Ekonomi

Hipmi: Disparitas di Dunia Usaha Kian Complang

Ketum BPP HIPMI, Bahlil Lahadalia/Foto: dok. kabarbisnis
Ketum BPP HIPMI, Bahlil Lahadalia/Foto: dok. kabarbisnis

NUSANTARANEWS.CO – Rakernas Hipmi akan mengetengahkan tema Economic Revolution: Berkeadilan dan Berkelanjutan. Rakernas ini, seperti siaran persnya Hipmi akan diselenggarakan pada Senin 27 Maret 2017. Dan teman tersebut berangkat dari perkembangan perekonomian dunia terkini.

“Misalnya  kita akan bahas rekomendasi kebijakan-kebijakan apa yang pemerintah perlu ambil untuk mengatasi tingginya disparitas pelaku dunia usaha, masalah Freeport, masalah kedaulatan energi, daya saing usaha kecil menengah, ketimpangan pembangunan antar wilayah, deindustrilisasi, serta berbagai kebijakan yang diharapkan berpihak kepada pelaku usaha lokal dan daerah ” ujar Bahlil Lahadalia.

Terkait disparitas dunia usaha, ia mengatakan pihaknya tetap mendukung penguatan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sesuai amanat Undang-Undang (UU) No. 5 Tahun 1999. Sebab itu, Hipmi tidak mendukung uji materi (judicial Review) atas UU tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut Hipmi, penguatan KPPU diperlukan guna mencegah disparitas yang terlalu besar di dalam dunia usaha itu sendiri. Disparitas antara pelaku usaha mikro, kecil, menengah (UMKM), hingga usaha besar di Tanah Air sangat besar.

Baca Juga:  Pemkab Nunukan Gelar Konsultasi Publik Penyusunan Ranwal RKPD Kabupaten Nunukan 2025

Ia mengatakan UMKM di Indonesia terus bertambah bahkan diperkirakan mencapai 56 juta pelaku usaha. Herannya, pelaku UMKM ini tidak mengalami peningkatan signifikan dari segi aset dan kapasitas usaha. Sedangkan usaha-usaha konglomerasi kian menggurita dan mengalami pertumbuhan aset yang spektakuler.

“Ini yang membuat disparitas di dunia usaha itu kian complang. Ada yang kurang sehat di kebijakan dan struktur industri kita. Ada yang menikmati insentif ada yang kena disinsentif. Ada regulasi yang akomodatif ada yang tidak bagi si kecil,” ujarnya.

Gejala tidak sehat tersebut dapat dilihat dari sulitnya usaha level menengah masuk ke jajaran usaha berukuran besar. “Dari puluhan juta usaha kecil yang ada, rata-rata usaha kecil itu mentoknya nanti di menengah saja. Seperti ada kekuatan besar yang menghalangi dia naik ke atas,” paparnya.

Sebab itu, tidak heran bila sejak reformasi digulirkan, hampir tidak terlihat konglomerasi atau usaha besar baru yang muncul. “Pemainnya ya itu-itu saja. Mana ada usaha-usaha besar baru yang listing di pasar saham. Sepi. Dia kuasai bisnis dari A sampai Z. Ada model bisnis baru yang muncul, ya dia lagi. Karena mereka menguasai regulasi, modal, dan tidak ada yang mengawasi,” terang Bahlil.

Baca Juga:  Pengangguran Terbuka di Sumenep Merosot, Kepemimpinan Bupati Fauzi Wongsojudo Berbuah Sukses

Di satu sisi, kata dia, usaha-usaha besar tersebut terus menggurita dan menciptakan ekosistem dunia usaha yang tidak sehat dan menciptakan harga di pasar yang tidak bersaing bagi konsumen. “Di tingkat produksi dia dominasi, begitu juga distribusi, sampai pasar menciptakan harga kurang sehat,” ucapnya.

Penulis: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 7