PolitikResensiRubrika

Kemiskinan Menyebabkan Terorisme, Fakta Atau Mitos?

Kemiskinan menyebabkan terorisme, fakta atau mitos?
Kemiskinan menyebabkan terorisme, fakta atau mitos?

NUSANTARANEWS.CO – Kemiskinan menyebabkan terorisme, fakta atau mitos? Pada tulisan lalu kita telah coba membahas kesulitan dan tantangan ketika melakukan penelitian tentang fenomena terorisme. Juga sempat kita singgung mengenai lima asumsi yang menjadi penyebab timbulnya teroris. Nah, sekarang akan kita coba telusuri asumsi-asumsi tersebut.

Ada lima asumsi yang akan kita coba telusuri dan kita analisis, antara lain: terorisme disebabkan oleh kemiskinan; teroris adalah orang gila atau sinting; terorisme menjadi semakin mematikan;  terorisme adalah anti-Barat; dan akhirnya terorisme.

Kita mulai dari asumsi pertama bahwa kemiskinan adalah akar penyebab terorisme. Kemiskinan menyebabkan terorisme adalah ide yang sama tuanya dengan upaya untuk memahami fenomena terorisme itu sendiri.

Asumsi “kemiskinan menyebabkan terorisme” ini, banyak dikemukakan oleh tokoh masyarakat dan juga politisi.  Misal mantan Sekretaris Negara Amerika Serikat (AS), Jenderal Colin Powell pada tahun 2002 mengatakan bahwa, akar penyebab terorisme adalah kemiskinan, juga ada kebodohan, di mana orang-orang melihat tidak ada harapan dalam hidup mereka. Demikian pula pernyataan dari Uskup Agung Desmond Tutu yang menyatakan bahwa, terorisme tidak bisa dikalahkan selama ada kondisi yang membuat orang putus asa.

Mengapa kemiskinan diasumsikan memiliki korelasi kuat dengan terorisme. Ide dasarnya adalah kemiskinan mengakibatkan kurangnya kesempatan untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang. Collin Powell menyebut itu. Bahkan bisa mengakibatkan kemarahan kepada orang lain. Atau menyalahkan pemerintah untuk kurangnya kesempatan, dan keluhan adalah kata kunci di sini. Bila kita kombinasikan maka semua persoalan itu merupakan sumber yang bisa dirasionalisasi untuk melakukan tindakan kekerasan, meski mungkin menjadi pilihan terakhir sebagai ungkapan kemarahan dan rasa frustasi.

Baca Juga:  Pleno Kabupaten Nunukan: Ini Hasil Perolehan Suara Pemilu 2024 Untuk Caleg Provinsi Kaltara

Lalu benarkah kemiskinan benar-benar akar penyebab terorisme? Mungkin sangat penting dalam perspektif lain. Tapi yang menarik adalah klaim politisi yang bertanggungjawab untuk strategi dan kebijakan tentang isu-isu penting, seperti terorisme. Gagasan hubungan sebab akibat antara kemiskinan dan terorisme, terdengar tidak terlalu mengada-ada. Tapi benarkah faktanya, atau hanya mitos?

Sekarang mari kita bandingkan pernyataan Colin Powell dan Desmond Tutu dengan data penelitian empiris akademis. Mari kita perhatikan beberapa statistik, dan beberapa contoh. Misal Osama Bin Laden yang berasal dari keluarga Arab yang kaya raya. Bila kita perhatikan dengan seksama maka terasa aneh menghubungkan langsung antara kemiskinan dan terorisme.

Misal Umar Farouk Abdumutallab  yang disebut sebagai bomber Hari Natal, karena mencoba meledakkan sebuah pesawat dengan tujuan Detroit pada tahun 2009. Apakah orang bodoh? Farouk belajar di London, dan berasal dari keluarga baik-baik keturunan Nigeria.

Anders Breivik, yang membunuh hampir 80 orang di Norwegia. Atau terorisme sayap kiri, Ulrike Meinhof, salah satu tokoh kunci dari Rote Armee Fraction di era 1960-an dan 70-an. Mereka berasal dari keluarga baik dan berpendidikan tinggi, dan memiliki banyak kesempatan hidup.

Kemudian bila kita cermati negara-negara di dunia, kita melihat bahwa Irak, Afghanistan, Pakistan, India, Rusia, dan Nigeria adalah negara yang paling sering dihadapkan dengan terorisme. Apakah ini negara-negara termiskin di dunia? Coba kita perhatikan statistik Bank Dunia, yang membuat peringkat 185 negara di dunia.

