Hukum

Kasus Suap Bakamla; KPK Perpanjang Masa Penahanan Eko Susilo Hadi

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Kasus Suap Bakamla; KPK Perpanjang Masa Penahanan Eko Susilo Hadi. Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan Deputi Informasi Hukum dan Kerjasama Badan Keamanan Laut (Bakamla), Eko Susilo Hadi yang menjadi tersangka kasus dugaan suap terkait proyek pengadaan satelit monitor di Bakamla.

Juru Bicara (Jubir) KPK, Febri Diansyah mengatakan perpanjangan dilakukan untuk tiga puluh hari kedepan. Perpanjangan penahanan ini merupakan perpanjangan yang ketiga.

“Benar, dilakukan perpanjangan penahanan. Perpanjangan 30 hari ke depan,” ujar Febri saat dikonfirmasi, di Jakarta, Selasa, (14/3/2017).

Sebagai informasi, kasus ini bermula dari OTT yang dilakukan KPK, pada Rabu, (14/12/2016) lalu. Dimana dalam OTT tersebut KPK berhasil menetapkan status penyelidikan ke tahap penyidikan seraya dengan penetapan empat orang tersangka.

Empat orang tersebut adalah Deputi Informasi dan Hukum Badan Keamanan Laut Eko Susilo Hadi, Direktur PT MEI (Merial Esa Indonesia) Fahmi Darmawansyah, Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus yang merupakan pegawai PT MEI.

Baca Juga:  Kegiatan Forum Humas BUMN Membuat Perpecahan PWI atas UKW Liar

Berdasarkan pengembangannya, pada Jumat, (30/12/2016) ada tersangka baru lagi yakni Direktur Data dan Informasi Bakamla Laksamana Pertama TNI, Bambang Udoyo. Berbeda dengan empat tersangka lainnya, Ia ditetapkan menjadi tersangka oleh Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI.

Adapun kini, dari lima tersangka itu, tiga orang diantaranya sudah menjadi terdakwa. Ketiga orang yang dimaksud adalah Direktur PT Melati Technofo Indonesia (MTI), Fahmi Darmawansyah serta dua pegawai PT MTI, Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta.

Dimana Fahmi didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Kemudian kedua anak buahnya didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sedangkan ESH sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau asal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.

Baca Juga:  Korban Soegiharto Sebut Terdakwa Rudy D. Muliadi Bohongi Majelis Hakim dan JPU

Reporter: Restu Fadilah

Related Posts

1 of 235