Hukum

JPU KPK Mendakwa PN Jakarta Pusat

JPU KPK Ali Fikri/Foto. IST
JPU KPK Ali Fikri/Foto. IST

NUSANTARANEWS.CO – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Muhammad Santoso, menerima suap sebesar SGD 28.000 atau sekitar Rp 267 juta (Rp 9.520 per dollar singapura) dari pengacara Raoul Ahitya Wiranatakusumah, selaku kuasa hukum PT Kapuas Tunggal Persada (PT KTP) melalui stafnya, Ahmad Yani.

Sejumlah uang tersebut diberikan untuk memenangkan perkara perdata terhadap PT KTP (Kapuas Tunggal Persada) yang digugat PT Mitra Maju Sukses (PT MMS) Wiryo Triyono dan Carey Ticoalu.

Adapun perkara tersebut ditangani oleh tiga majelis hakim, yakni Partahi Tulus Hutapea, Casmaya dan Agustinus Setya Wahyu.

Dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK juga menyebut nama dua hakim PN Jakpus. Keduanya adalah Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya sebagai pihak yang turut menerima suap.

“Terdakwa Muhammad Santoso selaku panitera pengganti bersama-sama dengan Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya masing-masing selaku Hakim pada PN Jakarta Pusat, pada hari Rabu tanggal 22 Juni 2016 sampai dengan hari Kamis 30 Juni 2016 bertempat di Kantor PN Jakarta Pusat, di depan Kantor Wiranatakusumah Legal & Consultant, telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan menerima hadiah atau janji yaitu menerima pemberian berupa uang yang jumlah seluruhnya sebesar SGD 28.000 dari Raoul Adhitya Wiranatakusumah melalui Ahmad Yani,” ujar JPU KPK Ali Fikri, saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (14/11/2016).

Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.

Begitu juga dengan terdakwa Santoso. Sepatutnya dia menduga, bahwa uang tersebut terkait permintaan Raoul agar Partahi dan Casmaya menolak gugatan yang diajukan PT Mitra Maju Sukses (MMS) Nomor 503/PDT.G/PN.JKT.PST terhadap PT Kapuas Tunggal Persada (KTP), Wiryo Triono, dan Carey Ticoalu.

Baca Juga:  Ahli Waris Tanah RSPON Kirim Surat Terbuka ke AHY 

Pemberian uang itu diawali pada 4 April 2016 saat Raoul menghubungi Santoso dan menyampaikan keingian untuk memenangkan perkara tersebut yaitu agar majelis hakim menolak gugatan PT MMS. Santoso pun menyarankan agar Raoul menemui Partahi selaku ketua majelis hakim.

Pada 13 April 2016, Raoul datang ke PN Jakpus untuk menemui Partahi, namun karena tidak ada di ruangannya maka Raoul menemui Casmaya. Selanjutnya pada 15 April 2016, Raoul baru berhasil menemui Partahi dan Casmaya di ruangan hakim lantai 4 PN Jakpus untuk membicarakan perkara tersebut.

Pada pertengahan Juni 2016, Santoso diperkenalkan oleh Raoul dengan Ahmad Yani selaku stafnya. Ahmad Yani diminta untuk berkomunikasi dengan Santoso terkait dengan perkembangan perkara.

“Pada 17 Juni 2016, terdakwa bertemu dengan Raoul di kantor PN Jakpus dan mengatakan akan memberikan uang sejumlah 3 ribu dolar Singapura untuk terdakwa serta 25 ribu dolar Singapura untuk majelis hakim,” kata jaksa Asri.

Sekitar pukul 13.00 WIB Raoul memerintahkan Ahmad Yani melalui Whatsapp dengan kalimat: “nanti kamu samperin ke p santoso” “Kamu tegesin aja lagi yang saya ngomong tadi ke p Santoso” “bentuknya dollar Singapur” “tipis” “Buat urusan ktp” “bilang biar Pak san sodok ke boss” “supaya deal” dan dijawab oleh Ahmad Yani “OK nanti saya sampaikan”.

Santoso pada 20 Juni 2016 kemudian memberitahukan kepada Raoul melalui SMS yang isinya “Ang 1 sdh Ok tinggal musy besok sy ke ang 2”. Raoul kembali menegaskan mengenai sikap ketua majelis hakim dengan menanyakan “siap” “km ok?” dan dijawab “ok” oleh Santoso. Raoul pun memerintahkan Ahmad Yani untuk bertemu majelis hakim pada 22 atau 23 Juni 2016.

