Berita UtamaPolitik

Ini Lima Elemen Demokrasi Pancasila yang Diperbarui

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Peneliti LSI Denny JA menyatakan dalam tulisannya berjudul “Mewacanakan Kembali Demokrasi Pancasila (Yang Diperbarui)”, ternyata besarnya rakyat Indonesia yang menginginkan demokrasi pancasila bervariasi di aneka segmen masyarakat. Namun di semua segmen itu, mayoritas menginginkan Demokrasi Pancasila.

Namun demikian, Denny masih mempertanyakan, apakah demokrasi pancasila yang dimaksud oleh responden? Yang pasti 68, 7 persen menyatakan itu bukan demokrasi pancasila era Orde Baru. Itu bukan demokrasi pancasila sebelum amanden UUD 45.

“Elemen penting demokrasi pancasila Orde Baru sudah ditinggalkan sejak era reformasi dan turunnya Suharto. Dwi fungsi militer, utusan golongan yang tak dipilih di MPR, presiden sebagai mandataris MPR, dan terbatasnya kebebasan berserikat serta beropini, itu elemen Orde Baru yang tidak disukai rakyat masa kini,” katanya seperti tertuang dalam Analisis Survei Nasional LSI, 19 Mei 2017.

Telaah: Meneropong Kualitas Indonesia Tahun 2045 (Bag. 1)

Namun, kata Denny, demokrasi pancasila yang lebih detail, yang disetujui publik luas, memang sulit dieksplor melalui kuesioner survei opini publik. “Saya (Denny JA) mencoba menyusun konsep demokrasi pancasila yang diperbaharui. Data survei dan instrumen riset lain menjadi fondasinya,” ujarnya.

Baca Juga:  BPPD Nunukan dan BNPP Gelar FGD IPKP PKSN Tahun 2023

Dennya memaparkan lima elemen demokrasi pancasila yang diperbaharui seperti yang diuraikan di bawah ini. Tambahan kata “yang diperbarui” di belakang demokrasi pancasila, kata dia, ialah sebagai pembeda dengan demokrasi pancasila era pak Harto.

“Bisa pula digunakan bahasa dunia digital. Jika demokrasi pancasila masa Pak Harto disebut demokrasi pancasila 1.0, maka demokrasi pancasila yang diperbaharui, disebut demokrasi pancasila 2.0,” imbuhnya.

Simak: Meneropong Kualitas Indonesia Tahun 2045 (Bag. 2)

Kelima elemen demokrasi pancasila yang pertama ialah demokrasi pancasila yang mengadopsi mekanisme politik umumnya demokrasi seperti di negara maju. Demokrasi pancasila juga mengadopsi aneka hak asasi manusia yang dirumuskan PBB.

“Itu persyaratan minimal sebuah sistem kenegaraan untuk sah disebut demokrasi modern. Termasuk di dalam prinsip itu kesamaan hak sosial politik ekonomi semua warga negara, apapun identitas sosialnya. Hak persamaan kaum minoritaspun sentral untuk dilindungi,” terang Denny.

Kedua, namun berbeda dengan demokrasi di dunia barat, agama memainkan peran sentral dalam mayoritas prilaku warga. Hadirnya kementrian agama menjadi modifikasi demokrasi pancasila. Di negara demokrasi lain, tak mengenal kementrian agama.

Baca Juga:  Kumpulkan Kader Potensial, Demokrat Tancap Gas Bahas Persiapan Pilkada Serentak di Jawa Timur

Ketiga, hadirnya UU yang melindungi kebebasan agama dan kepercayaan masyarakat. Justru karena peran agama yang lebih besar dalam prilaku masyarakat, perlu ada UU yang melindunginya.

“Aneka aturan soal agama saat ini berserak serak dalam aneka peraturan lain. Saatnya itu semua disatukan, namun dalam kerangka UU yang lebih melindungi kebebasan agama. UU itu belum ada dan sedang dimatangkan di kementrian agama,” imbuhnya.

Baca: Meneropong Kualitas Indonesia Tahun 2045 (Bag. 3)

Keempat, Pancasila menjadi perekat bangsa. Keberagaman agama dan kepercayaan di Indonesia menjadikan Pancasila sebagai simbol kebersamaan. Masing-masing tokoh berpengaruh agama melihat Pancasila sebagai “common ground,” titik tengah yang bisa disepakati. “Dan akan jauh lebih mengakar jika Pancasila dilegitimasi sebagai mutiara yang terdapat dalam ajaran agama dan kepercayaannya sendiri,” kata dia.

“Kelima, pemerintah di bawah presiden dimandatkan konstitusi dan undang undang menjaga dan melindungi  keberagaman itu. Gagalnya pemerintah menjaga keberagaman dan persatuan dapat menjadi bahan untuk memecat presiden,” sambungnya.

Baca Juga:  Bupati Nunukan dan BP2MI Tandatangani MoU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia

Pewarta/Editor: Achmad Sulaiman

Related Posts

1 of 19