InspirasiKreativitas

Keberaksaraan Pembuka Mata Pencaharian Bangsa

NUSANTARANEWS.CO – Hari Aksara Internasional (HAI) sejatinya bukan semata agenda tahunan tanpa visi mencerdaskan kehidupan bangsa. HAI tidak boleh tidak mesti dijadikan hari khusus melakukan refleksi bersama. Apakah masyarakat Indonesia sudah terbebas dari belenggu tuna aksara dan lemah dalam hal membaca?

Membaca merupakan upaya menyingkap tabir kegelapan melihat dunia. Sebagaimana tabiat buku yang disebut-sebut sebagai jendela dunia. Maka, membaca adalah syarat utama memerangi kebodohan dan akhirnya kemajuan di segala bidang akan ikut bersamanya.

Mengacu pada pemikiran tersebut, HAI adalah keniscayaan untuk dijadikan momentum besar menggalakkan minat baca masyarakat. Jika persoalannya adalah masih banyaknya masyarakat tuna aksara. Maka semua pihak mesti melakukan upaya-upaya kongret untuk membawanya keluar dari belenggu tersebut.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Direktur Jenderal Unesco, Irina Bukkova bahwa, Keaksaraan merupakan hak azasi manusia dan landasan pembelajaran sepanjang hayat. Keaksaraan memberdayakan dan meningkatkan kualitas hidup individu, keluarga dan masyarakat.

“Karena memiliki efek domino, keaksaraan membantu pengentasan kemiskinan, penurunan kematian anak, pengendalian pertumbuhan penduduk, pencapaian kesetaraan gender dan perwujudan pembangunan, perdamaian, dan demokrasi yang berkelanjutan,” kata Irina beberapa waktu lalu seperti dikutip dari laman resmi Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat Kementeri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (PAUD dan Dikmas Kemendikbud RI).

Terasa benar, keaksaraan merupakan hak semua bangsa dan landasan pembelajaran sepanjang hayat. Sebab, tanpa kenal aksara, membaca buku adalah kemustahilan untuk dilakukan. Sementara untuk mengerti kehidupan ialah dengan membaca.

Harus disadari bersama, kemiskinan dan pengangguran di berbagai daerah di Indonesia, salah satu faktornya adalah masih banyaknya tuna aksara di dalam masyarakat. Karena itu, visi pembebasan bangsa-bangsa dari belenggu tuna aksara terus digalakkan di seluruh dunia, khususnya Indoneisa. Kendati dalam jangka waktu sepuluh tahun (hingga 2015) menurut Direktur Pembinaan Pendidikan Keaksaraan Kesetaraan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Dr. Erman Syamsudin, sudah ada peningkatan keaksaraan masyarakat yang cukup signifikan.

Hal tersebut dipertegas dengan data yang bersumber pada Data Badan Pusat Statistik (BPS). Dalam data BPS disebutkan bahwa, Indonesia telah membuktikan keberhasilannya dengan mencapai prestasi melebihi target 6 komitmen kerangka aksi Pendidikan untuk Semua (PUS) Dakar (The Dakar Frame Work For Action, dalam Forum Pendidikan Dunia Tahun 2002 di Dakar Snegal), dengan mengurangi separuh penduduk tuna aksara dari 15,4 juta (10,20%) pada tahun 2004 menjadi 7,54 juta (5,02%) pada tahun 2010.

Sedangkan pada tahun 2014, jumlah penduduk Indonesia yang telah berhasil diberaksarakan mencapai 96,30 persen atau tinggal sekitar 5,9 juta orang (3,7%) yang tuna aksara. Disparitas antar provinsi menunjukkan kemajuan yang signifikan, di mana hanya tersisa dua provinsi dengan persentase tuna aksara orang dewasa di atas 10% dan tersisa enam provinsi dengan jumlah tuna aksara di atas 200.000 orang.

Salah satu target nasional yang dicapai tahun 2015 lalu sesuai The Dakar Frame Work For Action adalah meningkatnya tingkat pelayanan, perawatan dan pendidikan bagi anak usia dini di Indonesia, dengan presentase peningkatan sekitar 75% anak usia dini terlayani Perawatan dan Pendidikannya.

Tuna aksara hingga kini masih menjadi masalah mendasar dan krusial. Dimana tuna aksara di seluruh dunia telah menempatkan berbagai generasi manusia dalam kemiskinan dan kebodohan. Dari itu, Hari Aksara Internasional sudah saatnya untuk tidak sekadar dikhidmati perayaannya melainkan langsung pada penerapan berbagai solusi-solusi kongkret, inovatif, dan tepat sasaran.

Semua elemen bangsa punya tugas untuk ambil bagian mengurangi tuna aksara di Indonesia. Mulai dari Pemerintah pusat, Pemerintah Daerah, Swasta, LSM dan masyarakat luas, utama para penggerak literasi di seluruh Indonesia untuk bahu membahu mengurangi jumlah masyarakat dewasa tuna aksara.

Hal tersebut harus disadari dan benar-benar dilakukan, mengingat HAI sudah berlansung selama lebih setengah abad sejak ditetapkan pada tahun 1965 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Adapan tujuan dari penetapan International Literacy Day atau Hari Aksara Internasional (HAI) tak lain untuk meningkatkan kesadaran seluruh pemangku kepentingan pendidikan bahwa masih ada masyarakat dewasa di dunia yang buta aksara.

Jadi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhajir Effendy sudah waktunya untuk tidak hanya menyemarakkan peringatan HAI ke-51. Tetapi harus dibarengi dengan program-program kongret sesuai dengan inti persoalan dan kebutuhan masyarakat Indonesia. Sehingga HAI di Indonesia tidak hanya menjadi agenda tahunan yang tidak memberikan dampak berarti bagi kemajuan bangsa Indoneisa. Sebab keberaksaraan merupakan investasi masa depan bangsa. Dimana dengan pencapaian keaksaraan setiap individu akan menjadi kunci pembangunan sosial ekonomi dalam budaya damai dan berkarakter. (Selendang Sulaiman)

Related Posts

1 of 4