HukumPolitik

Fahri Hamzah: Kasus e-KTP Harus Dilihat dari 2 Perspektif

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah, mengungkapkan bahwa kasus mega korupsi e-KTP harus dilihat dari 2 perspektif.

Pertama, Fahri menyebutkan, adalah sudut pandang dari perspektif mikro, yakni hukum dan teknis semata, atau perspektif kedua yang lebih luas yakni latar belakang dan juga rentetan peristiwa lainnya.

“Saya menganggap ini harus di pandang dalam perspektif yang lebih luas, kalau soal teknis hukum kan dia itu kan rijit, fokus dan tidak bisa diintervensi dan itu tugas hakim dan pengadilan adalah membuktikan dakwaan-dakwaan,” ungkapnya kepada wartawan di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Sabtu (18/3/2017).

Menurutnya, jika dari perspektif pertama, dakwaan di dalam korupsi itu sangatlah sederhana yakni adanya pelanggaran hukum seperti yang tercantu di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 dan ada kegiatan yang merugikan keuangan negara dengan cara memperkaya diri sendiri ataupun orang lain.

“Sementara saya melihat ini (korupsi e-KTP) banyak masalah. Masalahnya adalah pertama proyek ini adalah proyek spektakuler, Bapak Gamawan (Mantan Mendagri Era SBY) menyatakan ini adalah proyek terbesar sepanjang sejarah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri),” ujarnya.

Baca Juga:  Bupati Nunukan Lantik 114 Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama di Lingkungan Pemkab Nunukan

Bahkan, Fahri mengatakan, saking besarnya proyek e-KTP tersebut, Gamawan Fauzi sampai membentuk Tim dari 15 Kementerian dan Lembaga.

“Kemendagri membentuk tim lintas 15 kementrian dan lembaga tidak mudah untuk ditembus karena argumennya kuat. Bapak Agus Rahardjo (Ketua KPK sekarang) ketika menjadi ketua LKPP menginginkan proyek ini agar dipecah,” katanya.

Kemudian, lanjut Fahri, Gamawan Fauzi memepertemukan Agus Rahardjo dengan tim yang 15 kementerian dan lembaga itu, lalu terjadilah perdebatan dan kesimpulan yang bulat yakni proyek tersebut tidak bisa dipecah karena akan dijadikan sebagai pondasi dalam Pemilu 2014.

“Tim dari Kemenkominfo, BPPT, Kemendagri, dan kementrian serta lembaga lintas itu semuanya mengatakan tidak bisa (dipecah), sistemnya harus solid dan harus paket karena nanti yang akan menggunakan sistem ini sebagai pondasi pemilu yang rencananya dipakai di 2014,” ungkapnya menambahkan. (DM)

Related Posts

1 of 133