh

Letjend Marinir Suharto
Letjend Marinir TNI (Purn) Suharto

NUSANTARANEWS.CO – Menurut Letnan Jenderal Marinir TNI (Purn) Suharto, mantan komandan Korps Marinir ke 12  – ketahanan atau resillience itu adalah tugas dari semua unsur negara. Secara kasat mata memang ketahanan yang kita butuhkan saat ini adalah ketahanan pangan dan energi. Tapi di balik itu semua yang paling mendasar adalah ketahanan ideologi.

Dewasa ini, ketahanan yang paling rapuh adalah ketahanan ideologi kita. Ideologi kita sangat rapuh. Semua sudah mengarah kepada liberalisme dan hedonisme. Tidak ada lagi semangat gotong royong. Coba perhatikan, tersinggung sedikit saja sudah main pukul. Pemuda dengan pemuda berkelahi. Kampung dengan kampung berkelahi. Bahkan tawuran seakan menjadi kegiatan rutin generasi muda kita.

Sebagai sebuah bangsa yang memiliki sejarah besar Indonesia sebetulnya sudah memiliki nilai kearifan lokal HAM yang lebih bagus yang terumuskan dalam Pancasila, yaitu Kemanusian yang Adil dan Beradab. Bahkan saya pernah mengusulkan kepada Gus Salahudin Wahid untuk merubah nama Komnas menjadi “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”. Ini lebih mulia, karena disini melekat bukan cuma hak, tetapi melekat juga kewajiban kita. Kewajiban sebagai manusia dan kewajiban kita sebagai bangsa. Jadi HAM kita harus dalam kerangka Pancasila.

Baca Juga:  KPU Nunukan Gelar Pleno Rekapitulasi Untuk Perolehan Suara Calon Anggota DPR RI

Sekarang ketahanan ideologi kita sudah luntur karena sistem bernegara kita hancur. MPR dibuat sebanci-bancinya. Dahulu MPR membuat GBHN dimana GBHN itu harus dijalankan oleh mandataris MPR. Sekarang ini tidak. Presiden punya rencana, kerjakan sendiri dan mempertanggungjawabkan sendiri. Ini yang disebut tirani. Harusnya tidak seperti itu.  Oleh karena itu, sistem bernegara kita harus dibenahi. MPR harus kembali menjadi lembaga tertinggi. Untuk bisa menghapus undang-undang pro asing itu, kita harus kembali kepada undang-undang 1945. Dan kita kembali memberdayakan MPR.

Demikian pula dalam konteks pertahanan dan ketahanan kita harus kembali kepada konsep dasar kita, yaitu Hankamrata (Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta). Dimana pertahanan itu adalah kewajiban seluruh rakyat Indonesia. Jangan kita cepat sekali terpengaruh, misalnya Shukoi lebih baik atau F16 lebih baik.

Shukoi, F16  dan F15 tidak pernah bisa mengalahkan Vietnam. Tidak pernah bisa mengalahkan Iran. Tidak pernah bisa mengalahkan Venezuela. Karena ketiga negara itu bukan kekuatan alutsista seperti itu yang diutamakan, tetapi lebih mengutamakan disiplin rakyatnya.

Baca Juga:  Dukung Revisi UU Desa, Gus Fawait Sebut Pembangunan Desa Bisa Maksimal

Bila bicara pertahanan negara, kita harus kembali kepada pertahanan hati kita. Kita melihat banyak pemimpin kita berbohong. Padahal seharusnya tidak seperti itu. Pemimpin boleh salah, tetapi tidak boleh berbohong. Kalau salah itu manusiawi.

Kalau pemimpin kita berbohong, kita tidak perlu memikirkan alutista, tidak perlu bicara pertahanan. Sepuluh tahun lagi negara kita ambruk dengan sendirinya. Oleh karena itu pertahanan yang paling penting adalah bagaimana kita membangun manusianya. Bukan persenjataannya. Jadi manusia yang mengawasi persenjataan.(as)

Related Posts