Santoso menyampaikan kepada Casmaya bahwa Raoul akan datang menghadap pada 22 Juni 2016 serta menyampaikan janji Raoul yang akan memberikan uang sejumlah 25 ribu dolar Singapura untuk majelis hakim, pada saat itu Casmaya menanggapi bahwa majelis hakim baru akan musyawarah.

Baca Juga:  KPK Tetapkan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Tersangka Korupsi, AMI Gelar Santunan Anak Yatim

Kemudian sekitar pukul 19.36 WIBMuhammad Santoso melalui SMS memberitahukan hasil pembicaraannya dengan Casmaya kepada terdakwa, yang dibalas oleh terdakwa “siap beh jam 9 saya hadir” lalu dijawab oleh Muhammad Santoso “langsung ke bos ya nanti sy intip dulu”.

Pada 22 Juni 2016 Raoul bertemu Partahi Hutapea dan menyampaikan keinginan agar majelis hakim memenangkan pihak tergugat dan mempercepat putusan perkara dengan imbalan 25 ribu dolar Singapura.     “Atas penyampaian tersebut, Partahi Tulus Hutapea mengucapkan terima kasih dan mengatakan nanti saja setelahnya, Raoul pun melaporkan pertemuan itu ke terdakwa melalui SMS, ‘si bos sih bilang terimaa kasih dan mau beresin minggu ini tadi buka tanggalan babeh pastiin aja’ dan dijawab terdakwa ‘ok’, dan meminta Raoul untuk menyiapkanuangnya bila keesokan harinya terdakwa dipanggil oleh Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya,” tambah jaksa Asri.

Raoul bersama Ahmad Yani kemudian mengambil uang di Bank CIMB Niaga cabang Thamrin pada 24 Juni 2016 sebesar Rp300 juta dan ditukarkan menjadi 30 ribu dolar Singapura dan tersisa Rp3 juta.

Raoul kemudian minta Ahmad Yani memisahkan uang untuk Partahi dan Casmaya selaku majelis ke amplop putih dengan tulisan “HK” berisi 25 ribu olar Singapura dan bagian Santoso dalam amplop putih tulisan “SAN” berisi uang 3 ribu dolar Singapura, sedangkan sisa uang Rp3 juta dan 2 ribu dolar AS disimpan.

Pada 20 Juni, majelis pun menyatakan bahwa “gugatan pengugat tidak dapat diterima”. Setelah pembacaan putusan, Raoul menghubungi Santoso melalui SMS menyampaikan “Baik beh sebenarnya kita maunya gugatan ditolak tapi kita ambil ini sebagai berkah yang terbaik” “keadaan kahar diakui beh sama majelis”, kemudian dijawab Santoso “Ya raul hanya itu yang bisa kita bantu”, “Ya udah raol sy serahkan ke raul urusan majelis” dan dibalas Raoul “Oh beh soal itu gak usah khawatir saya komit.”

Baca Juga:  Oknum BPN Jakarta Timur Dilaporkan ke Bareskrim Terkait Pembangunan RSPON

“Saat sedang antri absen pulang, terdakwa bertemu dengan Casmaya yang pada saat itu menanyakan terdakwa mengenai rencana pemberian uang dengan kalimat ‘bagaimana itu Raoul?’ dan dijawab

Atas perbuatan tersebut, jaksa penuntut umum KPK mengancam terdakwa Muhammad Santoso dengan dakwaan primer, melanggar Pasal 12 huruf c Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain itu, jaksa juga mendakwa Santoso melanggar dakwaan subsider, Pasal 12 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Lebih subsider, perbuatan terdakwa diancam pidana sebagaimana diatur Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagai informasi Partahi merupakan anggota majelis hakim dalam perkara Jessica Kumala Wongso yang divonis 20 tahun penjara dalam kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Wayan Mirna Salihin.

Sedangkan Casmaya adalah hakim karir yang juga merupakan hakim Tipikor, salah satunya menjadi hakim dalam perkara korupsi dalam perkara suap kepada Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati DKI Jakarta Tomo Sitepu. (Restu)

Related Posts

1 of 210