Berita UtamaEkonomiFeatured

Indonesia ‘Dijual’ Atas Nama Takhayyul Pembangunan

Proyek Jalan Tol. (Foto: Ilustrasi/Antara
Proyek Jalan Tol. (Foto: Ilustrasi/Antara)

“Bangsa kita kini, seperti dadu terperangkap dalam kaleng hutang. Yang dikocok-kocok oleh bangsa adi kuasa. Tanpa kita bisa melawannya. Semuanya terjadi atas nama pembangunan.” – WS Rendra –

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Sejalan dengan penggalan sajak Maskumambang karya WS Rendra di atas, sungguh sangat menarik diulas terkait pandangan Anggota DPR RI periode 1999-2009 Habil Marati ketika melihat kenyataan Indonesia saat ini. Dirinya menggambarkan, dulu VOC yang hanya dengan bermodalkan 3 buah kapal dagang saja mampu menjajah Indonesia selama lebih 350 lahun, lantas bagaimana Cina dengan pinjaman hutangnya yang jor-joran di rezim Jokowi saat ini?

Melihat kenyataan itu, dirinya bertanya akankah Indonesia tetap kokoh layaknya negara merdeka? Masihkah Pancasila tetap menjadi ideologi bangsa Indonesia? Dapatkah UUD 1945 asli kembali menjadi jati diri Bangsa Indonesia? Masihkah TNI menjadi pengawal kedaulatan serta menjaga tumpah darah bangsa Indonesia? Masihkah kita merasakan Kemerdekaan 17 Agustus 1945?

Untuk menjawab sederet pertanyaan itu, menurutnya sederhana dan mudah. Baginya proses yang sedang berjalan dan berlangsung menunjukan bahwa kolonisasi politik dan ekonomi secara perlahan telah menggorogoti kedaulatan bangsa Indonesia. Menurut Habil Marati, sebagai bangsa yang memiliki kemerdekaan, ancaman kolonisasi politik dan ekonomi telah menjadi sesuatu yang sangat krusial saat ini.

Baca Juga:  Tanah Adat Merupakan Hak Kepemilikan Tertua Yang Sah di Nusantara Menurut Anton Charliyan dan Agustiana dalam Sarasehan Forum Forum S-3

“Faktor-faktor yang bisa kita saksikan saat ini adalah integrasi kepentingan ekonomi ke dalam wilayah-wilayah usaha korporasi yang absolut dari hulu ke hilir. Baik melalui usaha-usaha homogen maupun heterogen yang diperoleh melalui integrasi kekuasaan politik tak terbatas,” ungkapnya dalam artikel terbarunya Antara Merdeka dan Pinjaman Pemerintah Komunis China.

Dirinya menambahkan, banyak kebijakan yang semestinya menjadi kewajiban negara khususnya menyangkut hajat masyarakat Indonesia, kata dia justru oleh pemerintahan Jokowi diserahkan kepada swasta asing. Habil Marati mencontohkan antara lain kebijakan pembangunan ekonomi yang bersifat vital dan strategis seperti bidang infrastruktur, properti, tanah, air, rumah sakit dan pendidikan. Baginya itu sangat membahayakan bagi keberlangsungan kehidupan bangsa Indonesia serta keamanan nasional.

Ironisnya sengaja pemerintah memberikan sarana itu secara ‘cuma-cuma’. Contoh kasus pembangunan mega proyek infrastruktur kereta cepat Jakarta-Bandung, Meikarta serta reklamasi, kata dia kelak akan menjadi beban politik, beban kedaulatan serta beban ekonomi nasional bangsa Indonesia.

Baca Juga:  Punya Stok Cawagub, PDI Perjuangan Berpeluang Usung Khofifah di Pilgub Jawa Timur

“Meskipun rakyat Indonesia sangat membutuhkan infrastruktur tapi kedaulatan dan kemerdekaan tidak bisa ditukar dengan apapun juga. Pembangunan infrastruktur yang sedang berlangsung saat ini seperti kereta Jakarta-Bandung, Meikarta dan Reklamasi secara purchasing power bukan untuk kepentingan bangsa Indonesia,” tegasnya.

Yang tak habis pikir, proyek-proyek yang didanai Cina ini justru menggunakan BUMN sebagai jaminannya. Artinya, jika negara tak mampu mengembalikan hutang ke Cina sesuai kesepatan, maka pengelolaan BUMN-BUMN itu akan diambil alih Cina. Persis seperti yang dialami Sri Lanka. Semuanya dilakukan atas nama takhayyul pembangunan.

Dilansir dari Reuters, pemerintah Sri Lanka baru-baru ini secara resmi telah menanda tangani kesepakatan dengan BUMN Cina untuk menyerahkan Pelabuhan Hambantota miliknya ke tangan Cina. Tepatnya sejak pemerintah Sri Lanka jatuh tempo dan dinyatakan tidak mampu membayar hutang kepada Cina.

Secara hukum, jelas Cina tak bersalah. Karena memang sesuai kontrak perjanjian. Begitupun dengan nasib Indonesia, kekhawatiran pun muncul. Melihat kenyataan itu, sungguh bangsa ini benar-benar dalam ancaman defisit masa depan. Lagi-lagi semuanya dilakukan atas nama takhayyul pembangunan.

Baca Juga:  Bagai Penculik Profesional, Sekelompok Oknum Polairud Bali Minta Tebusan 90 Juta

Sebagaimana informasi Mei 2017 lalu, China Development Bank (CDB) telah menandatangani pencairan pinjaman hutang Rp 13,3 triliun (kurs Rp 13.300) untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Ini baru dalam kasus kereta cepat.

Dikutip dari Kumparan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan (23/5/2017) mengungkapkan, dengan ditandatanganinya perjanjian itu, dana hutangan sebesar Rp 13,3 triliun segera cair. “Jakarta-Bandung sudah maju (progresnya). Sudah ditandatangani di Tiongkok,” ungkap Luhut. Dirinya menambahkan, perjanjian itu ditandatangani langsung Presiden Joko Widodo dengan Presiden China Xi Jin Ping pada Minggu 14 Mei 2017.

Pewarta/Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 3,155