Inspirasi

Geliat Pejuang Keberaksaraan Rumah Baca Bintang Al-Ikhlas Cibetut Banten

NUSANTARANEWS.CO – Setiap anak manusia berhak memperoleh pendidikan yang layak dan berkualitas tanpa batasan usia, jenis kelamin, ras, golongan, atau agama tertentu. Demikian amanat dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

Pendidikan yang berbanding lurus dengan program keasaraan merupakan salah satu upaya memenuhi bagian dari hak asasi manusia. Terpenuhinya pendidikan dan meratanya keberaksaraan tentunya dapat memindahkan kehidupan masyarakat dari ketertinggalan ke situasi yang lebih sejahtera.

Karena itu, program keaksaraan dan gerakan keberaksaraan yang dilakukan aktivis literasi di berbagai daerah, seharusnya mendapat dukungan dari pemerintah, khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sebab itulah tugas dan tanggung jawab yang harus dipenuhi.

Tanpa program keaksaraan dan gerakan keberaksaraan, mayarakat (orang dewasa) yang tuna aksara selamanya akan berada dalam situasi yang kurang menguntungkan.  Jika demikian yang terjadi, mereka berarti tidak diberdayakan dan tidak dipenuhi hak asasinya.

Bagi pemerintah, hari yang baik untuk mengentaskan dan menuntaskan buta huruf atau tuna aksara di Indonesia, ialah dengan memanfaatkan Hari Aksara Internasional (HAI) yang dilaksanakan setiap tahun, setiap 8 September.

Berdasarkan pagelaran ritual tahunan Kemendikbud, nampaknya peringatan HAI belum sepenuhnya menyentuh semua lapisan masyarakat. Akibatnya, muncullah sedikit kesenjangan antara pemerintah dengan penggerak keberaksaraan. Dimana para penggerak keberaksaran dengan rumah baca masyarakat di daerah, lebih cenderung menjalankan kegiatan sesuai kebutuhan masyarakat, yang nyaris tak hirau dengan program pemerintah.

Pemilik sekaligus pendiri Rumah Baca Bintang Al-Ikhlas Cibelut, Banten, Muhammad Rois Rinaldi mengungkapkan bahwa sebuah peringatan yang kadang hanya menjadi seremonial yang menjemukan. “Padahal peringatan harus dipahami sebagai ruang refleksi sekaligus mengarahkan kembali tujuan-tujuan yang belum tercapai,” katanya kepada nusantaranews.co, Selasa (6/9).

Ketika berbicara soal program pemerintah dalam rangka peringatan HAI ke 51, Rois mengaku tidak tertarik untuk bicara soal pemerintah. Sebab baginya, pemerintah hanya menampilakn kesibukan dengan berbagai program yang sulit dinalar motavasi, fungsi dan tujuan-tujuannya.

“Saya lebih tertarik menekankan bahwa organisasi-organisasi semisal Forum Taman Baca Nasional dan organisasi sejenisnya, harus lebih sadar posisi dan lebih visioner. Agar kehadiran mereka sungguh dapat dirasakan,” jelas Rois.

Tidak hanya itu, menurut penyair muda ASEAN itu, tugas para pengurus rumah baca adalah para pejuang keberaksaraan. Karenanya, tugas mereka tidak hanya sampai pada “melek huruf”, bisa membaca, tapi “melek baca” yang tidak sekadar membaca.

“Masyarakat terdidik harus bertanggung jawab dengan pendidikannya dengan mengaplikasikan manfaatnya di tengah masyarakat. Salah satunya pengurus rumah baca. Dalam hal ini para mahasiswa juga harus turun tangan,” harapnya sekaligus mengakhiri. (Sulaiman)

Related Posts

1 of 4