Baca Juga:  Sering Dikeluhkan Masyarakat, Golkar Minta Tambahan Sekolah SMA Baru di Surabaya

Misal Irak, berada pada peringkat 111, dalam daftar, dan itu dianggap sebagai negara berpenghasilan menengah. Lalu Pakistan, India dan Nigeria peringkat antara 150 dan 139, dan mereka dianggap sebagai negara-negara berpenghasilan rendah. Dan Rusia, peringkat 55 pada daftar, sebenarnya adalah salah satu negara terkaya di dunia, negara dengan penghasilan tinggi.

Nah, satu-satunya negara yang ada di bagian bawah daftar ini adalah Afghanistan, tetapi ada 15 negara lain yang kurang berkembang. Dan sepuluh negara dengan per kapita terendah. Dengan pengecualian Republik Demokratik Kongo, juga Somalia yang sering dihadapkan dengan terorisme. Tetapi Bank Dunia tidak memiliki data.

Sekarang mari kita ambil contoh terorisme sayap kiri pada 1960-an dan 1970-an yang terjadi di negara-negara seperti Jerman, Italia dan Jepang. Ini, terjadi di negara-negara kaya dan maju di dunia. Jadi, bila diperhatikan lebih dalam gagasan bahwa kemiskinan menyebabkan terorisme layak di kritisi lebih jauh lagi.

Salah satu tokoh dengan perspektif berbeda dalam melihat hubungan antara kemiskinan dan terorisme adalah James Piazza. Berdasarkan penelitiannya tentang terorisme, Piazza banyak mempelajari variabel yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan kemiskinan, atau berhubungan dengan kemiskinan. Misal variabel rendahnya tingkat pendapatan per kapita. Tingkat buta huruf yang tinggi. Harapan hidup yang rendah, arau kurangnya kesempatan kerja. Piazza mencoba melihat lebih dekat dan ia menarik kesimpulan bahwa variabel-variabel kemiskinan itu tidak bisa dikaitkan langsung dengan terorisme. Tidak signifikan.

Baca Juga:  Politisi Asal Sumenep, MH. Said Abdullah, Ungguli Kekayaan Presiden Jokowi: Analisis LHKPN 2022 dan Prestasi Politik Terkini

Kesimpulan Piazza diperkuat oleh Alan Krueger dan Jitka Maleckova, dua akademisi yang tidak menggunakan indikator kemiskinan pada tingkat makro, tapi lebih melihat kepada kasus-kasus individu, kehidupan individu. Mereka meneliti hubungan antara kemiskinan, pendidikan dan terorisme seperti yang diasumsikan. Fokus penelitian mereka secara khusus mendalami sayap militan Hizbullah, kelompok Islam Syiah, partai politik di Lebanon.

Mereka mempelajari secara mendalam studi kasus ini, mereka memandang lubuk hati orang-orang ini, sejarahnya, dan biografi mereka. Mereka menemukan bahwa setiap hubungan antara kemiskinan, pendidikan dan terorisme adalah hampir tidak signifikan, dan lemah. Mereka juga menyimpulkan bahwa terorisme lebih disebabkan oleh respon terhadap situasi dan kondisi politik yang berakar sejarah panjang dan memiliki sangat sedikit hubungannya dengan ekonomi.

Jadi mitos atau fakta? Berdasarkan data empiris dan literatur akademis sangat sedikit dukungan tentang  gagasan hubungan antara kemiskinan dan terorisme. Beberapa pendapat melihat mungkin ada link tidak langsung, tetapi sangat sulit untuk dibuktikan. Dan tentu saja ada kasus-kasus di mana individu termotivasi untuk menjadi terorisme karena kemiskinan. Tetapi tidak ada cukup bukti untuk mendukung gagasan bahwa kemiskinan adalah akar penyebab terorisme.

Apa yang sudah kita coba kaji bahwa tidak ada hubungan signifikan antara kemiskinan dan terorisme, seperti yang dikemukakan oleh politisi dan tokoh masyarakat. Oleh karena itu, asumsi ini kita harus beri label mitos. Bagaimana dengan asumsi bahwa teroris orang gila? Kita coba bahas berikutnya.(Agus Setiawan/bahan kuliah Studi Terorisme)

Related Posts

1 of 3,051