Ekonomi

Hingga 2020, Jepang dan Tiongkok Saling Sikut Rebut Pasar ASEAN

NUSANTARANEWS.CO – Jepang dan Tiongkok bersaing untuk mendominasi pasar ASEAN dalam bidang perekonomian dengan skema pembangunan infrastruktur. Sebagaimana diketahui, kawasan Asia Tenggara memang mengalami persoalan di bidang infrastruktur. Dan tidak tersedianya infrastruktur tersebut dinilai telah menghambat pertumbuhan dan perkembangan daya saing usaha di kawasan Asia Tenggara.

Konektivitas antarnegara dinilai menjadi faktor kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara. Kebutuhan pembiayaan yang besar merupakan tantangan yang dihadapi negara-negara ASEAN untuk meningkatkan kapasitas infrastrukturnya. Dua negara dengan perekonomian terbesar di Asia, Tiongkok dan Jepang, adalah yang paling gencar untuk memberikan pembiayaan infrastruktur.

Menurut analisis DBS Group Research, Asia Tenggara adalah kawasan dengan prospek ekonomi yang menjanjikan.  Dengan populasi mencapai 600 juta jiwa, ASEAN merupakan pasar terbesar ketiga setelah Tiongkok dan India.

“Lokasinya yang strategis di poros perdagangan global menjadikan kawasan ini sebagai paling terbuka di dunia,” demikian DBS seperti dikutip dari lamannya, Selasa (27/12/2016).

Baca Juga:  Bupati Nunukan Terima Kunjungan Tim Ekonomi di Perbatasan Sabah

Untuk itu, perbaikan infrastruktur diperlukan untuk meningkatkan potensi ekonomi tersebut. Persoalannya kualitas infrastruktur Asia Tenggara tidak merata, seperti terlihat dalam Global Competitiveness Index (GCI) 2015/2016. Infrastruktur bahkan menjadi salah satu penghambat utama kegiatan usaha (doing business) di Indonesia, Filipina, Kamboja, dan Laos.

DBS Group Research menilai, Indonesia berpeluang besar untuk dapat meningkatkan kualitas infrastrukturnya. Diperkirakan kebutuhan dana infrastruktur Indonesia mencapai US$ 235 miliar selama periode 2013-2020. Lebih tinggi dibandingkan Thailand dan Malaysia masing-masing US$105 miliar dan US$100 miliar.

“Jepang dan Tiongkok adalah dua negara yang paling tertarik untuk membiayai berbagai proyek infrastruktur di Asia Tenggara. Keduanya melirik negara-negara asing sebagai motor pertumbuhan ekonomi baru seiring pelemahan ekonomi di dalam negerinya. Kedua negara bahkan bersaing memberikan pembiayaan bagi pembangunan sejumlah proyek infrastruktur di Asia Tenggara. Di Indonesia misalnya, keduanya sempat berkompetisi merebut proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang akhirnya dimenangkan oleh Tiongkok melalui konsorsium China Development Bank (CBD),” tulis laman tersebut.

Baca Juga:  Mobilisasi Ekonomi Tinggi, Agung Mulyono: Dukung Pembangunan MRT di Surabaya

Setelah kalah bersaing dalam proyek kereta cepat, Jepang kemudian melonggarkan aturan kredit di luar negeri. Terutama dalam permintaan jaminan finansial yang tidak diajukan Tiongkok. Dalam program yang dinamakan Quality Infrastructure Initiative tersebut, Jepang menargetkan dapat mengucurkan investasi baru di Asia senilai US$110 miliar pada 2016-2020.

“Perubahan ini membuat Jepang lebih kompetitif untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur skala besar di Asia,” kata analis DBS Group Research Chong Tjen-San dan  Tiesha Putri dalam risetnya berjudul “Indonesia Construction”.

Padahal dalam lima tahun terakhir nilai investasi langsung Jepang di Asia Tenggara rata-rata meningkat US$20 miliar per tahun. Jepang tertarik berinvestasi di Asia Tenggara karena memiliki potensi imbal hasil yang tinggi. Misalnya, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Vietnam dan Filipina sebesar 6 persen atau mendekati pertumbuhan ekonomi Tiongkok.

“Pasar terbuka dan liberalisasi investasi di ASEAN juga membuat kawasan ini menarik,” tulis analis DBS Ma Tieying dalam laporan berjudul “Japan: rising direct investment in Southeast Asia”.

Baca Juga:  Relawan Anak Bangsa Gelar Bazar Tebus Sembako Murah di Kalibawang

Sejumlah proyek infrastruktur ASEAN yang dikerjakan perusahaan Jepang antara lain, jembatan Neak Loeung yang menghubungkan Kamboja-Vietnam. Proyek yang digarap Sumitomo Mitsui Construction itu menghabiskan biaya sekitar US$130 juta. Sumitomo juga mengerjakan pembangunan jembatan Second Thai-Lao yang menghubungkan Laos dan Thailand, dengan kebutuhan dana US$70 juta.

Selain itu, Jepang juga akan membangun jaringan kereta sepanjang 874 kilometer yang menghubungkan Kamboja dan Myanmar melalui Thailand. Di samping juga pembangunan jaringan mass rapid transit (MRT) di Thailand.

Sementara pihak Tiongkok berpartisipasi dalam pembangunan jembatan Fourt Thai-Lao Friendship  yang menghubungkan Thailand dan Laos. Tiongkok Tiongkok juga menawarkan pinjaman infrastruktur kepada pemerintah Thailand, terutama untuk membiayai proyek kereta cepat yang menghubungkan sebelah selatan Tiongkok dengan Thailand melalui Laos. Di Malaysia, Tiongkok juga terlibat dalam pengerjaan jalur ganda Gemas-Johor Baru dan Bandar Malaysia. (Sego/Er)

Related Posts

1 of 19