Ekonomi

Jokowi dan Sri Mulyani Berbeda Data Tax Amnesty

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Dalam pidatonya Rabu 16 Agustus 2017 kemarin, presiden Joko Widodo (Jokowi) menyinggung capaian program tax amnesty (pengampunan pajak). Dirinya mengatakan total penerimaan uang tebusan dari wajib pajak yang dilaksanakan sejak 1 Juni 2016 hingga 31 Maret 2017 lalu telah mencapai Rp115,9 triliun.

“Sampai dengan akhir pelaksanaan program, tax amnesty berhasil diikuti oleh 973,4 ribu wajib pajak dengan total penerimaan uang tebusan mencapai Rp115,9 triliun,” ungkap Presiden Jokowi.

Namun data itu justru berbeda dengan milik Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dirilis per 31 Maret 2017. Dimana Kemenkeu merilis bahwa jumlah Penerimaan uang tebusan hanya Rp114,5 triliun.

Dengan demikia, ada selisih lebih sekitar Rp1,4 triliun antara data yang disuguhkan Jokowi dengan Sri Mulyani. Sekalipun demikian penting untuk dipahami bahwa sektor pajak merupakan satu-satunya sumber penting penghasilan negara. Dari hasil pajak, negara bisa melakukan kegiatan operasionalnya. Termasuk dalam menentukan postur APBN.

Sejak kemunculannya 1 Juni 2016 lalu, program tax amnesty menuai pro kontra. Pasalnya tax amnesty bukanlah kebijakan terbaik atau ideal. Hal ini benarkan oleh Managing Partner DDTC Darussalam (1/9/2016) yang mengatakan bahwa tax amnesty bukanlah kebijakan terbaik, melainkan kebijakan terbaik kedua (second best policy).

Baca Juga:  Peduli Sesama, Mahasiswa Insuri Ponorogo Bagikan Beras Untuk Warga Desa Ronosentanan

Dalam catatan sejarahnya, hanya negara-negara gagal yang menerapkan kebijakan tax amnesty. Mereka adalah negara-negara yang tengah terdera defisit keuangan akut. Diantaranya Yunani, Kenya, Argentina, Trinidad & Tobago dan Honduras.

Pewarta/Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 127