HukumLintas Nusa

ICJR Sebut Praktek Hukum Cambuk di Aceh Sarat Akan Pelanggaran

Direktur Eksekutif ICJR, Supriyadi Widodo Eddyono/Foto: Dok. Kompas
Direktur Eksekutif ICJR, Supriyadi Widodo Eddyono/Foto: Dok. Kompas

NUSANTARANEWS.COInstitute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyebutkan dalam Data Badan Perlindungan Perempuan dan Anak Aceh menyatakan bahwa pada tahun 2013, jumlah kasus yang tercatat sebanyak 428 kasus, Tahun 2014 sebanyak 515 kasus dan tahun 2015 sebanyak 548 kasus. Pada 2015, paling tidak 108 orang dieksekusi hukum cambuk. Hukum cambuk ini secara rutin dilakukan di ruang-ruang publik untuk menarik perhatian banyak orang di mana mereka bisa mengambil foto dan video yang bisa menambah malu dan penderitaan jangka panjang bagi mereka yang dihukum oleh penghukuman yang kejam, menyakitkan, dan merendahkan martabat semacam ini.

Direktur Eksekutif ICJR, Supriyadi Widodo Eddyono menyatakan, Di tahun 2016 Data Monitoring Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) sepanjang 2016, Mahkamah Syariah Aceh paling tidak telah memutuskan 221 putusan perkara jinayat sejak Januari sampai dengan September 2016.

“Sedangkan 5 besar daerah yang memutus perkara jinayat terbanyak, yaitu (1) Banda Aceh, sebanyak 40 perkara; (2) Kualasimpang, sebanyak 29 perkara; (3) Kutacane, sebanyak 24 perkara; (4) Blangkejeren dan Jantho, sebanyak 21 perkara; dan (5) Langsa, sebanyak 17 perkara,” terang Supriyadi dalam keterangan persnya, Sabtu (22/10).

Baca Juga:  RAB Kulon Progo Bagikan Ratusan Kotak Makanan dan Snack untuk Tukang Ojek, Tukang Becak, dan Tukang Parkir

Atas fakta-fakta hasil Monitoring tersebut ICJR menemukan sedikitnya 180 terpidana telah di eksekusi cambuk di seluruh wilayah Aceh. “Pemberian eksekusi cambuk terberat dilakukan di halaman Masjid Agung Istiqamah Tapaktuan, pada Jumat, 5 Agustus 2016. Ali Imran Bin Abdul Samad warga Desa Sawah Tingkeum, Kecamatan Bakongan Timur telah di eksekusi cambuk sebanyak 125 kali. ia  terbukti melakukan Perkosaan berdasarkan putusan Mahkamah Syar`iyah Tapaktuan Nomor : 0004/JN/2016/MSY-TTN tanggal 6 Juni 2016,” terang Supriyadi.

Sebelumnya, kata dia, Hukuman cambuk 100 cambukan yang di berikan kepada tindak pidana zina yakni  kepada dua orang warga Kampung Burlah. Mereka Di Eksekusi cambuk  Tugu kota Blangkejeren, Kabupaten Gayo Lues pada Tanggal 2 september 2016 masing-masing dicambuk 100 kali. Juga kepada warga Kampung Burlah dan warga Kampung Kemili, Kecamatan Bebesen, mereka terkena eksekusi 100 kali di  halaman Gedung Olah Seni (GOS), Kota Takengon pada tanggal 26 Mei 2016.
“Hukuman cambuk di atas termasuk hukuman paling tinggi selama sejarah penerapan hukuman cambuk di Aceh,” tegasnya.

Selain itu, lanjutnya, dalam pemberian hukuman cambuk ICJR menemukan pelanggaran lainnya, yakni pemberian hukuman cambuk yang diberikan lebih dari putusan pengadilan (kasus Risman), Risman merupakan salah satu dari 38 orang yang dieksekusi cambuk di Masjid Agung Baitul Makmur, Meulaboh, Aceh Barat tanggal 12 februari 2016. Risman divonis lima kali cambukan, namun eksekutor mencambuk sebanyak enam kali.

Baca Juga:  Ikatan Alumni Dayah Abu Lam U Gelar Buka Puasa Bersama

“Dalam kasus Nanda Irwansyah Bin Bachtiar Effendi yang dieksekusi cambuk di Masjid Al-A’la, Gampong Cot Mesjid, Lueng Bata, Banda Aceh pada 19 februari 2016. Pada cambukan pertama, algojo melibas alat cambuk yang terbuat dari rotan itu sehingga mengenai bagian belakang kepala Nanda Irwansyah, bukan bagian punggungnya. Proses cambukan tetap berjalan meskipun terjadi kesalahan pada cambukan pertama,” kata Supriyadi.

Hukuman cambuk, kata dia lagi, juga telah menimbulkan luka fisik dan psikis, umumnya terpidana perempuan mengalami kesakitan dan pingsan saat di cambuk. Contohnya dalam kasus Sa. Sa merupakan salah satu dari terpidana ikhtilat atau bermesra-mesraan dalam Qanun Jinayat, ia dicambuk sebanyak 20 kali. Dalam eksekusi cambuk pada 1 Agustus 2016 di Masjid Al Furqan, Gampong Beurawe, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh ia terluka saat dikenai hukuman cambuk. Prosesi cambuk terhadapnya bahkan dihentikan sementara untuk pemeriksaan medis. Namun ia kembali mendapat cambukan sesuai putusan.

Baca Juga:  Jatim Barometer Politik Nasional, Khofifah Ajak Masyarakat Tidak Golput

Praktek pemberian hukuman cambuk juga dilakukan kepada warga Aceh yang bukan beragama muslim yakni seorang perempuan  bernama Remita Sinaga ia  dipidana  cambuk pada Tanggal 12 April 2016 di halaman Gedung Olah Seni (GOS) Kota Takengon, Kabupaten Aceh Tengah. Perempuan tersebut dieksekusi hukum cambuk 28 kali karena menjual alkohol, tersebut merupakan warga non-Muslim pertama yang dihukum cambuk di bawah hukum Syariah, yang sebelum Oktober 2015 hanya diterapkan kepada orang-orang Muslim di propinsi Aceh.

Dalam sepanjang pelaksanaan eksekusi cambuk tersebut ICJR juga mendapati pelaksanaannya sarat akan pelanggaran. Penggunaannya yang diskriminatif karena tidak berlaku untuk beberapa orang yang memiliki jabatan. Hukuman cambuk yang di pertontonkan secara umum juga menghasilkan budaya kekerasan di masyarakat Aceh.

“ICJR Meminta Pemerintah Indonesia untuk menghapuskan segala bentuk corporal punishment dalam peraturan perundang-undangannya dalam hal ini menghapuskan hukuman cambuk. Meminta Pemerintah Indonesia untuk mengambil langkah-langkah evaluasi terhadap Qanun Jinayat yang secara faktual telah mengakibatkan adanya praktik penyiksaan, perbuatan sewenang-wenang dan tidak manusiawi. Meminta Pemerintah pusat khususnya Presiden, Kementerian Dalam Negeri, dan Mahkamah Agung untuk melakukan peninjauan kembali terhadap Qanun Jinayat secara keseluruhan,” tandasnya. (Kiana/Red-02)

Related Posts

1 of 2